Mohon tunggu...
Ersa FitriaMahardika
Ersa FitriaMahardika Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswi Sosiologi UNEJ

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Realisasi Program Pelatihan Kerja bagi Penyandang Difabel oleh Pemerintah

11 November 2022   09:51 Diperbarui: 11 November 2022   10:16 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekerjaan dapat dikatakan sebagai hal yang wajib didapatkan ketika seseorang beranjak dewasa untuk dapat dikatakan hidup dalam kemandirian. Tetapi mendapat pekerjaan juga tidak dapat dikatakan sebagai hal mudah apalagi dalam beberapa tahun terakhir, banyak sekali tantangan-tantangan yang muncul serta persaingan ketat di dunia pekerjaan. Mendapat pekerjaan merupakan impian semua orang tak terkecuali teman-teman difabel di dalamnya. Sama hal nya dengan yang lain, teman-teman difabel juga memiliki semangat dalam mencari pekerjaan. Stigma masyarakat yang menganggap bahwa difabel tidak membutuhkan atau memiliki semangat dalam hal apapun sangat berbeda jika dilihat dalam praktiknya. keberadaan teman-teman difabel tidak boleh dianggap sebagai beban masyarakat dengan alasan keterbatasan mereka, begitu pula dengan pemerintah yang dalam hal ini berkaitan dengan ketenagakerjaan. 

Salah satu penyandang difabel di desa Kesilir, Wuluhan yaitu Bapak Fatkur Rohman yang merupakan seorang tuna daksa. Di usianya yang mencapai 43 tahun, Pak Fatkur telah melakukan berbagai pekerjaan serta mengikuti beberapa pelatihan kerja diantaranya seperti; menjual jajanan anak sekolah, menjadi tukang jahit, mencoba ternak kelinci, berjualan tempe keliling sampai akhirnya sekarang beliau membuka tempat pangkas rambut di sebelah rumahnya. Sudah banyak pekerjaan yang dicoba oleh Pak Fatkur, pernah juga mencoba mendaftarkan diri menjadi perangkat desa namun berakhir dengan penolakan yang disebabkan persoalan fisik yang beliau miliki. 

Ketika diwawancarai, Pak Fatkur mengatakan bahwa beliau sempat mengikuti program pelatihan kerja diantaranya yaitu pelatihan menjahit dan memangkas rambut. Dalam wawancara, Fatkur(43) mengatakan bahwa "Pelatihan kerja dari pemerintah sebenarnya sudah ada kalau dari saya itu ya kursus jahit sama pangkas rambut itu, bahkan dapat disesuaikan dengan minat atau keahlian kami, ya cuma yang disayangkan setelah pelatihan seperti itu sudah tidak ada lagi kawalan untuk jenjang selanjutnya, tidak ada penyaluran kerja atau bantuan modal usaha. Sebenarnya pemerintah itu sudah bagus ya dalam memberi pelatihan-pelatihan,tapi kelemahannya itu setelah diberi pelatihan tidak diberdayagunakan".

Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa perhatian pemerintah hanyalah dalam bentuk formalitas program saja itupun tidak semua program dijalankan dengan semaksimal mungkin. Program seharusnya menjadi wadah bagi para teman-teman difabel untuk mendapatkan pekerjaan justru tidak efektif karena tidak adanya keberlanjutan didalamnya.  

Tetapi jika berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2016 Bagian Keempat Pasal 45 yang menyatakan bahwa "Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin proses rekrutmen, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan pengembangan karier yang adil dan tanpa Diskriminasi kepada Penyandang Disabilitas". Namun dilihat dalam praktiknya, pelatihan kerja untuk penyandang difabel sudah banyak dijalankan, misalnya pelatihan kerja oleh pemerintah maupun komunitas. Namun dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Memang pelatihannya telah menjangkau potensi-potensi dari difabel. Hanya saja penyaluran tenaga kerja maupun bantuan modal usaha dari pemerintah masih belum ada.

Kondisi ini selaras dengan penjelasan pada buku Sosiologi Suatu Pengantar oleh Soerjono Soekanto pada bagian peran (role) dan kedudukan. Peran disini berarti hak dan kewajiban dijalankan menurut kedudukannya. Peran dan kedudukan tidak akan bisa dipisahkan karena mereka saling berkesinambungan satu sama lain. Dalam kondisi para difabel ini tentu diperlukan peran pemerintah yang memberikan perhatian lebih selayaknya perhatian kepada masyarakat pada umumnya.

Pada dasarnya posisi pemerintah Indonesia menjadi peran (role) kepada masyarakat difabel untuk memberikan pelayanan terbaik. Namun, yang banyak dijumpai adalah pemerintah lebih mengutamakan kedudukannya, sehingga daripada lebih memberikan pelayanan, mereka lebih banyak menuntut sebuah pelayanan dari masyarakat. Menjalankan suatu peran berarti bahwa adanya rasa tanggung jawab ketika menjalankan kewajiban dan hak, yaitu kewajiban untuk lebih memberikan pelayanan yang memadai kepada difabel.

Program yang digagas oleh pemerintah memang sedikit demi sedikit mulai memperhatikan para difabel. Namun seperti yang dikatakan di atas, masih ada kesenjangan dalam proses pelaksanaan serta pendampingan setelah pelatihan. Seharusnya pemerintah melakukan pendampingan di lapangan serta bantuan usaha untuk difabel setelah pelatihan. Pemerintah perlu disadarkan mengenai peranan mereka dalam masyarakat demi mencapai tujuan bersama di bidang ketenagakerjaan untuk difabel.

Penulis: 

1.      Elli Dwi Kurnia (200910302082) 

2.      Roisatul Amalia (200910302094) 

3.      Besti Herawati (200910302102)  

Editor:

Ersa Fitria Mahardika (200910302152)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun