Sesuai dengan konsep ini, maka orang mau memeluk dan mengamalkan agama jenis agama apa saja harus dihormati dan diberi kebebasan. Tidak pandang apakah mereka sembahyang dengan telanjang atau berendam di kolam saat tengah malam. Tidak peduli kepercayaan itu senyeleneh apapun. Bagaimana jika agama itu melecehkan agama lain? Apakah itu harus dibiarkan. Dan negara tidak boleh melarangnya? Bagaimana pula jika agama/aliran itu mengganggu ketentraman dan kemapanan agama lain?
Nah, dari sini mulai terlihat bahwa banyak kalangan yang menyalahgunakan dan menyalahtafsirkan HAM. Ia hanya menjadi legitimasi untuk mendukung aliran-aliran yang dianggap sesat, seperti Ahamadiyah. Padahal apa yang dilakukan Ahmadiyah itu melanggar HAM. Golongan ini telah banyak menyesatkan umat Islam. Ahmadiyah telah menodai dan melecehkan ajaran Islam dengan keyakinannya terhadap Nabi baru dan kitab baru. Sementara di dalam Islam telah jelas dan terang bahwa Nabi terakhir adalah Nabi Muhammad SAW dan kitab sucinya adalah Al-Qur’an. Apakah itu tidak melanggar HAM?
Jika kita menempatkan HAM ini secara proposional, maka tentu tidak akan terjadi pro dan kontra seperti ini. Ketika Ahmadiyah menyebarkan ajaran sesatnya, maka jelas aliran ini melanggar HAM. Sebab ia telah mengganggu orang lain dengan aktifitas penyesatannya itu. Selain itu, Ahmadiyah juga menodai agama Islam, karena ia masih bersikukuh bahwa ajarannya masih dalam koridor Islam. Terus, kenapa kalangan yang memperjuangkan HAM ini tidak mempersoalkan Ahmadiyah yang menjadi sumber konflik?
Ironis, yang terjadi justru sebaliknya, MUI yang mempunyai otoritas untuk berfatwa malah disalahkan dan dituduh melanggar HAM. Padahal MUI bertindak sesuai dengan profesionalitasnya. Sungguh ini hanya penyalahgunaan dan penyelewengan terhadap HAM. Perlu diketahui, memelihara ajaran agama adalah juga bagian dari menjalankan HAM, jadi kalau MUI memutuskan suatu aliran adalah sesat, maka itu bagian dari HAM.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI