Selain itu, filsafat eksistensialisme mengajarkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk menciptakan makna mereka sendiri dalam dunia yang mungkin tidak memiliki makna objektif. Dalam pandangan ini, ilusi tidak selalu negatif; ia bisa menjadi sarana untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna.
Â
Dan kesimpulan nya Perdebatan tentang realitas dan ilusi telah menjadi inti dari filsafat selama berabad-abad, mencerminkan upaya manusia untuk memahami dunia dan tempat di dalamnya. Dari pandangan Plato tentang dunia ide hingga hiperrealitas Baudrillard, filsafat menunjukkan bahwa realitas bukanlah sesuatu yang sederhana atau mudah dipahami.
Dalam filsafat, realitas adalah eksistensi sejati yang ada terlepas dari persepsi manusia, sedangkan ilusi adalah distorsi atau persepsi palsu yang menutupi realitas. Realitas dapat bersifat objektif (realisme) atau bergantung pada pikiran (idealisme), sementara ilusi sering menggambarkan keterbatasan kesadaran manusia, seperti dalam "Mitos Gua" Plato. realitas dan ilusi saling terkait; ilusi sering menjadi penghalang untuk memahami kebenaran, namun juga memotivasi pencarian akan hakikat realitas sejati.
 Dalam kehidupan sehari-hari, tantangan kita adalah membedakan antara realitas dan ilusi, sambil menyadari bahwa batas antara keduanya sering kali kabur. Dengan bersikap kritis terhadap persepsi kita dan reflektif terhadap keyakinan kita, kita dapat mendekati realitas dengan cara yang lebih autentik, meskipun mungkin kita tidak pernah benar-benar memahaminya sepenuhnya.
 Pada akhirnya, baik realitas maupun ilusi memiliki peran penting dalam membentuk pengalaman manusia. Keduanya tidak hanya mencerminkan batasan pemahaman kita, tetapi juga potensi kita untuk melampaui batas-batas tersebut melalui eksplorasi intelektual dan spiritual.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI