Mohon tunggu...
Muhammad Ermiel Zulfikar
Muhammad Ermiel Zulfikar Mohon Tunggu... -

Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Gengsi dan Kemacetan di Jakarta

1 Oktober 2016   19:07 Diperbarui: 1 Oktober 2016   19:10 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Gengsi Dong. Itulah penggalan kalimat yang sering ada di benak seseorang untuk menjaga harga diri dan eksistensinya. Gengsi memang hanyalah sebuah kata, tapi dibalik kata tersebut memiliki dampak terhadap kemacetan yang terjadi di ibu kota Jakarta saat ini.

Kenapa gengsi merupakan salah satu penyebab dibalik kemacetan Ibu kota Jakarta saat ini? Coba kita lihat disetiap titik kemacetan, pasti antrian kendaraan didominasi oleh kendaraan pribadi. Disetiap antrian-antrian tersebut, tak jarang kita akan melihat didalam kendaraan pribadi hanya terdapat satu orang penumpang sekaligus merangkap menjadi pengemudinya. Masyarakat perkotaan memiliki karakter gaya hidup metropolitan. Kendaraan pribadi menjadi salah satu kebutuhan primer baginya. Pergerakan atau mobilitasnya mengandalkan kendaraan pribadi yang dimiliki.

  • Minimnya Pembangunan jalan

Banyak masyarakat di Ibu kota mengeluhkan penyebab kemacetan yang terjadi adalah karena kondisi jalan yang kecil, sehingga jalan tersebut tidak dapat menampung volume kendaraan yang berada di jalan. Tetapi, ada fakta menarik yang saya temukan. Pelebaran jalan yang dilakukan pemerintah selama ini dibarengi dengan pertumbuhan kendaraan pribadi di jalan raya. Dalam arti lain, semakin tinggi pemerintah membangun jalan maka semakin tinggi pertumbuhan masyarakat yang membawa kendaraan. Pelebaran jalan yang seharusnya untuk mengurai kemacetan, malah menaikkan sifat konsumtif masyarakat terhadap pembelian kendaraan.

  • Lebih praktis dengan kendaraan pribadi

Mungkin ini salah satu alasan penunjang kegengsian masyarakat ibu kota Jakarta. Dengan kendaraan pribadi anda tidak perlu berjalan untuk keluar gang perumahan dengan berjalan kaki untuk naik kendaraan umum. tetapi jika saat kemacetan terjadi, ternyata praktis tersebut tidaklah menjadi prakitis. Belum lagi pada saat kemacetan kondisi bahan bakar yang tipis dan harus segera mengisi kembali bahan bakar, pada saat ingin mengisi bahan bakar ternyata terjadi antrian yang membuat kendaraan kehabisan bahan bakar duluan. Lalu sang pemilik harus mendorong kendaraannya untuk sampai ke tempat pengisian bahan bakar. Setelah selesai mengisi bahan bakar dan sampai tempat tujuan, ternyata parkiran kendaraan penuh sehingga membuat pemiliknya bingung mau memarkirkan kendaraanya dimana.

Saya mendapat cerita dari salah satu teman saya yang sedang melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi swasta di jakarta. Jarak tempat kost dia dengan kampus dapat ditempuh dengan berjalan kaki kurang lebih menghabisakan waktu 15 menit. Secara logika, jika ia menggunakan kendaraan pribadinya maka lebih sedikit menghabiskan waktu tempuh untuk sampai ke kampus dari tempat kostnya dibandingkan dengan berjalan kaki. Faktanya, dengan ia membawa kendaraan pribadi, butuh waktu 2 jam untuk sampai di kampusnya dari tempat kost karena macet. Lagi-lagi logika dikalahkan dengan macet.

  • Lebih nyaman dibandingkan dengan kendaraan umum

Kalo untuk yang satu ini masih bisa dikatakan 100% benar untuk fasilitas yang disediakan antara kendaraan pribadi dengan kendaraan umum. Memang benar, masih banyaknya kendaraan umum yang sudah tidak layak pakai membuat daya tarik masyarakat untuk mengunakan kendaraan umum berkurang, masih banyaknya praktik pencurian dan penipuan didalam kendaraan umum juga ditenggarai berkurangnya minat masyarakat untuk menggunakan kendaraan umum. Ditambah dengan kemudahan yang diberikan saat ini untuk membeli kendaraan pribadi, semakin rendahlah pamor kendaraan umum dimata masyarakat.

Dari segi psikologis, ternyata tidak selamanya kendaraan pribadi lebih nyaman. Menurut studi yang dipimpin oleh Profesor Psikologi dan Perilaku Sosial, Susan Charles, kekesalan yang dihadapi setiap hari akibat terjebak macet dapat menumpuk terus-menerus dan menyebabkan masalah kejiwaan di kemudian hari. “Bagaimana kita mengatur emosi dalam menghadapi persoalan sehari-hari berpengaruh pada kesehatan jiwa kita. Kita sangat fokus pada tujuan jangka panjang sehingga melupakan pentingnya mengatur emosi kita” kata Charles.

Pemerintah ibu kota Jakarta tentu tidak diam saja atas masalah kemacetan yang terjadi di daerahnya. Berbagai peraturan dan kebijakan dilakukan untuk mereduksi timbulnya kemacetan. Seperti pembelian bus untuk kendaraan umum yang memiliki tingkat kenyamanan serta keamanan setara dengan kendaraan pribadi, pembangunan trasportasi seperti mrt yang semoga saja cepat pembangunannya, dan krl yang mulai diperbaiki kondisi fisik serta sistem keberangkatannya. Sementara saran untuk pemerintah kedepannya, kondisi transportasi umum di perkotaan jarang diperhatikan. Untuk apa beli mahal-mahal jika selanjutnya tidak ada perawatan secara berkala untuk kendaraan umum. Sungguh pantas jika masyarakat perkotaan lebih memilih kendaraan pribadi karena kondisinya nyaman. Pengawasan terhadap angkutan umum perkotaan yang ngetem sembarangan, memaksa kapasitas penumpang, dan kondisi kendaraan yang sudah tua atau tidak layak jalan masih minim sehingga masyarakat yang kondisinya kurang beruntung yang menjadi korbannya.

Kemacetan juga akan menjadi masalah yang berlarut-larut ketika gengsi masyarakat masih tinggi. Pergunakanlah kendaraan pribadi secara bijak dan sesuai kebutuhan. Status sosial anda tidak akan berkurang hanya karena anda menggunakan kendaraan umum, malahan dengan anda menggunakan kendaraan umum anda bisa hidup bersosial dan pencemaran lingkungan akibat dari sisa buangan bahan bakar berkurang dan jalan tidak penuh dengan kendaraan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun