Ruang serba guna Bentara Budaya Jakarta banjir kata-kata. Para tamu bersama-sama mengarungi makna dari setiap diksi yang terekspresikan menjelang berbuka puasa, tepatnya pada acara Ngabubu Read Sastra Bentara #3, Kamis (13/3/2025) sore.
Guru, aktivis perempuan, karyawan, pensiunan, cerpenis, manajer, dan perupa berlayar di samudera kata. Kata-kata seakan tak ada habisnya dan terus mencari ruang untuk diekspresikan, didengar, dinikmati, direnungi, dimengerti, dan (tentu saja) diingat sebagai awal baru buat refleksi diri.
Dipandu oleh Dwina, mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta, acara berlangsung relaks, tapi sarat manfaat. Belasan karya diterbangkan dari atas panggung. Semua berisi. Ada puisi, ada nukilan cerita spiritual Islam. Ada lirik tentang ibu, pergumulan batin, dan kritik sosial, ada yang berandai-andai soal Chairil Anwar. Ada yang membawakan sajaknya sendiri, ada yang buatan orang lain.
Semua ditangkap dalam dahaga sastra setiap orang yang hadir. Â Ada yang dari Jakarta, ada yang dari luar kota.
Sastra diakui bisa menjadi pembuka jalan untuk membersihkan dunia yang (makin) kotor. Seperti diungkapkan oleh General Manager Bentara Budaya & Communication Management Kompas Gramedia Ilham Khoiri, jika politik membuat dunia menjadi kotor, karya sastra membantu membuatnya menjadi bersih, setidaknya membersihkan setiap hati yang (mau) menyimaknya dengan baik.
Acara berlangsung lancar, kendati sempat mundur dari waktu yang dijadwalkan. Ini sembari menanti tamu yang masih dalam perjalanan. Maklum, hari Kamis adalah hari kerja/sekolah. Jadi, lalu-lintas tetap tak terprediksi.
Hadir antara lain Ika W Burhan selaku Manager Bentara Budaya. Membuka acara, Ika menjelaskan bahwa ini adalah tahun ketiga Bentara Budaya menyelenggarakan acara serupa.