Mohon tunggu...
EquaLaws Consultant
EquaLaws Consultant Mohon Tunggu... profesional -

The Counselor II Non partisan II Dalam keadilan, ada kebenaran... #Salam keadilan... ;)

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Aborsi Karena Perkosaan (Tidak) Melanggar Hukum? (I)

20 Agustus 2014   03:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:06 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14084666221240030492

[caption id="attachment_354053" align="aligncenter" width="300" caption="http://image.slidesharecdn.com/ - PP 61/2014"][/caption]


”Kami disumpah untuk melestarikan kehidupan. Jadi saya berharap agar tidak melibatkan dokter dalam tindakan aborsi.” – Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Zaenal Abidin (Republika, Jumat, 15 Agustus 2014)


Sebagaimana kita ketahui bersama, PP No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi (“PP 61/2014”) telah diundangkan pada tanggal 21 Juli 2014 yang lalu. Adapun PP 61/2014 ini merupakan aturan pelaksanaan dari upaya kesehatan, khususnya terkait kesehatan reproduksi yang diamanahkan untuk dikeluarkan oleh UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (“UU 36/2009”). Sedangkan batang tubuh PP 61/2014 terdiri dari 8 Bab dengan 52 Pasal. Tulisan ini tidak membahas secara terperinci mengenai bab maupun pasal dalam PP 61/2014, melainkan hanya membahas sekelumit terkait ketentuan mengenai aborsi yang disebabkan perkosaan dan akan terbagi dalam beberapa tulisan.


Khusus mengenai aborsi, sebenarnya telah diatur terlebih dahulu dalam UU 36/2009. Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 77 UU 36/2009. Yang pada intinya, setiap orang dilarang melakukan aborsi dan kebolehannya pun hanya berdasarkan hal-hal sebagai berikut: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan (vide/lihat Pasal 75 ayat (1) dan (2) UU 36/2009). Ketentuan terkait aborsi karena perkosaan merupakan hal yang baru di dalam UU 36/2009, hal mana tidak didapati di dalam UU sebelumnya, yakni UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan (“UU 23/1992”).


Sekilas bila kita membaca kebolehan aborsi karena perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan (vide Pasal 75 ayat (2) UU 36/2009), apakah ketentuan tersebut merupakan upaya yang ‘menghalalkan’ aborsi? Sebelum menjawabnya ada baiknya kita melihat ketentuan selanjutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UU 36/2009 yang menyebutkan sebagai berikut:


“Pasal 76 UU 36/2009:



Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun