Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Konon Akibat Upah Tak Ditunaikan Risiko Tujuh Turunan (Dongeng Sunda Bagian 2 Tamat)

11 September 2019   15:24 Diperbarui: 11 September 2019   16:31 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti mendapat kabar yang tak terduga akhirnya ini, kiai pun malah tidak pergi ke sawah, tapi mengajak pamong yang dipandangnya sangat dipercaya ini untuk mengisahkan sebab kematian kuwu Naya itu, sebagaimana peristiwa dua tahun lalu. Kiai panjang lebar mengisahkannya dengan raut wajah yang tetap tenang .

Namun berbeda dengan pamong ini, demi mendengar kisah yang disampaikan kiai tersohor ini. Ia bergidik, dan mengaku antara percaya dan tidak. Tapi kisah itu seperti nyata adanya.

"Jadi itu semua akibat ulahnya yang tidak menepati janji. Dua tahun lamanya saya memikul beban yang teramat berat. Orang tidak tahu, tapi saya merasakan begitu hebat, bagaimana usaha saya untuk menyingkirkan mahkluk itu. Dan, memang sengaja saya kurung mahluk itu  dalam tubuh saya, dengan harapan usai ditunaikan sisa uangnya, maka makhluk inipun akan saya pindahkan ke lokasi lain yang lebih jauh. Kalau perlu di hutan sana. Tapi sayang penantian saya tidak dipenuhinya. Dan saya pikir akang teh diutusnya.

"O ya ampun, kiai. Tidak demikian. Saya sama sekali tidak tahu soal ini. Tapi pohon Kemuning itu memang saya tahu. Dan, peristiwa ini pun saya tidak tahu, sampai kiai diundang datang untuk keperluan menebangnya dulu.

"Iya, memang semuanya tidak tahu, hanya saya dan kuwu Naya saja. Saya kira, kuwu itu wafat terkait dengan usahanya menebang pohon itu. Mahkluk itu pun bersumpah untuk menghabisi pula tujuh turunannya.

"Tujuh keturunan kiai?

Iya, tujuh keturunan. Perlu tahu saja ya, di lokasi itu, adalah pusat kerajaan segala mahkluk gaib. Pohon Kemuning itu di mata bathin saya adalah pintu masuknya. Saya mendapatkan informasi ini dari mbah guru. Bahwa desa Balandongan pasti subur, oleh karena dekat dengan pusat kerajaan makhluk gaib. Tiada seorang pun sejak dulu kala sanggup untuk merobohkannya. 

Dulu Kemuning tidak sependek itu. Tapi besar, besar sekali. Diameternya hingga 20 meter, Tingginya pun sama, 20 meter, dan sangat rindang. Tapi sebagai manusia kita hanya berikhtiar menyangkut benar atau tidaknya kisah itu. Yang pasti usaha warga desa untuk makmur dan sejahtera, jangan juga dikaitkan dengan kisah bahwa desa makmur akibat dekat dengan kerajaan tersebut. Jangan. Nanti musyrik adanya. Ini hanya kisah yang saya peroleh dari mbah guru saya.

Kalau boleh tahu, yang kiai lepaskan itu siapanya?

"Ya pemimpinnya. The big father hehehehe.

"Ah kiai bisa aja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun