Pertumbuhan kota-kota di Indonesia maupun di dunia terus menghadapi masalah yang semakin rumit. Kenaikan jumlah penduduk yang cepat, proses urbanisasi, dan tekanan terhadap ruang tinggal membutuhkan strategi dalam pembangunan yang tidak hanya fokus pada ekonomi, tetapi juga pada sosial dan lingkungan. Konsep resiliensi perkotaan menjadi penting untuk memastikan kota-kota bisa beradaptasi, bertahan, dan bangkit dari berbagai tekanan, baik yang bersifat struktural maupun non-struktural.
Dalam masa 2025--2035, resiliensi perkotaan membutuhkan kerja sama lintas sektor secara menyeluruh. Sistem pergerakan orang dan barang di kota harus dirancang agar tidak hanya lancar, tetapi juga mengurangi polusi, bahan bakar yang terbuang, serta membuka akses yang sama bagi semua orang. Selain itu, aspek lingkungan sangat berkaitan dengan kesejahteraan warga, karena kualitas udara, ruang hijau, dan pengelolaan sumber daya alam yang baik memengaruhi kesehatan dan kualitas hidup masyarakat perkotaan.
Visi sepuluh tahun ke depan menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, perusahaan, komunitas, dan akademisi dalam merancang arah pembangunan kota yang kuat. Dengan menggabungkan aspek pergerakan, lingkungan, dan kesejahteraan, diharapkan kota bisa menciptakan sistem perkotaan yang inklusif, sehat, dan kompetitif, serta menjadi contoh peradaban yang berkelanjutan di masa depan.
A. Integrasi Mobilitas Berkelanjutan dalam Ketahanan Perkotaan
Integrasi mobilitas berkelanjutan merupakan bagian penting dari strategi pembangunan perkotaan yang resilien. Pertumbuhan jumlah penduduk kota menimbulkan tantangan seperti kemacetan, peningkatan konsumsi energi, serta polusi udara. Penerapan sistem transportasi publik seperti bus rapid transit (BRT), serta pengembangan jalur sepeda dan pejalan kaki terbukti dapat mengurangi beban lalu lintas perkotaan dan menekan emisi karbon. Mobilitas berkelanjutan ini tidak hanya berorientasi pada efisiensi transportasi, tetapi juga merupakan langkah mitigasi terhadap dampak perubahan iklim.
Selain aspek lingkungan, mobilitas berkelanjutan juga berkontribusi terhadap keadilan sosial di wilayah perkotaan. Akses transportasi publik yang terjangkau memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah, lansia, perempuan, dan kelompok rentan untuk tetap beraktivitas secara produktif. Studi menunjukkan bahwa keterhubungan antara moda transportasi publik dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan melalui peningkatan aksesibilitas menuju pusat pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Dengan demikian, integrasi transportasi berkelanjutan menjadi instrumen penting untuk memperkuat inklusivitas sosial dan mengurangi kesenjangan dalam pembangunan kota.
Lebih lanjut, keberhasilan mobilitas berkelanjutan sangat ditentukan oleh keterpaduan dengan tata ruang kota.Sistem transportasi yang direncanakan sejalan dengan zonasi permukiman, pusat ekonomi, serta ruang terbuka hijau dapat membentuk kota yang lebih adaptif terhadap risiko bencana. Misalnya, transportasi yang terintegrasi dengan tata kelola lahan mampu mengurangi tekanan terhadap lingkungan, sekaligus menjaga fungsi ekosistem perkotaan. Oleh karena itu, mobilitas berkelanjutan harus dipandang bukan sekadar sektor transportasi, melainkan sebagai elemen penting dari strategi ketahanan perkotaan yang menyeluruh.
B. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan dalam Visi Ketahanan Perkotaan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan merupakan bagian penting dalam membangun ketahanan perkotaan. Kota yang resilien tidak hanya didasarkan pada infrastruktur dan mobilitas, tetapi juga pada keberlanjutan ekosistem yang mendukung kehidupan masyarakat. Kota tidak hanya terdiri dari manusia, tetapi juga objek dan benda-benda alam lainnya. Pada dasarnya, lingkungan tidak hanya mencakup pencemaran udara, penurunan kualitas air, dan pengurangan ruang terbuka hijau, tetapi juga mencakup keberlanjutan sistem ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, perlindungan lingkungan harus terintegrasi dalam kebijakan tata ruang kota serta terkait dengan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Dalam konteks pengelolaan, pendekatan berbasis ekosistem diperlukan guna mengurangi kerentanan kota terhadap bencana dan tekanan lingkungan. Konsep kota hijau (green city) merupakan salah satu model yang dapat diadopsi, melalui pengelolaan ruang terbuka hijau, pengendalian limbah, serta konservasi sumber daya alam. Implementasi kebijakan lingkungan yang terencana akan memperkuat daya dukung kota dalam menghadapi pertumbuhan penduduk serta tekanan pembangunan. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan adalah aspek penting untuk mencapai keberlanjutan jangka panjang.
Selain itu, pengelolaan lingkungan yang efektif tidak hanya mengurangi risiko kerusakan ekosistem, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan. Ketersediaan udara bersih, air yang layak konsumsi, dan ruang publik yang sehat berkontribusi pada kesejahteraan sosial serta memperkuat ketahanan kota dalam hal kesehatan masyarakat. Dengan demikian, perlindungan dan pengelolaan lingkungan harus menjadi prioritas dalam visi ketahanan perkotaan yang holistik, karena ketahanan kota sejati bergantung pada harmonisasi antara manusia dan lingkungannya.