Sabtu malam (18 Oktober 2025) di Universitas Negeri Malang (UM) diramaikan oleh panggung besar yang bukan sekadar seremoni ulang tahun kampus melainkan pertunjukan sendratari bertema "Widya Kalpika" yang menggabungkan unsur teater, tari, dan musik tradisional dalam satu panggung. Menjadi ruang di mana kampus memilih untuk berbicara lewat estetika dan nilai, bukan hanya angka dan sambutan formal.
Dari sisi visual dan produksinya, pertunjukan ini patut diacungi jempol. Tirai panggung terbuka dengan gemerlap kostum berwarna keemasan, iringan gamelan yang menyelaraskan suasana, serta perpindahan adegan yang dinamis dan dramatis. Ujar seorang penonton (Anas) "Mereka benar-benar bisa menjiwai peran yang  mereka mainkan. Kostumnya juga bagus banget, penuh warna dan kilau emas nya itu bikin kelihatan mahal." Produksi seperti ini menunjukkan bahwa kampus bisa menjadikan seni sebagai medium ekspresi yang serius, bukan hiasan semata.
Namun dalam wawancara salah satu penampil (Debora) menjelaskan "Dalam persiapan pertunjukan ini kita membutuhkan waktu sekitar 8 hari, kemudian banyak kendala juga sih, terutama pada perubahan gerakan ya. Karena banyaknya ide dari teman-teman, terus juga ada miskom sama pengiring juga waktu itu. Ada di bagian 8 kalau ga salah kita baru tahu lagunya waktu gladi kotor, dan gladi bersih pun ada beberapa part yang belum tepat sama musiknya. Tapi meski begitu, kita semua puas sih karena penonton nya banyak, dan pas tampil ternyata sesuai ekspektasi". Ujar Debora.
Penghargaan patut diberikan pada pemusik yang dengan cermat menakar tempo agar setiap adegan muncul dengan intensitas yang tepat --- ketukan gamelan yang menegangkan di saat konflik, alunan lembut saat refleksi, hingga perpindahan suara yang membantu menandai loncatan waktu atau perubahan scene.
"Widya Kalpika" adalah contoh pertunjukan yang patut dikembangkan dalam kampus. Dimana pertunjukan ini merupakan karya yang lebih dari sekadar hiburan, tetapi juga refleksi terhadap pengetahuan dan kebijaksanaan. Siapa pun yang hadir, baik sebagai penonton maupun pelaku, bisa merasakan bahwa kampus bisa berubah menjadi ruang kreatif dan budaya. Namun agar langkah ini menjadi pijakan bukan hanya sekali saja, maka perhatian terhadap ruang kreatif mahasiswa, pemahaman narasi yang luas, keseimbangan identitas institusi-seni, dan dokumentasi yang matang harus menjadi bagian dari strategi ke depan.
Semoga ke depan UM dan institusi serupa terus menumbuhkan-kan keberanian artistik, keterlibatan yang merata, dan pengalaman yang tak hanya indah dilihat, tetapi juga kaya makna dan berdampak bagi mahasiswa, kampus, dan masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI