Mohon tunggu...
Gregorius Sebo Bito
Gregorius Sebo Bito Mohon Tunggu... -

Mahasiswa, Yogyakarta, suka menulis kalo lagi ada waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Usul-usil Memberantas Korupsi

12 Oktober 2011   01:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:04 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak gerah dengan perilaku koruptor ? Apakah kita masih percaya dengan aparat penegak hukum di negara ini? Pertanyaan ini seyogyanya merupakan pertanyaan dari setiap kita yang prihatin dengan maraknya kasus korupsi akhir-akhir ini.

Dalam berbagai perbincangan maupun studi akademik, jalan yang ditempuh untuk membasmi virus korupsi tidak sama antara negara yang satu dengan yang lainnya. Sudah pasti setiap negara mempunyai jalur dan rutenya masing-masing. Tetapi perlunya membasmi korupsi pada dasarnya menjadi tekad di banyak negara. DI RRC, korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang memiliki bahaya tinggi kepada masyarakat. Karena tingkat keberbahayaan itu bukan sekedar mengancam secara individual, maka pelakunya memperoleh ganjaran pidana yang keras.

Pemberian sanksi alternatif yang lebih bermuatan nilai-nilai "malu" seperti di Jepang, rasanya sulit diterapkan di republik ini, sebab justru "malu" itu yang akhir-akhir ini lenyap. Bahkan di Amerika Serikat, dewasa ini makin tumbuh kejengkelan melembeknya negara dalam menangani korupsi, terutama kepada pelaku kejahatan ekonomi. Kita juga sering kagum bagaimana Finlandia, kampium industri telekomunikasi dunia, mempunyai tingkat anti korupsi yang tinggi dan angka kriminalitas nyaris nol. Tetapi kita sering hanya mencontoh pembentukan regulasinya, dan lalai mempelajari bagaimana kultur antikorupsi itu telah begitu menjadi kebutuhan bagi setiap warga negara di sana.

Berdasarkan kenyataan di atas maka perlu kiranya mecari alternatif lain dalam upaya pemberatasan korupsi terutama di daerah. Saya usulkan beberapa hal yang dapat dilaksanakan terutama dalam kerangka beberapa kebijakan yang menurut pemikiran saya dapat efektif memberantas penyakit menular ini. Hal ini terutama mendidik orang untuk sadar bahwa perilaku korupsi tidak diinginkan banyak orang dan terutama menyakiti hati dari masyarakat terutama masyarakat kecil.

Pertama, Mempublikasikan koruptor dan keluarganya agar tidak diberikan hak seperti warga negara lainnya, misalnya untuk skala NTT saya mengusulkan untuk menambahkan satu syarat tertentu dalam perekrutan PNS yaitu bukan berasal dari keluarga koruptor dibuktikan dengan surat keterangan bebas korupsi. Hal ini sangat berguna bagi pembelajaran di tingkat keluarga untuk saling memperingatkan jika ada anggota keluarga yang memiliki posisi penting rawan KKN.  Usulan ini akan cukup efektif mengingat PNS masih menjadi primadona bagi sebagian besar pencari kerja berijasah sarjana.

Kedua, Sebagai dukungan terhadap usaha lembaga pendidikan untuk mengikis budaya korupsi maka lembaga pendidikan  disarankan tidak menerima siswa berlatar belakang keluarga koruptor. Hal ini selain bertujuan untuk mencegah menularnya virus korupsi kepada peserta didik yang lain. Selain itu, dengan cara ini menciptakan suatu pandangan bagi setiap individu "kalau saya korupsi maka suatu saat keturunan saya akan menjadi bodoh".

Ketiga, Membangun sikap keengganan untuk hidup berdampingan dengan keluarga koruptor. Misalnya aparat di tingkat RT bersama warga menolak kalau ada keluarga koruptor yang ingin berdomisili di lingkungan tersebut.

Keempat, Para pelaku ekonomi yang berhubungan dengan istansi pemerintah hendaknya menghindari pembuatan bukti/nota pembelian baik barang maupun jasa dengan biaya lebih (mark-up).

Kelima, memperbaiki mental aparat pemerintahan yang biasanya nepotis terutama dalam instansi-instansi yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik.

Keenam, menghindari penempatan pegawai pemerintahan yang berasal dari satu keluarga dalam satu instansi yang sama, misalnya si A adalah kepala instansi maka bawahannya bukan keluarga si A. Hal ini bertujuan untuk menghindari korupsi yang diatur secara sistematis dalam sebuah instansi pemerintah.

Ketujuh, dalam hal pengangkatan pejabat dengan posisi yang rawan KKN, hendaknya tidak mengangkat pejabat yang sudah pernah tersangkut masalah korupsi sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun