Mohon tunggu...
Erlangga Saputra
Erlangga Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Aktif Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Siliwangi. Memiliki minat terhadap Fotografi dan Jurnalistik. Memiliki antusiame yang tinggi dalam mempelajari hal-hal tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjalan Panjang UMKM Payung Geulis Sebagai Ikon Kota Tasikmalaya

24 Mei 2024   18:38 Diperbarui: 24 Mei 2024   18:42 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sudut Kota Tasikmalaya, tepatnya di Panyingkiran, Kecamatan Indihiang, terdapat sebuah usaha kerajinan yang telah bertahan selama lebih dari lima dekade. Karya Utama, pengrajin payung geulis, adalah saksi bisu dari perubahan zaman dan pergeseran fungsi sebuah payung tradisional yang dahulu digunakan secara konvensional kini lebih menjadi dekorasi estetis. Berdiri sejak tahun 1971, usaha ini telah diwariskan dari generasi ke generasi, kini dikelola oleh Pak Sandi Mulyana, penerus generasi ketiga.

Usaha Karya Utama didirikan oleh kakek Pak Sandi dan diteruskan oleh ayahnya sebelum akhirnya berada di bawah pengelolaannya. Warisan keluarga ini tidak hanya tentang cara membuat payung geulis yang indah, tetapi juga tentang nilai-nilai ketekunan dan cinta terhadap budaya lokal. "Payung geulis adalah ikon budaya Tasikmalaya," kata Pak Sandi, "dan menjaga warisan ini adalah tanggung jawab kita."

Generasi pertama, kakek Pak Sandi, memulai usaha ini dengan alat-alat yang sangat sederhana. Mereka menggunakan bambu yang dipotong dan diraut secara manual untuk rangka payung, dan kertas samson yang diwarnai dengan tangan untuk kain penutupnya. Setiap payung dihias dengan motif tradisional khas Sunda, yang memerlukan keahlian seni tinggi dan kesabaran luar biasa.

Insta @ersptraa
Insta @ersptraa
Payung geulis yang dihasilkan Karya Utama dikenal dengan detail dan kualitasnya. Setiap payung dibuat dengan bahan utama seperti bambu, kertas samson, lem, benang, dan cat. Peralatan yang digunakan termasuk bor tangan, pisau raut, kuas, dan alat lukis lainnya. Pak Sandi menjelaskan bahwa cuaca sangat mempengaruhi jumlah produksi, tetapi rata-rata mereka dapat menghasilkan sekitar 30 unit per hari. Harga per unit pun bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga lebih dari Rp 1 juta, tergantung pada ukuran dan bahan yang digunakan.
Insta @ersptraa
Insta @ersptraa
Pada tahap awal, bambu dipilih dan dipotong sesuai ukuran yang diinginkan. Kemudian, bambu tersebut diraut dan dihaluskan untuk membentuk rangka payung yang kuat dan tahan lama. Proses ini memerlukan ketelitian tinggi karena kesalahan sedikit saja dapat membuat rangka payung tidak simetris dan kurang stabil.
Setelah rangka selesai, langkah berikutnya adalah melapisinya dengan kertas samson. Kertas ini dipilih karena kekuatannya dan kemampuannya menahan cat. Kertas dipotong sesuai ukuran, lalu ditempelkan pada rangka menggunakan lem khusus. Setelah kertas terpasang, payung dikeringkan untuk memastikan lem mengeras dengan baik.

Langkah terakhir adalah menghias payung dengan motif-motif tradisional. Pak Sandi dan para pekerjanya menggunakan kuas dan cat untuk melukis motif-motif yang indah dan penuh warna. Motif ini tidak hanya menambah keindahan payung tetapi juga memberikan sentuhan khas budaya Sunda yang kaya akan simbol dan makna.

Insta @ersptraa
Insta @ersptraa
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Karya Utama adalah pemasaran. Payung geulis tidak memiliki toko tetap dan dipasarkan melalui pesanan langsung dari konsumen. "Di Tasikmalaya sendiri, payung geulis kurang diminati. Justru pembeli terbesar berasal dari kota lain seperti Bandung," ungkap Pak Sandi. Namun, setiap bulan Oktober, penjualan melonjak signifikan berkat perayaan ulang tahun Kota Tasikmalaya.
Dalam era digital ini, Pak Sandi telah mengambil langkah maju dengan memanfaatkan media sosial untuk promosi. "Kami telah membuat akun Instagram untuk memamerkan produk-produk kami," kata Pak Sandi. "Hasilnya sangat positif, penjualan meningkat signifikan." Dengan foto-foto yang menarik dan deskripsi produk yang informatif, Karya Utama berhasil menjangkau pasar yang lebih luas.

Namun, pemasaran digital juga memiliki tantangan tersendiri. "Kami harus bersaing dengan banyak produk lain di media sosial," jelas Pak Sandi. "Oleh karena itu, kami selalu berusaha untuk berinovasi dan menawarkan sesuatu yang unik." Salah satu inovasi yang dilakukan adalah pembuatan lampu payung geulis dan payung geulis lipat yang mudah dibawa. Produk-produk ini mendapat sambutan positif dari konsumen dan membantu meningkatkan penjualan.


Pak Sandi menyoroti kurangnya perhatian dari pemerintah kota terhadap UMKM pengrajin payung geulis. Dia merasa bahwa pemerintah perlu lebih aktif dalam mendukung dan mempromosikan payung geulis sebagai ikon kota. "Perlu tindakan nyata untuk meningkatkan citra payung geulis di daerah sendiri. Misalnya, menempatkan payung geulis di setiap bangunan sebagai ikon kota," sarannya.

Insta @ersptraa
Insta @ersptraa
Selain itu, Pak Sandi juga berharap agar payung geulis dimasukkan dalam muatan lokal di sekolah-sekolah. "Anak-anak perlu diajarkan tentang budaya mereka sendiri," katanya. "Jika mereka tidak tahu tentang payung geulis, bagaimana mereka bisa menghargainya?" Dengan memasukkan payung geulis dalam kurikulum lokal, Pak Sandi yakin bahwa generasi muda akan lebih sadar dan menghargai warisan budaya mereka.

Pandemi COVID-19 membawa tantangan baru dengan penurunan penjualan hingga 90%. "Ini adalah masa yang sangat sulit bagi kami," kata Pak Sandi. "Banyak pesanan yang dibatalkan dan kami harus mengurangi produksi." Namun, dia tetap optimis. "Kami harus bertahan dan mencari cara untuk tetap relevan," tambahnya.

Untuk mengatasi dampak pandemi, Karya Utama telah berusaha untuk memperluas pasar mereka. "Kami berusaha mencari celah untuk memasuki pasar asing," jelas Pak Sandi. "Kami berharap bisa kembali merajai pasar Eropa seperti dulu." Pada era kejayaan payung geulis di tahun 1996-1997, produk ini sangat populer di Eropa. Pak Sandi berharap dapat mengulang kesuksesan tersebut dengan inovasi dan strategi pemasaran yang tepat.

Pak Sandi menyayangkan sikap generasi muda yang kurang memperhatikan dan melestarikan ikon budaya kota Tasik yang malah tergerus budaya asing. Dia berharap generasi muda dapat lebih menghargai dan mengangkat budaya tradisional. "Menjaga warisan produk budaya seperti payung geulis adalah tanggung jawab kita semua. Jangan sampai budaya kita luntur tergerus budaya asing," pesannya.

Dia juga menekankan pentingnya peran komunitas dalam menjaga warisan budaya ini. "Kami memiliki komunitas payung geulis, tetapi sayangnya tidak berjalan karena masalah internal," katanya. "Namun, saya berharap komunitas ini bisa aktif kembali dan menjadi wadah bagi para pengrajin untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun