Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kuasa atas Tubuh

22 Juni 2023   20:51 Diperbarui: 9 Januari 2024   13:37 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuasa atas Tubuh melalui Rutan-Penjara KPK  (Sumber gambar: detik.com)

Belum tuntas yang satu, katakanlah, operasi tangkap tangan (OTT), muncul lagi kasus dugaan pungli. Jika "tipe ideal" ala Max Weber yang kita cari, KPK yang merepresentasikan pemberantasan pungli. Bukan sembarang lembaga yang terduga pungli mencuat saat ini. Satu sisi, KPK termasuk Rutan sebagai bagian dari pembentukan mekanisme disiplin atas tahanan. Kuasa disipliner yang dijalankan oleh Rutan KPK. Bersama aparat atau pegawai, Rutan KPK sebagai instrumen kuasa atas tubuh. Michel Foucault (Discipline and Punish: The Birth of the Prison, 1995) yang mengulik hubungan antara kuasa atas tubuh dengan mekanisme disiplin, khususnya dalam konteks Rutan KPK. 

Tubuh tahananlah yang dikontrol dan disiplinkan oleh kuasa Rutan atau penjara. Para tahanan bukan disiksa, tetapi dilatih dan diawasi. Muncul perkara berikutnya, dugaan pungli berupa uang sebagai tubuh. 

Kini, tubuh dalam pengertian luas. Nah, perkara lain, oknum pegawai yang terduga pelaku pungli dari Rutan KPK. Semestinya, pegawai Rutan KPK juga menjadi pihak yang disiplinkan atau dikontrol. Di situlah kuasa atas tubuh tidak hanya berlaku pada seluruh tahanan, tetapi juga setiap pegawai Rutan KPK. 

Saya yakin tidak ada yang bisa menjamin pegawai atau aparat kuasa atas tubuh bersih dari praktik pungli. Ada saja orang di zaman ini mencari cuan dengan jalan terang-terangan, abu-abu, dan sembunyi.

Kuasa atas tubuh tahanan tidak menutup kemungkinan untuk diberlakuan pula mekanisme disiplin terhadap pegawai Rutan KPK. Karena kasus demi kasus dugaan pungli bisa merebak, maka mekanisme disiplin dalam kuasa atas tubuh melalui Rutan KPK nanti dikembangkan pada pegawai atau aparat penegak hukum lainnya. 

Jika kita serius, praktik pungli biar sejengkal demi sejengkal dapat kita cegah. Selama pungli masih tetap sebagai penyakit, maka masyarakat akan menolak kehadirannya.

Mekanisme pengawasan dalam kuasa atas tubuh pihak terduga pungli dialihkan pada celah-celah dan pemancing adanya prilaku koruptif. Teknologi baru dan lebih maju mengubah cara berpikir dan siasat bagi otak jalan pintas. Tidak berniat saja untuk melakukan yang hal-hal yang menjatuhkan martabat diri, itu belum cukup. Masih ada faktor pemicu lainnya. Faktor lainnya, yaitu kesempatan dan tahu caranya. Oknum yang terduga melakukan pemungutan seperti yang terjadi di Rutan KPK punya akal bulus dengan tahanan. 

Terdengar kabar, bahwa pihak yang terduga melakukan pungli melibatkan banyak pegawai Rutan KPK. Ingin ditaruh kemana muka mereka? Wibawa dan harga diri aparat kuasa atas tubuh atau kuasa disipliner bisa merosot gara-gara dugaan pungli. Jelas, kepercayaan publik terhadap lembaga rasuah ikut anjlok. Jika kepercayaan sudah hancur, lantas cara bagaimana lagi untuk memulihkannya? 

Pasalnya, tidak seenteng membangun kepercayaan, ketimbang dengan sebuah gedung Merah Putih KPK. Kita juga tahu, gungsi KPK seperti intelijen, pencegahan, penindakan, dan yustisi sudah ditempuh untuk menanggulangi praktik pungli. 

Tetapi, jika hanya memenuhi fungsi untuk menggugurkan kewajiban, apalagi sekadar yel-yel lucu bakal menjadi "angin surga" bagi "spesies" pelaku pungli. Kita patut "berterima kasih" dengan adanya dugaan pungli karena akan membuat lembaga anti rasuha kebih waspada terhadap pungli di sekitarnya.

Fenomena pungli sudah mengarah pada struktur permasalahan tunggal alias tidak berdiri sendiri. Pungli di antara godaan, kesejahteraan, integritas, disiplin, kenikmatan, kejahatan kreatif, dan hukum. Syahdan, ia sama tuanya dengan korupsi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun