Mohon tunggu...
erica adelia
erica adelia Mohon Tunggu... Erica Adelia Pratiwi merupakan pribadi yang dikenal memiliki semangat belajar dan tekad kuat dalam mengembangkan diri di berbagai bidang. Dengan latar belakang pendidikan yang berfokus pada ilmu ekonomi pe;mbangunan, ia menunjukkan minat besar dalam dunia organisasi, kepemimpinan, serta pengembangan sumber daya manusia. Erica tidak hanya menekuni bidang akademis, tetapi juga aktif mengikuti berbagai kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat, sehingga membentuk karakter kepemimpinan yang adaptif dan berorientasi pada kerja sama. Di lingkup profesional, Erica memiliki visi untuk berkontribusi dalam dunia kerja modern yang menuntut kreativitas, etika, dan kemampuan beradaptasi tinggi. Ia dikenal tekun, bertanggung jawab, dan mampu mengelola tugas dengan baik, baik secara individu maupun dalam tim. Kombinasi antara ketelitian akademik dan keterlibatan sosial menjadikan Erica Adelia Pratiwi sosok yang potensial dalam memberikan kontribusi positif, baik bagi lingkungan sekitarnya maupun dunia profesional yang ia tekuni.

Erica Adelia Pratiwi merupakan pribadi yang dikenal memiliki semangat belajar dan tekad kuat dalam mengembangkan diri di berbagai bidang. Dengan latar belakang pendidikan yang berfokus pada ilmu ekonomi pembangunan, ia menunjukkan minat besar dalam dunia organisasi, kepemimpinan, serta pengembangan sumber daya manusia. Erica tidak hanya menekuni bidang akademis, tetapi juga aktif mengikuti berbagai kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat, sehingga membentuk karakter kepemimpinan yang adaptif dan berorientasi pada kerja sama. Di lingkup profesional, Erica memiliki visi untuk berkontribusi dalam dunia kerja modern yang menuntut kreativitas, etika, dan kemampuan beradaptasi tinggi. Ia dikenal tekun, bertanggung jawab, dan mampu mengelola tugas dengan baik, baik secara individu maupun dalam tim. Kombinasi antara ketelitian akademik dan keterlibatan sosial menjadikan Erica Adelia Pratiwi sosok yang potensial dalam memberikan kontribusi positif, baik bagi lingkungan sekitarnya maupun dunia profesional yang ia tekuni.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemerataan Pembangunan : Pelajaran dari Jakarta Internasional Stadium

23 September 2025   20:15 Diperbarui: 23 September 2025   20:15 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Ilustrasi Pribadi

Pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) menjadi salah satu ikon baru di Jakarta sekaligus menandai kemajuan infrastruktur olahraga di Indonesia. Stadion megah ini dibangun dengan biaya sekitar Rp 4,08 triliun, diresmikan pada 24 Juli 2022, dan memiliki kapasitas hingga 82.000 penonton. Selain itu, JIS dilengkapi atap yang bisa dibuka-tutup sehingga menambah kesan modern dan futuristik. Kehadiran stadion ini menimbulkan kebanggaan nasional karena Indonesia kini memiliki fasilitas olahraga yang dapat disejajarkan dengan negara maju. Namun di balik kemegahannya, muncul pertanyaan mendasar: apakah pembangunan semacam ini sudah mencerminkan pemerataan pembangunan? Masih banyak daerah di luar Jakarta yang kesulitan mendapatkan fasilitas publik dasar, seperti listrik, air bersih, jalan layak, hingga sekolah dan rumah sakit yang memadai. Oleh karena itu, proyek seperti JIS seharusnya dipandang tidak sekadar sebagai simbol prestise, tetapi juga sebagai tolok ukur sejauh mana keadilan pembangunan benar-benar dirasakan di seluruh wilayah Indonesia.(Sumber: Pojok Jakarta, 10 Juli 2023)


Jika ditinjau dari perspektif ekonomi pembangunan, JIS dapat dianggap sebagai investasi jangka panjang yang mampu menghadirkan berbagai manfaat. Stadion ini tidak hanya untuk sepak bola, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk konser, acara keagamaan, hingga event internasional yang mampu mendatangkan wisatawan. Artinya, ada peluang perputaran ekonomi dari sektor pariwisata, perhotelan, transportasi, hingga UMKM lokal. Menurut laporan Pojok Jakarta, rencana pembangunan JIS sebenarnya sudah muncul sejak akhir 2000-an, tetapi pembangunannya sempat tertunda akibat sengketa lahan, gugatan hukum, pergantian kepemimpinan, hingga pandemi COVID-19. Proses panjang ini menggambarkan betapa kompleksnya birokrasi pembangunan di Indonesia. Namun yang lebih penting, manfaat dari investasi ini jangan hanya terpusat di Jakarta. Jika hasil pembangunan hanya dinikmati oleh warga ibu kota, maka tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional bisa menjadi timpang karena daerah tertinggal tidak mendapatkan efek positifnya.


Pemerataan pembangunan tidak hanya menyangkut soal fisik infrastruktur, tetapi juga distribusi manfaat ekonomi dan sosial. JIS memiliki fasilitas modern seperti atap membran ETFE, ribuan titik CCTV, akses WiFi, dan skybox VIP yang mencerminkan kualitas stadion kelas dunia. Infrastruktur semacam ini tentu membanggakan, tetapi pertanyaannya: apakah masyarakat di pelosok juga mendapat akses fasilitas publik yang layak? Masih ada daerah di pedalaman yang kesulitan mendapatkan layanan kesehatan atau bahkan jalan penghubung antardesa. Perbandingan semacam ini menimbulkan kesenjangan psikologis: di satu sisi ada fasilitas olahraga mewah di Jakarta, sementara di sisi lain masih ada warga yang menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk ke puskesmas. Jika pembangunan hanya berorientasi pada ikon di kota besar, maka jurang kesenjangan antarwilayah semakin melebar, dan pemerataan pembangunan yang menjadi amanat konstitusi sulit tercapai.


Kritik terhadap JIS sebagian besar berakar dari alokasi prioritas anggaran. Banyak pihak menilai dana sebesar Rp 4,08 triliun seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas dasar di daerah tertinggal. Misalnya, membangun sekolah-sekolah baru di Papua, memperbaiki infrastruktur kesehatan di Nusa Tenggara, atau meningkatkan akses jalan di Maluku. Data menunjukkan masih ada ribuan sekolah dengan kondisi rusak berat dan banyak desa yang belum menikmati listrik 24 jam. Di sinilah konsep pemerataan pembangunan harus benar-benar diperhatikan. Pembangunan JIS tentu penting bagi citra ibu kota, tetapi pembangunan nasional harus memastikan tidak ada wilayah yang “ditinggalkan” hanya karena letaknya jauh dari pusat. Setiap rupiah dana publik harus diarahkan untuk menghadirkan keadilan sosial. Dengan begitu, masyarakat di pelosok merasa mendapatkan perhatian yang sama seperti warga perkotaan.


Meski menuai kritik, manfaat ekonomi lokal dari JIS tetap nyata. Selama masa konstruksi, ribuan tenaga kerja terserap. Setelah beroperasi, stadion ini memberikan peluang usaha bagi masyarakat sekitar, mulai dari pedagang makanan, jasa transportasi, penyedia peralatan event, hingga sektor perhotelan. Dalam jangka panjang, JIS juga bisa menjadi magnet wisata olahraga internasional yang mendatangkan devisa. Menurut Pojok Jakarta, JIS sudah menjadi lokasi berbagai kegiatan, mulai dari pertandingan Persija melawan klub luar negeri hingga konser musik berskala besar. Hal ini menunjukkan adanya multiplier effect bagi ekonomi Jakarta. Namun demikian, manfaat ini sebagian besar hanya terkonsentrasi di ibu kota. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memikirkan strategi redistribusi manfaat agar dampak ekonomi dari JIS juga bisa dirasakan oleh daerah lain, misalnya dengan menggelar kompetisi olahraga nasional yang melibatkan kota-kota di luar Jawa.


Kesenjangan antarwilayah dalam pembangunan memiliki dampak besar terhadap stabilitas ekonomi nasional. Teori pembangunan menyebutkan bahwa ketidakmerataan infrastruktur dapat menyebabkan arus urbanisasi besar-besaran. Akibatnya, kota besar seperti Jakarta semakin padat, sementara daerah tertinggal semakin kehilangan potensi sumber daya manusianya. JIS adalah contoh kemewahan yang kontras dengan kondisi sebagian wilayah lain di Indonesia. Masih banyak desa di Kalimantan dan Papua yang kesulitan akses air bersih, listrik, dan layanan kesehatan. Agar pembangunan ikon seperti JIS tidak memperparah ketimpangan, pemerintah harus menyiapkan kebijakan komplementer berupa peningkatan kualitas infrastruktur dasar di daerah tertinggal. Misalnya, membangun stadion menengah di kota-kota provinsi, memperluas akses internet desa, dan memperbaiki transportasi regional. Dengan cara ini, pembangunan besar di ibu kota tidak menciptakan “pulau kemajuan” yang terisolasi dari daerah lain.


Nilai pemerataan pembangunan sejatinya berkaitan erat dengan Pancasila, khususnya sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Proyek JIS memang berhasil secara teknis dan menjadi kebanggaan nasional. Namun jika manfaatnya hanya dirasakan segelintir orang di Jakarta, maka nilai keadilan sosial belum sepenuhnya tercapai. Menurut laporan Pojok Jakarta, pembangunan JIS dilakukan di atas lahan seluas 26,5 hektar di Tanjung Priok yang sebelumnya merupakan kawasan pemukiman liar. Proses ini melibatkan sengketa lahan dan persoalan sosial yang cukup kompleks. Dari sini, kita belajar bahwa pembangunan fisik harus dibarengi dengan tanggung jawab sosial agar tidak menimbulkan korban. Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat yang terdampak proyek besar seperti ini mendapat kompensasi dan solusi layak. Dengan begitu, pembangunan tidak hanya menghasilkan gedung megah, tetapi juga memperkuat kesejahteraan dan rasa keadilan masyarakat.


Isu transparansi dan akuntabilitas juga penting dalam wacana pemerataan pembangunan. Biaya pembangunan JIS yang sangat besar tentu menarik perhatian publik. Pertanyaannya: sejauh mana penggunaan dana tersebut efisien dan tepat sasaran? Menurut Pojok Jakarta, JIS dilengkapi berbagai fasilitas pendukung, seperti ruang medis, ruang konferensi pers, ruang doping test, hingga jogging track dan museum. Semua fasilitas ini harus dimanfaatkan seluas-luasnya, bukan hanya untuk kalangan elit atau acara besar. Jika stadion megah ini bisa diakses masyarakat, misalnya dengan membuka program olahraga komunitas, pameran UMKM, atau edukasi olahraga bagi pelajar, maka manfaat pembangunan menjadi lebih inklusif. Dengan demikian, dana publik yang besar benar-benar memberikan nilai tambah bagi masyarakat, bukan sekadar menciptakan monumen kebanggaan.


Sebagai pelajaran, pembangunan JIS bisa dijadikan momentum untuk memperkuat strategi pemerataan pembangunan nasional. Pemerintah perlu mencontoh keberhasilan pembangunan ikon, tetapi menyesuaikan skala dan kebutuhan di daerah lain. Tidak semua kota harus memiliki stadion sebesar JIS, tetapi setiap daerah berhak memiliki fasilitas publik yang layak. Misalnya, pembangunan stadion olahraga ukuran menengah di kota regional, rumah sakit rujukan di wilayah terpencil, atau pusat pendidikan vokasi di kawasan industri. Langkah ini akan memperkuat identitas daerah sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. Lebih dari itu, pembangunan yang merata juga akan memperkuat kohesi sosial bangsa. Ketika semua wilayah merasa diperhatikan, maka rasa nasionalisme akan semakin kuat. Inilah esensi pemerataan pembangunan: bukan menyeragamkan fasilitas, tetapi menyesuaikan dengan kebutuhan, potensi, dan keadilan antarwilayah.


Kesimpulannya, Jakarta International Stadium adalah pencapaian besar bagi Indonesia sekaligus pengingat tentang pentingnya pemerataan pembangunan. Stadion ini memang menunjukkan kemajuan teknologi dan kapasitas bangsa dalam membangun infrastruktur kelas dunia. Namun, tanpa kebijakan yang memastikan keadilan pembangunan, JIS bisa menjadi simbol ketimpangan. Pemerintah harus memandang proyek ini sebagai momentum untuk mempertegas komitmen pada pemerataan. Mega proyek seperti JIS harus disertai dengan pembangunan sekolah, rumah sakit, jalan, dan fasilitas publik lain di berbagai daerah. Dengan begitu, pembangunan benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat, bukan hanya warga ibu kota. Jika pemerataan pembangunan bisa diwujudkan, maka cita-cita Indonesia sebagai negara maju, adil, dan makmur dapat tercapai sesuai amanat konstitusi dan nilai-nilai Pancasila.

Referensi : https://pojokjakarta.com/2023/07/10/kenali-jakarta-international-stadium-jis-yang-tengah-menjadi-polemik/#google_vignette

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun