Yogyakarta bukan sekadar kota pelajar. Ia adalah tempat di mana banyak perantau menemukan kenyamanan, kehangatan, dan rumah yang baru. Salah satu kisahnya datang dari seorang mahasiswa asal Sumatera bernama Aqzal. Datang ke Jogja untuk menempuh pendidikan tinggi, Aqzal tidak hanya mendapatkan ilmu, tetapi juga pengalaman hidup yang mendalam dan rasa keterikatan yang kuat dengan kota ini.
Aku pertama kali mengenal Aqzal saat ia baru beberapa bulan tinggal di Jogja. Ia bercerita dengan semangat tentang betapa asingnya kota ini di awal, namun perlahan menjadi tempat yang membuatnya betah dan enggan cepat-cepat pulang.
Dari Bingung Menjadi Terpesona
"Awalnya aku agak kaget," kata Aqzal membuka percakapan saat kami duduk santai di salah satu angkringan dekat Tugu Jogja. "Aku terbiasa hidup dengan ritme cepat di Sumatera. Di sini, semuanya terasa lambat, tenang, dan orang-orangnya sopan-sopan. Tapi justru itu yang bikin aku jadi nyaman."
Saat tiba pertama kali, Aqzal sempat kesulitan mencari kos, beradaptasi dengan makanan, hingga menyesuaikan diri dengan budaya lokal. Namun perjumpaannya dengan Malioboro mengubah pandangannya terhadap Jogja.
"Malioboro itu tempat pertama yang bikin aku jatuh hati. Di sana aku merasa diterima. Ramai, tapi tetap ramah. Aku suka duduk sendiri di pinggir jalan, dengerin musisi jalanan, atau ngobrol sama pedagang. Rasanya kayak lagi di dunia yang beda, tapi menenangkan."
Wawancara Singkat :Â
Apa yang membuatmu merasa nyaman di Jogja?
"Susah dijelaskan. Tapi suasananya itu, loh. Jogja nggak pernah bikin aku merasa asing. Orang-orangnya nyapa, ngajak ngobrol, bahkan tukang becak pun mau cerita banyak. Aku merasa dihargai sebagai manusia, bukan cuma mahasiswa atau orang luar."
Apa tempat favoritmu selain Malioboro?