Mohon tunggu...
Erlinda Farah
Erlinda Farah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Berusahalah sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Aku dan Kembaranku

14 April 2020   16:57 Diperbarui: 14 April 2020   16:56 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku adalah Reina aku memiliki kembaran bernama Rania. Aku lahir hanya satu jam setelah kelahiran Rania, bisa dibilang aku lebih muda satu jam dibanding Rania, meskipun aku dan Rania kembar namun kepribadian kita sangat berbeda seratus delapan puluh derajat, hobi dan kebiasaan kita pun berbeda.

Dia termasuk orang yang tak bisa diam, cerewet suka heboh sendiri dan yang paling aku iri dia selalu saja bisa bergaul dengan banyak orang dibandingkan dengan aku yang sangat pendiam dan lebih suka mengasingkan diri ditempat sepi membaca buku. Kami dari SMP selalu berbeda sekolah karena aku dan Rania memliki pilihan yang berbeda.

Aku dan Rania sama-sama terkenal disekolah karena cantik, menurutku kecantikan aku dan Rania menurun dari ibu. Hampir setiap hari aku dan Rania saling bercerita mengenai kegiatan di sekolah masing-masing dia seringkali mendapat surat cinta, bunga, coklat dari para cowo disekolahnya, yaa aku pun sama halnya seperti Rania. 

Namun bedanya aku lebih pintar dari Rania karena hobi dan kebiasaan ku adalah membaca buku. Kita memiliki kekurangan dan kelebihan yang berbeda, terkadang dengan candaannya dia selalu berkata ‘’kenapa kita berbeda padahal kita kembar’’.

‘’Re aku ingin sekali pintar sepertimu, kenapa ayah hanya menurukan kepintarannya kepadamu? Padahal ibu saja adil, kecantikannya menurun pada kedua anaknya ini’’ aku tertawa mendengar Rania mengatakan itu. ‘’tanyakan saja pada ayah, kenapa pintarnya tidak mengalir kepadamu. Aku juga ingin sekali bisa bergaul dengan banyak orang sepertimu Ran’’ jawabku kepada Rania dengan senyum.

Sekarang aku diluar negeri menempuh pendidikan S1 di Korea Selatan, dan Rania? Dia juga kuliah namun dia masih bisa bertemu ibu dan ayah setiap minggu karena dari tempat kuliahnya hanya membutuhkan waktu dua jam perjalanan kerumah menggunakan kereta. Aku yang jauh dari orang tua hanya bisa saling kirim chat, telepon dan video call.

Aku pikir Rania ikut senang ketika aku diterima kuliah di luar negeri tapi ternyata tidak, dia hanya berpura-pura bahagia melihatku, mungkin karena dia tidak bisa mendapat beasiswa luar negeri sepertiku. 

Padahal meskipun dia tidak terlalu pintar sepertiku dia pandai dalam bergaul dan selalu mendapatkan banyak teman. Awalanya aku tidak menyadari hal itu karena aku dan Rania baik-baik saja pada saat itu, seiring berjalannya waktu Rania jarang sekali mengabari ku.

Dulu ketika aku akan berangkat ke Korea dia sangat perhatian kepadaku ‘’Rei hati-hati ya, kamu harus bisa jaga diri kuliah di sana, aku ikut seneng kamu bisa kuliah diluar negeri, sampaikan salamku kepada Lee Min Ho dan Ji Chang Wook yaa’’ aku tertawa ketika Rania mengatakan itu karena dia sangat suka dengan artis Korea. Namun sekarang? Chat pun jarang sekali dia balas, apalagi video call tak pernah dia angkat mungkin karena dia sudah tak ingin melihatku.

Kemudian aku mananyakan hal tersebut pada ibu karena ibu pasti tahu semua tentang Rania ‘’bu kenapa sekarang aku merasa Rania menjauhiku, chat, video call ku tak pernah dia jawab. 

Apa Rania marah kepadaku? Aku salah apa pada Rania? Ibu tahu?’’ ibu pun bingung, sama sekali tidak mengethaui hal itu lalu aku meminta ibu untuk menanyakan pada Rania.

Di suatu pagi yang indah di Korea Selatan jalanan dipenuhi oleh salju putih yang terus berjatuhan seperti hujan, karena di negaraku tidak ada musim salju aku bersyukur bisa melihat salju turun secara langsung disini. 

Dan entah kenapa aku masih saja memikirkan Rania apakah aku harus pulang? Menanyakan langsung pada Rania, kenapa ia menjauhiku. Tidak mungkin, aku harus menunggu hingga liburan akhir semester.

Tiba-tiba saja hp ku berdering ‘’hallo! Rei kamu kenapa ngadu sama ibu aku menjauhimu? Kamu mau adu domba aku sama ibu? Kamu tidak cukup bahagia ya kuliah diluar negeri? Dan sekarang mau ngambil ibu dariku karena aku lebih dekat sama ibu, setiap minggu bisa pulang ketemu ibu? Kamu iri sama aku?’’ dengan nada emosi Rania mengatakan itu. Ya itulah yang pertama Rania ucapkan kepadaku.

Aku senang ketika aku tahu bahwa Rania menelponku namun seketika hatiku hancur mendengar Rania mengucapkan hal-hal seperti itu yang tak masuk akal. ‘’Untuk apa aku merebut ibu darinya? Ibu kan yang melahirkan aku dan dia mana mungkin juga ibu memilih salah satu diantara kita’’ gumamku.

Dibawah pohon yang rindang aku duduk disebuah bangku panjang, aku sudah tak tahan lagi membendung air mataku ini. Tak kusadari pipi ku basah penuh dengan air mata. kagetnya aku ketika seorang laki-laki tinggi bermata coklat tepat berada didepanku.

‘’haii, bolehkah aku duduk disampingmu?’’ aku langsung mengusap air mataku dengan kedua tanganku. Dia adalah teman dekatku Dae-Hyun Emir, blasteran Indonesia dan Korea. 

Dia menghabiskan masa kecilnya di Indonesia bersama orang tuanya namun ketika dia beranjak masuk SD dia dan keluarganya pindah ke Korea, karena ibunya asli orang Korea. Aku biasa memanggilnya Hyun atau Emir. Pastinya dia sangat pandai berbahasa Indonesia dan korea.

‘’kwenchana?’’ Tanya dia kepadaku ‘’yah a..aku baik-baik saja’’ dengan nada grogi aku menjawab ‘’apakah dia melihatku menangis?’’ gumamku.

Dia menyodorkan segelas coffie late hangat yang dibelinya ‘’ini untukmu, pasti kamu kedinginan, apa yang kau lakukan disini?’’. ‘‘gomawo, aku ingin melihat salju pertama turun secara langsung, ini tempat yang bagus menurutku’’ ucapku.

‘’Kamu tadi menangis?, apa ada masalah? Jika ada masalah ceritalah kepadaku, aku akan mendengarkanmu’’ ujar Hyun kepadaku. Akupun akhirnya menceritakan semuanya pada Hyun dia menyarankanku untuk mencoba menghubingi Rania lagi dan berbicara baik-baik untuk menyelesaikan masalah.

‘’baik Hyun, terimakasih telah mendengarkanku dan memberi saran yang baik, dahh’’ akupun mulai melangkah pergi dari tempat Hyun duduk. Dia sangat baik dan perhatian kepadaku aku senang memiliki teman seperti dia.

Aku mecoba menghubungi Rania melalu video call kupikir dia tak akan menjawabnya, tapi dia ternyata menjawab, aku mencoba untuk menjelaskan semuanya, meminta maaf dan menenangkan Rania agar dia tak emosi lagi.

Tiba-tiba saja Rania menyela pembicaraanku ‘’maaf Rei aku yang salah ibu tadi menasehatiku, mungkin dia benar aku terlalu egois hanya mementingkan diriku sendiri sampai aku lupa kamu adalah kembaranku seharusnya kita bisa akrab seperti dulu, aku minta maaf, kamu mau kan memaafkanku?’’ dengan muka sedih dia mengucapkan itu.

Seketika air mataku jatuh terharu dan bersyukur Rania akhirnya tak membenciku lagi ‘’iya Ran, aku juga minta maaf aku juga salah tidak pernah peka dengan apa yang kamu rasakan, aku sayang sekali pada kembaranku ini’’ dengan tangis terisak aku memegang layar laptop dengan tangan kananku dan Rania pun menempelkan tangannya dilayar laptop seakan tangan kita menempel satu sama lain.

‘’aku rindu Rei, aku rindu semua hal yang kita selalu lakukan bersama ketika dirumah, Jadi kapan kamu pulang Rei ke Indonesia?’’ Rania dengan lesung pipinya tersenyum kepadaku.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun