Mohon tunggu...
Erni Marwati
Erni Marwati Mohon Tunggu... Administrasi - -

Go Up and Never Stop

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melukis Senyum di Tanah Suci

28 Desember 2020   21:21 Diperbarui: 28 Desember 2020   21:34 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makkah, Februari 2020 - Kebahagiaan tersendiri bisa membawa kedua orang tua ke tempat ini (dokpri)

Tiga setengah tahun berlalu, Tuhan memperkenankan seorang anak petani ini lulus lebih cepat dari waktu normal dengan predikat cumlaude. Kebahagiaan terpancar dari bola mata kedua orang tuaku saat menghadiri acara wisuda hari itu. Hiruk pikuk rasa hati ini bisa membuat kedua oran tua bangga dengan prestasi anak perempuannya. 

Perjuanganku di bangku kuliah telah usai, namun sejarah baru kembali dimulai. Berbekal ilmu dan kompetensi yang kumiliki, sebulan setelah wisuda aku berhasil diterima bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Sudah saatnya aku membalas pengorbanan orang tuaku, meskipun sebanyak apapun yang kuberikan tak kan bisa membalas ketulusan yang selama ini mereka lakukan.

Gaji yang kuterima tiap bulan kusisihkan sebagian untuk mengangsur hutang-hutang bapakku, sisanya baru kupakai untuk biaya kost dan biaya hidup. Maklum, saat aku dan kakakku masih kuliah, bapakku terpaksa berhutang di beberapa bank dan koperasi dengan total hutang yang lumayan tinggi, hingga makan waktu satu setengah tahun lamanya hutang beserta bunganya itu baru berhasil kulunasi.

Bahagia sekali rasanya saat itu, setidaknya aku bisa sedikit membuat kedua orang tuaku tersenyum, karena rasa-rasanya baru kali itu mereka merasakan hidup tanpa jeratan hutang yang bunganya cukup mencekik leher.

Setelah semua hutang lunas, aku melanjutkan mimpi berikutnya yakni renovasi rumah. Selama ini kami bertahan dengan kondisi rumah yang belum bisa dibilang layak. Kembali aku menyisihkan gajiku untuk membangun kamar mandi, toilet, renovasi lantai dan eternit. Segala upaya kulakukan demi bisa mewujudkan senyum mereka, punya tempat tinggal yang layak. Mereka tak perlu tahu apapun problematika yang kualami selama aku di perantauan.

Dengan ijin Tuhan, baktiku kepada keluarga satu per satu bisa tercapai. Namun pikiranku selalu terusik dengan keinginan kedua orang tuaku yang belum sempat kuwujudkan, sebuah kebahagiaan terbesar mereka yakni bisa menjalakan ibadah haji.

Memang, mereka tak pernah sekalipun memintaku untuk bisa mewujudkannya, namun aku bertekad untuk berusaha semaksimal mungkin agar mimpi itu bisa terwujud. Itulah alasan terkuatku untuk memutuskan untuk pindah bekerja di perusahaan lain agar salary yang kudapat lebih besar sehingga bisa menabung lebih banyak lagi.

Tak mudah memang untuk beradaptasi di tempat kerjaku yang baru, mulai dari jam kerja yang tak tentu (lebih sering pulang diatas jam 11 malam), turnover karyawan yang sangat tinggi sehingga berdampak pada kekompakan team, sampai dengan karakter atasan yang sering membuatku makin menggebu-gebu untuk memutuskan resign.

Saat pikiran ini dipenuhi dengan keinginan untuk menyerah, sekuat tenaga aku menguatkan dan meyakinkan diri bahwa aku bisa melewati semua ketidaknyamanan ini, demi bisa mewujudkan impian orang tuaku. Berat memang, tapi semua tetap harus dijalani. 

Menginjak bulan kedelapan, Tuhan ternyata memberikan jalan lain. Jam kerja melebihi batas normal setiap hari membuat kondisi fisikku tak mendukung. Aku kena typus sehingga membuatku opname di Rumah Sakit dan menjalani masa recovery yang cukup lama.

Karena kondisiku yang sudah tidak memungkinkan lagi, akhirnya aku putuskan untuk resign, pulang ke kampung halaman dan bekerja di perusahaan yang memang saat itu sedang membutuhkan tenaga kerja, meskipun dengan konsekuensi salary yang jauh dari yang kudapat selama bekerja di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun