Mohon tunggu...
Erma Mardiyyah
Erma Mardiyyah Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pecinta Baca

Seorang Guru di rumah dan di sekolah. Berharap untuk bisa menjadi bagian dari umat terbaik dengan terus belajar dan berdakwah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wajib, Why?

5 Mei 2022   21:12 Diperbarui: 5 Mei 2022   21:26 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin kepatuhan kita didasarkan pada keterpaksaan, namun secara moral kita sadar diri karena berada pada posisi yang tidak bisa memilih. Ya, kita melakukannya hanya karena itu harus, karena itu wajib, sekalipun satu sisi diri bernama ego meronta-ronta untuk memberontak.

Dari kisah ini kita belajar, bahwa sebuah kewajiban pastilah memiliki dasar mengapa ia ditetapkan. Jadi, mencoba menjalaninya lebih dari layak untuk dilakukan, apalagi kalau kita yakin, bahwa yang menetapkan kewajiban adalah yang kapasitasnya jauh di atas kita, seperti orang tua, guru, pemerintah, dan terutama Allah, Tuhan yang menciptakan kita.

Dalam tataran beribadah misalnya, sejumlah kewajiban melekat pada kita sebagai hamba Allah; shalat, zakat, shaum adalah 3 di antara sekian kewajiban yang dikenalkan pada kita sejak dini.

Mungkin kadang kita merasa terganggu dengan adzan shubuh yang berkumandang, namun tanpa sadar kita belajar untuk terbiasa bangun lebih pagi bahkan sebelum matahari menjalankan tugasnya menyinari bumi.

Mungkin sebagian kita mengeluh dengan rasa lapar dan dahaga saat shaum, tanpa menyadari bahwa kita tengah diajarkan untuk mengendalikan diri.

Mungkin kadang kita merasa berat saat mengeluarkan sebagian rezeki, tanpa menyadari bahwa kita diajarkan untuk tidak terikat pada hal-hal yg bersifat materi.

Semuanya diselubungi istilah "wajib", agar kita terbiasa menjalankan dulu, bahkan sebelum kita mengerti.

Kelak pengertian itu akan datang seiring manfaat yg pelan-pelan terasa, seiring usia yang pelan-pelan menua, seiring ilmu yg pelan-pelan terserap.

Dan akhirnya kita mengerti, bahwa semua kewajiban itu tidak hanya bersifat transaksional berupa ancaman dosa/ balasan pahala, tapi juga kematangan jiwa kita, keselamatan hati kita.

Ya, mungkin istilah wajib memang perlu ada, karena terkadang kita enggan melakukan sesuatu yang penting sebelum ia menjadi keharusan. 

So, lakukan saja dulu, meskipun kita belum mengerti, apalagi kalau kita sudah mengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun