Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pertukaran, Metamorfosis, dan Buruh

1 Mei 2023   09:05 Diperbarui: 30 Maret 2024   23:16 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1 Mei, Hari Buruh Internasional (Sumber gambar: kompas.com)

Menurut teori, bahwa buruh atau tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi. Sejak sistem pengetahuan manusia mengenai relasi antara produksi ekonomi dan buruh mendapat perhatian yang cukup serius. 

Terutama analisis dari para kritikus kapitalisme neoliberal yang memandang buruh yang dikuasai secara penuh oleh modal. 

Kini, buruh menjadi "agen ritualitas" dalam produksi yang mendorong pertumbuhan ekonomi (kecenderungan kuat di Indonesia sebagai bagian dari negara-negara berkembang). 

Pada satu pihak, orang-orang memahami buruh hanyalah sebagai bagian dari proses kegiatan ekonomi. Di pihak lain berpandangan, kapitalisme dibentuk berdasarkan tenaga kerja dan modal.

Suatu hal yang tidak terhindarkan dalam model masyarakat industri dan pascaindustri adalah pembagian kerja dan spesialisasi. 

Pembagian kerja dan spesialisasi menuntut tenaga kerja untuk mengorganisasikan dirinya dengan menggunakan jaringan sumberdaya yang tersedia secara efektif. 

Setelah menerobos nilai surplus buruh dan nilai dalam proses, modal menjadi bertukar dan berubah tatkala uang "memperanakkan" uang. Begitu pentingnya buruh dan peran-perannya dalam pembangunan. Buruhlah yang berkonstribusi besar dalam pembangunan kota dan desa.

Kadangkala, kaum buruh tidak sanggup dinilai dengan uang. Taruhlah misalnya, upah yang layak bagi kehidupannya. 

Berapapun banyaknya, buruh tidak menuntut apa-apa kecuali nilai-nilai kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi harkat martabatnya. Mereka juga berhasrat untuk hidup layak di tengah-tengah kehidupan yang sama cita-citanya, sekalipun jalan yang berbeda dan masih menjadi korban dari produksi.

Berdasarkan pengetahuan mutakhir, dalam perjalanan yang panjang sebagai sebuah sistem (tanda, kode), kapitalisme bersumber dari energinya sendiri, bukan pada kekuatan buruh. Pada dasarnya, buruh lebih sering memperhatikan hak-hak normatifnya sejenis upah yang layak baginya, dibandingkan penyesuaian mekanisme pasar berdasarkan upah yang sangat besar dan fleksibilitas harga memungkinkan dan berkelanjutan yang berlindung dibelakang alasan ekonomi dan politik. 

Sementara, pasar barang dan tenaga kerja sungguh-sungguh dituntut berdaya saing, sehingga kegiatan ekonomi diharapkan berjalan secara fleksibel. 

Saat penawaran menyerbu dan pengangguran membengkak, harga dan upah turut jatuh. Tidak sulit bagi kita untuk mengatakan, produksi memerlukan pemasaran dan karena itu juga memerlukan daya beli melalui uang.

Uang, seperti sering dipahami dalam pemikiran Klasik, yang pada kenyataannya tidak dapat merepresentasikan kekayaan berupa uang tanpa kuasa regulatif telah dimodifikasi. 

Berdasarkan waktu, apakah argumen yang spontan mengalami keruntuhan pertamanya, yaitu kemampuannya untuk merepresentasikan kekayaan menjadikan buruh lebih menikmatinya sebagai bagian dari warga masyarakat? Apakah kebijakan dan langkah-langkah yang nyata dari pemerintah tetap menjaga representatifitas uang bersifat konstan? 

Kekayaan dari uang yang merepresentasikan atau tidak ditata ulang dalam kerangka epistemik dengan diskursus kesejahteraan.

Adam Smith menganalisis tentang pembagian kerja, asal-usul, dan kegunaan uang dalam The Wealth of Nation, Volume I (1960 : 19-25) ditakdirkan untuk tidak membungkam jaringan modal sekaligus jaringan sirkulasi. Uang sebagai nilai tiba-tiba menghilang dalam substansi dirinya yang tidak bebas yang diberkahi dengan pergerakannnya sendiri. Tidak dapat dipungkiri, bahwa fungsi waktu dalam kekayaan lainnya semestinya sejalan dengan uang yang dibatasi (seperti yang terjadi pada akhir abad ke-17) sebagai sebuah perjanjian dan terasimilasikan dalam piutang. Uang membayangi kredit bank. 

Lalu, ia menjadi penting bagi durasi piutang. Kecepatan dengan mana pembayaran kembali akan dilakukan dari sejumlah tangan. 

Aliran uang akan berputar dalam waktu-waktu tertentu layaknya menjadi variabel karakteristik dari kekuatan representatifnya. Pada suatu kasus tertentu, buruh terpaksa mengambil uang kredit, disaat ada perusahaan dimana mereka bekerja memerosotkan permintaan dan menurunkan produksinya.

Namun demikian, semuanya itu termasuk buruh menghadapi konsekuensi sebagai bentuk refleksi yang menempatkan tanda-tanda moneter (aliran uang sesuai dengan aliran buruh). Dalam hubungannya dengan kekayaan dan dalam satu representasi uang dalam pengertiannya dengan kekayaan yang dapat diukur melalui tenaga kerja.

Pergerakan nilai uang yang menghilang dalam substansinya sendiri, dimana uang dan komoditas tidak lagi diasumsikan dan dilepas secara bersamaan. Lebih dari itu, alih-alih sekadar merepresentasikan relasi komoditas yang tidak memasuki dunia yang lain, kecuali dunia buruh. 

Pertukaran uang dan komoditas muncul dan lenyap dalam relasinya sendiri. Keduanya dalam perbedaan dirinya sebagai nilai asli, dari dirinya sendiri untuk mencoba keluar nilai-lebih buruh. 

Nilai uang yang mengalir keluar yang tidak asli dan berberkah membuat buruh sebagai ayah bagi keluarganya akan membebaskan dirinya dari perangkap nilai lebih dari US 300 Dolar. Selain itu, mandulnya uang, akhirnya ia tidak mampu berputar secara merata dalam kehidupan buruh.

Dalam pemikiran Modern, kita akan mempelajari kembali konsep tentang uang. Kita menemukan, sekali lagi mencium aroma metafora lama tentang uang logam. Selanjutnya, uang kertas laksana "uang merupakan darah" (blood-money) mengalir dalam "tubuh" yang bernama "masyarakat." Kedudukan buruh diletakkan pada garis kedua bahkan bagian paling bawah dari sebuah piramida masyarakat modern. 

Pertukaran dan metamorfosis dalam masyarakat maju dapat menandakan uang. "Tubuh modal-uang" (tubuh dalam pemngertian luas) yang tertanam tidak bisa dipisahkan dengan "tubuh sosial." Aliran produksi dan sirkulasi modal-uang bergerak kemana-mana, seperti "darah" dengan segala pertumbuhan dan pengurangannya. Di bawah rezim diskursus kapitalisme global, dimana modal menjadi "tubuh tanpa organ" dari kaum kapitalis (Gilles Deleuze dan Felix Guattari, 1983 : 10). 

Sebagian pandangan dari ahli mengatakan, bahwa mata uang tidak memiliki peran yang lain lagi selain menghidupi bagian-bagian yang beragam dari negara (mesin uang terjalin antara mesin produksi ekonomi-tenaga kerja dan mesin negara). Relasi antara produksi mesin uang, mesin ekonomi dan mesin negara bertugas bagaimana proses distribusi atau sirkulasi uang dapat mengalir hingga ke tubuh buruh.

Kenyataannya, buruh justeru dikuras, dikendalikan, dan diprogram oleh mesin kuasa negara bersama mesin kapitalis (hal ini sudah "dibedah" oleh Herbert Marcuse sebagai salah dedengkot Mazhab Frankfurt) yang berlindung di balik rasionalitas pasar dengan cara merahi laba setinggi-tinggi berdasarkan ukuran modal-uang disertai dengan biaya serendah-rendahnya. 

Kita masih menyaksikan pertukaran yang tidak seimbang, yaitu nilai surplus dibentuk oleh tenaga kerja, tetapi pencapaian laba mengalir ke perusahaan. Darah bernama uang tersebut boleh jadi akan mengalami proses penyumbatan hingga ke "leher" kaum buruh. Kecuali mungkin pengusaha menjadi bagian dari masyarakat secara utuh sebagaimana kata-kata saling mendukung dengan kata-kata lainnya dan sumbu-sumbu saling menjalin dengan sumbu-sumbu baru, yaitu jaringan politik dan bisnis.

Pertukaran yang terbuka dan heterogen ditopang dengan proses produksi barang maupun jasa dan sirkulasi uang secara kreatif dan cair akan kembali "mengalir" dalam masyarakat. Upah buruh sebagaimana telah diutarakan sebelumnya sebagai nilai tanda dari darah-uang.

Secara khusus, buruh masih terus bergumul dalam sektor industri dan sektor modern lainnya berbeda dengan permasalahan yang dihadapi oleh buruh di sektor pertanian dengan nilai tukar dalam bentuk uang dan barang hasil produksi yang selalu menurun, jika dibandingkan dengan nilai sektor lainnya. 

Suatu hal menarik, saat buruh yang memproduksi barang, mereka pula akan membelinya dengan satu syarat produksi barang mengalami peningkatan. 

Tidak berarti buruh dianggap makhluk membeku secara esensial tatkala kekuatan uang mampu mencairkan sesuatu yang membeku. Memang, uang dengan esensinya sendiri dan manusia-buruh dengan esensinya sendiri. 

Sudah bukan rahasia, negara-negara berkembang dengan permasalahan pertumbuhan semakin lambat.

Ditambah lagi, rendahnya kualitas produk dan lambatnya pengiriman produk ke konsumen telah menjadi penyebab sektor pertanian menjadi sektor yang akan dimulai ditinggalkan banyak orang akibat dari rendahnya nilai tukar sekaligus nilai tambah. Dalam gambaran lebih sederhana, kaum buruh dalam kehidupan di sektor pertanian terjadi proses produksi dan pertukaran. 

Sebagai akibat dari produksi padi mengalami peningkatan, buruh tani cenderung memiliki daya beli yang lebih besar. Apa yang mendorong buruh tani diantaranya membelanjakan untuk membeli traktor tangan.

Dari dampak lanjut tersebut, berarti terdapat peningkatan permintaan terhadap traktor tangan. Industri yang memproduksi traktor tangan tersebut mengalami peningkatan omzet. Sebagai akibat berikutnya, gaji tenaga kerja pada pabrik industri traktor tangan dinaikkan.

Karena gaji dinaikkan, maka para karyawan industri tersebut akan memilih keinginan membelanjakan untuk berbagai barang, misalnya alat tulis dan pakaian sekolah anak-anaknya. Dampaknya, kalangan pabrik industri pulpen, maka buku dan/atau tekstil cenderung mengalami peningkatan permintaan dan menaikkan produksinya. 

Begitulah selanjutnya yang dirangkum secara keseluruhan menunjukkan perekonomian mengalami pertumbuhan dan di sana pun tanda darah-uang "mengalir" dalam masyarakat. Bisa dikatakan, bahwa darah-uang mengalir tanpa batas, sehingga alirannya pun melampaui esensi materi yang dimiliki.

Saat ini, uang dan kekayaan termasuk dalam tanda pertukaran dan wilayah sirkulasi, dimana moneterisme bisa menyesuaikan analisisnya dalam istilah yang belakangan disediakan oleh para ekonom mumpuni. 

Tetapi, dalam persfektif Foucaldian, pada seluruh peristiwa terutama dalam transaksi keuangan secara resmi hanyalah kewenangan negara saja yang dapat memberikan padanya mata uang dan mendistribusikan kembali di antara orang-orang secara pribadi ataupun kolektif seperti buruh (dalam bentuk gaji, pensiun atau renumerasi bagi ketetapan dibuat oleh negara). Uang akan merangsang perjalanan terpenting, penukaran kekayaan, jasa, perdagangan, industri, dan pertanian menjadi lapangan usaha bagi tenaga kerja untuk meningkatkan produksi sektor tersebut.

Singkat kata, setelah produksi, sirkulasi atau distribusi menjadi salah satu kategori analisis yang mendasar dalam relasi antara buruh secara khusus dan masyarakat secara umum dan modal-uang. Uang hanyalah tanda dari kekayaan atau kemakmuran atau uang bukan tanda, melainkan ukuran umum dari barang dagangan dan jasa. Kita akan mengatakan uang adalah suatu kesepakatan, tidak lebih dari persetujuan umum yang diterima. 

Karena itu, ia menjadi fiksi murni. Uang mungkin dengan sirkulasi darinya tidak sebesar produksi hasrat. Produksi ekonomi bersama produksi sosial. Hasrat buruh untuk uang demi kehidupannya.

Sebagaimana diketahui, sebelum konsumsi mencapai puncak kejayaannya, segalanya adalah produksi. Segalanya adalah mesin. Berkembangnya jumlah produksi pada abad ke-19 meminta tiga korban: alam, tanah jajahan, dan buruh (seringkali pula penganggur atau kaum pinggiran) di negeri kita.

Tetapi, di era digital memakan empat korban, yaitu (i) alam; (ii) privatisasi; (iii) masyarakat informasi; dan (iv) tenaga kerja. Di negara-negara industri maju, dimana standar hidup sebagian besar masyarakat telah cukup tinggi, pada saat ini tinggal dua korban: (i) alam dan (ii) Dunia Ketiga, Global Selatan. Mereka masih dan sedang berada dalam proses penjajahan ekonomi alias di bawah bayang-bayang ekonomi kapitalisme global. 

Dalam hubungannya dengan sebuah sistem (tanda, kode), kapitalisme bersumber pada energinya sendiri, bukan pada kekuatan buruh, yaitu secara fisik (sistem tersebut tidaklah terisolasi). Sebagai subyek, kapitalisme mendapatkan kekuatannya dari gagasan dan hasrat tanpa akhir. Ia bisa muncul dalam kehidupan dan pemikiran yang sekarang sebagai model yang ditiru oleh Global Selatan.

Kelahiran buruh adalah kelahiran nalar sekaligus kelahiran hasrat. Mereka datang dari logika, bahasa, dan jalannya sejarah itu sendiri. Jean Francois Lyotard dalam The Posmodern Condition: A Report on Knowledge telah mengumandangkan pudarnya narasi besar: kapitalisme dan sosialisme sama saja. "Naras besar kehilangan kredibilitasnya," kata Lyotard (1984 : 37).  

Untuk alasan itulah, buruh menjadi manusia seperti lainnya dikontrol oleh kuasa negara bersama pengusaha. Mereka diinternalisasikan bukan hanya korban citra, tetapi lebih mentransformasikan dirinya sendiri dalam citra dengan produksi yang melimpah-ruah. 

Perjuangan buruh melawan pemilik perusahaan telah direduksi menjadi perjuangan simbolik untuk memperoleh pekerjaan dan upah serta kondisi kerja yang lebih layak bagi kehidupan. Sebuah Sistem seperti itu tidak dipertanyakan lagi. 

Rantai ketergantungan dari buruh terhadap modal betul-betul memperkuat dominasi modal pada buruh itu sendiri. 

Buruh yang pada akhirnya berada dalam proses deteritorialisasi (tidak memiliki tempat) berdasarkan, yaitu (i) privatisasi tanah; (ii) penciptaan instrumen produksi; (iii) hilangnya makna konsumsi melalui pemutusan ikatan keluarga dan perusahaan; dan (iv) belas kasih pekerjaan dirinya sendiri.

Langkah berikut dalam proses "kemajuan" sepanjang semangat "produktivisme" akan mirip dengan kemajuan penduduk pasca Perang Dingin (terutama eks Eropa Timur, Rusia dan bahkan RRC) dan Dunia Ketiga terutama melalui barang komoditas. 

Tetapi, alam, bagaimanapun juga tidak akan dapat bertahan hidup. Buktinya, alam tidak akan bisa bertahan dengan beban yang ditimpakan di atasnya oleh negara-negara kapitalis maju dan negara-negara industri baru.

Sementara, perusahaan besar dan multinasional nampak sedang mempelopori perubahan aliran bunga utang dari Selatan (termasuk Indonesia) ke Utara. Produksi memerlukan penjualan-pemasaran dan karena itu juga memerlukan daya beli sebagaimana telah kita ketahui.

Mimpi utopia dari buruh untuk lebih banyak bantuan dari Utara ke Selatan (baik secara suka rela maupun yang dipaksakan) melalui perdagangan dan "pinjaman-utang luar negeri" sekaligus memperpanjang kisah kaum buruh dalam perangkap korban modal-uang. 

Paling tidak, buruh di bawah bayang-bayang kemiskinan menemukan dirinya sendiri yang diproduksi oleh dua hal: (i) eksploitasi dan (ii) marjinalisasi atau ketergantungan. Harus juga diakui bahwa kontradiksi mendasar sedang terjadi melalui cara produksi kapitalis dalam relasi simbolik antara "Utara" dan "Selatan." 

Bahasa politik tubuh melalui buruh di negara-negera berkembang dan terkebelakang menjadi "korban imajinasi revolusioner" justeru menciptakan ketergantungan pada "Kapitalisme Dunia yang Terintegrasi" (pelajaran bagi relasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah). Bayangkan apa yang bakal buruh perjuangkan sebagai korban apabila "kue nasional" tidak bisa diperbesar lagi atau bahkan harus diperkecil.

Belum lagi obrolan tentang undang-undang cipta kerja begitu kompleks permasalahannya. Buruh mau atau tidak mau berhadapan dengan pasar kompetitif. Seleksi alam akan berlaku dalam dunia pasar kerja. 

Siapa buruh yang berdaya saing tinggi, mereka akan bertahan hidup dan menuju hidup sejahtera. Sebaliknya, buruh yang memiliki keterampilan di bawah pas-pasan akan digilas oleh roda produksi global. 

Keadaan yang demikian bukan berarti buruh begitu enteng dipermainkan. Hak-hak mereka dikebiri di era pasar bebas. Buruh berhadapan dengan tuntutan antara pekerjan profesional dan pekerjaan serabutan atau manual. Akhirnya, 'Hari Buruh' adalah hari-hari biasa saja. Hari yang tidak istimewa. Mereka belum menemukan "hari luar biasa" (di negeri kita).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun