Mohon tunggu...
Erina Asyera
Erina Asyera Mohon Tunggu... Arsitek - Research Assistant

Asisten peneliti di Departement Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Batunua, Gerbang Desa Adat Tololela di Kabupaten Ngadha Flores

6 Desember 2019   13:04 Diperbarui: 6 Desember 2019   16:10 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ritual Ka Sao di Desa Adat Tololela

Gapura Batanua

Batanua adalah pintu masuk kampung adat yang juga merangkap sebagai simbol identitias masyarakat desa adat tradisional. Batanua dapat berfungsi sebagai penanda titik masuk desa adat dan deklarasi jati diri kepada orang-orang dari luar desa. Kehadiran batanua ini dibutuhkan agar wisatawan dapat mengetahui dari mana seharusnya mereka masuk ke dalam desa sehingga mereka tidak akan melanggar adat yang ada di desa Tololela.

Pada tahun 2019, Tim dari Departemen Arsiektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) mendapat kesempatan untuk membangun batanua desa Tololela dalam Program Pengabdian Masyarakat. Program ini didanai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat atau DRPM-UI. Kegiatan ini adalah salah satu bentuk kepedulian UI untuk melestarikan budaya tradisional Indonesia. Pembangunan batanua dilakukan bekerja sama dengan warga dan didukung oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Ngadha. Sebelum membangun, tim UI mengadakan diskusi dengan warga agar perancangan dan pembangunan batanua benar-benar didasari oleh pemahaman akan kebutuhan dan kebudayaan setempat.  

Pembangunan Batanua Tololela
Pembangunan Batanua Tololela

Untuk membangun batunua, tim pengabdi membutuhkan izin dari dari arwah nenek moyang. Pada hari pertama pembangunan batunua, salah satu warga memimpin ritual dengan melafalkan mantra adat dianjutkan dengan ritual persembahan korban bagi leluhur dalam bentuk penyembelihan seekor babi. Darah babi itu ditampung dan dioleskan ke batu yang berdiri di atas gapura (pi'o-sipo). Ritual ini ditutup dengan memotong dua buah kelapa. Setelah itu, pemimpin ritual melihat bagian hati babi untuk melihat apakah pembangunan ini mendapat restu leluhur.

Pembangunan batunua ini pun ditutup dengan ritual yang menandai pembangunan batanua telah paripurna. Warga meletakkan wadah berisi daging dan tulang rahang babi, nasi yang telah dibakar di dalam bambu, dan moke (minuman beralkohol khas Flores) sebagai persembahan bagi leluhur. Setelah itu pemimpin ritual merapal doa dan membelah kelapa yang telah dioles oleh darah babi. Air kelapa lalu disiram ke batanua. Ritual ini bertujuan untuk mendinginkan dan membersihkan lingkungan sekitar gapura.

Seluruh warga menyambut baik kehadiran batanua yang mereka bangun bersama tim pengabdi UI. Mereka mempercayai batanua ini akan menjadi tempat berkumpul roh leluhur sehingga para leluhur dapat menjaga desa mereka. Para leluhur akan selalu memperhatikan wisatawan yang datang ke desa Tololela. Diyakini, bahwa bagi wisatawan yang dating ke Tololela dengan niat baik, para leluhur akan menjaga keselamatan mereka.

Pembangunan Batanua oleh tim UI sekaligus menjadi titik awal bentuk kerja sama UI dengan masyarakat tradisional untuk menangani persoalan lain terkait desa tradisional. Ke depan akan banyak kegiatan yang menantang untuk dilakukan, misalnya upaya untuk mencegah bahaya kebakaran yang sering menjadi ancaman bagi rumah-rumah adat yang umumnya terbuat dari bahan-bahan kayu.

Deskripsi Program:

PROGRAM PENGABDIAN MASYARAKAT IPTEK BAGI MASYARAKAT

Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM-UI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun