Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Filsuf Tergoda dengan Kritisisme

7 Februari 2024   13:43 Diperbarui: 26 Februari 2024   16:30 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep dan kontemplasi itulah sumber permasalahan. Kalau keduanya tidak menjadi titik permasalahan yang diajukan oleh filsuf membuat dunia hanya dijejali dengan jawaban-jawaban yang sudah bocor sebelum ada pertanyaan. Filsuf mungkin mempermasalahkan jawaban atas pertanyaan. 

Taruhlah misalnya, mengapa si anu ingin berkuasa dan motif apa yang membuat si anu cenderung mempertahankan kuasa. Padahal, dia berkuasa karena dipilih oleh pemilih yang berhak memilihnya melalui suara dukungan.

Mereka yang berkedok kebenaran di balik istana tidak lebih dari kuasa yang kehilangan kontrol dan wibawa karena hasrat untuk berkuasa seakan menerkam semua para penentang dirinya. Tampilnya para filsuf lantaran dipaksa oleh zaman.

Berkat gairah pikiran, maka filsuf maju selangkah ke depan untuk mengecam rezim kuasa yang kebangetan. Para filsuf bangkit dari tidurnya yang terlelap sembari tetap awas dan jeli melihat "jebakan Batman" yang dipasang oleh kuasa melalui kaki tangannya.

Hasrat untuk pengetahuan bersama kebenaran yang menggoda filsuf di seberang sini dan hasrat untuk berkuasa sedang berkobar-kobar yang menawan tuan-tuan di ujung sana. 

Tetapi, filsuf tampil bukan untuk meratapi masa depan manusia, melainkan enggannya seseorang untuk berkontemplasi. 


Bagaimana caranya? Mengetahui dan memahami peristiwa apa yang terjadi dengan saling-silang antara pikiran dan hasrat, yang melibatkan tubuh diantara keduanya.

Belum lagi segerombol pertanyaan dan hal tersebut tidak harus dijawab filsuf. Kita memilih pertanyaan yang relevan antara relasi kuasa dan filsuf. 

Saat ini, pertanyaan seputar keberadaan filsuf tidak mudah melepaskan dirinya dengan tanda kuasa. Lalu, mengapa filsuf dengan sivitas akademikanya berkesan lebih dekat pada mimpi kesiangan daripada kampus-kampus lebih dahulu bersuara kritis.

Berita yang beredar mengatakan, ada ratusan sivitas akademika Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi yang menyuarakan nurani dan nalar kritis atas kuasa negara di bawah pemerintahan Jokowi, yang dinilai telah melempeng dari konstitusi dan mengembosi nilai kenegarawanan. Pentolan filsuf yang hadir, diantaranya Franz Magnis Suseno. Entahlah, apakah mereka akan menuliskan tentang asal muasal kuasa? 

Kita hanya menunggu waktu akan berbicara saat tersedia ironi dan fantasi di balik kuasa. Rakyat kecil hanya merem karena tidak ambil pusing apa yang terjadi di tingkat atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun