Mohon tunggu...
Eric Valega P
Eric Valega P Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Salah satu siswa di Nanyang Technological University (NTU), Singapura, sejak 4 Agustus 2014. Masih tetap mencari identitas diri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Korupsi Ada di Sekitar Kita

28 Februari 2012   15:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:47 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Banyak warga Indonesia, dari muda hingga tua, mulai digembleng mentalnya untuk menjadi koruptor, kelas teri hingga kelas kakap (kapan kelas paus ada?), dengan pendidikan. Bagaimana bisa?

Dari saat kecil, anak mulai terkondisikan untuk melakukan tindakan berdasarkan ABS (asal bapak senang). Sebagai contoh, saat ditinggal pergi, anak menonton TV. Menjelang orang tuanya pulang, ia baru bergegas belajar. Ketika ditanya apa yang dilakukan, ia menjawab belajar. Sudah mulai ABS, kan? Saat anak beranjak remaja atau fase peralihan dari anak-anak ke remaja, ia mulai dikondisikan dengan perbuatan curang saat ujian. Kenapa bisa seperti itu? Tekanan banyak pihak menentukan.  Untuk hal ini, silakan merujuk pada artikel "Ujian Akhir Sudah Dekat, Saatnya Menyontek?". Selain itu, acara menyogok guru pun marak terjadi. Saat anak beranjak dewasa dan mencari kerja atau berurusan dengan hal-hal yang bersifat administratif, semisal membuat KTP atau terkena masalah hukum, dana pelicin pun siap meluncur. Saat kerja, berbagai cara dilakukan untuk mempertebal kantong, setelah dikebiri bertahun-tahun. Pengadaan barang bernilai melebihi sewajarnya menjadi kesukaan pegawai. Saat menjadi pemimpin pun, sama saja. "Teladan" yang disodorkan pada bawahannya bervariasi, termasuk kongkalikong dengan pemerintah untuk menurunkan pajak. Pendidikan korupsi sudah terlanjur merakyat.

Kaum jelata pun merasa hak-haknya sudah dilucuti, misalnya fasilitas pendidikan yang buruk. Siapa yang melucuti? Pendukung kapitalis. Jelas, mereka punya uang, kuasa pun ikut. Itukah hasil pendidikan korupsi? Masih kurang. Harta kekayaan Gayus, sebagai salah satu contoh "alumni terbaik" pendidikan korupsi, mencapai lebih dari 100 miliar Rupiah. Dana sebanyak itu cukup untuk "jajan" berbagai barang mewah, hingga bahkan pesawat terbang komersial pun jadi, seperti pesawat terbang buatan ATR, atau mungkin pesawat terbang pribadi, untuk memuluskan pelariannya. Tambahkan beberapa koruptor kelas kakap (begitu parahnya, sebentar lagi bisa jadi ada kelas paus), berapa orang bisa diberi makan? Dari Gayus saja bisa untuk memberi makan berjuta-juta orang. Apakah Gayus perlu makan setiap hari di hotel hingga akhir hayat? Uangnya tidak akan habis! Hidup di Burj Al Arab dengan kamar terbaik? Tidak pula habis dalam hitungan bulan. Asumsikan tarif Rp50.000.000,00/hari (pembulatan ke atas dari tarif yang ada, yang mencapai lebih dari Rp40.000.000,00/hari), maka perlu kurang lebih 6 tahun untuk menguras harta Gayus. Sangat luar biasa!

Saya tidak bisa menolak korupsi, karena demikian fakta yang ada, namun saya tidak menyetujui adanya korupsi, dan sebisa mungkin menjauh dari padanya. Pendidikan korupsi boleh kita terima, namun kita ambil hikmahnya semata. Sebagai contoh, dari kasus Angelina Sondakh, kita dapat belajar untuk senantiasa pandai dalam menjaga diri dari godaan kekuasaan, saat yang lain masih silau dengan hartanya. Siapa guru pendidikan korupsi saat ini? Mari kita perbaiki moralnya yang bobrok. Selamatkan kaum muda kita dulu! Jangan terlalu menerapkan "gunakan masker anda sebelum menolong orang lain". Apakah ini lingkungan individualistis? Kelihatannya akan begitu. Namun, supaya lebih mengena manfaatnya di masa depan, selamatkan moral penerus kita. Jauhkan dari pendidikan korupsi sebelum ia bisa berpikir dengan baik. Korupsi pun cukup menjadi goresan kecil dalam sejarah Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun