Mohon tunggu...
Eko Putra Ngudiraharjo
Eko Putra Ngudiraharjo Mohon Tunggu... -

saya hanya seorang yang berusaha tetap sederhana tapi berguna untuk semua orang di sekitar saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mutiara dalam Kunang

4 Januari 2014   12:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:10 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

" mutiara dalam kunang"
oleh Eko Putra Ngudi Raharjo (Catatan) pada 16 Juni 2013 pukul 0:19

Putri dikenal pemuda smart dan pandai bersyair di kampusnya. Terlahir dari keluarga yang kurang mampu, lantas tidak membuat dia menyerah untuk membiayai kuliahnya sendiri. Almarhum ayahnya yang hanya seorang tukang becak dan ibunya yang kini hanya janda sebagai tukang sayur. Semua itu tak pernah membuat dia malu dan terpuruk dalam ketidakmampuan. Putri belajar banyak tentang semangat dan langkah tanpa mengenal menyerah dari kedua orang tuanya. Tulis syairnya tentang kehidupan sering membuat sahabat dan teman dekatnya kagum dengan tiap gerap penanya.
Aku beruntung karena memiliki pena dan selembar kertas untuk bercerita.
Merekalah cintaku dan setiaku.
Selalu ada untuk tangis dan tawaku.
Mereka puisiku saat sepi atau sunyiku.
Mereka nyanyi tanpa harus menghiraukan sumbangku.
Mereka kekasihku, mereka pena dan kertasku.

Aku tak perlu memperlihatkan senyum.
Karena bahasa penaku lebih harum.
Aku tak perlu menangis terisak.
Karena tiap suaranya ku taruh pada kertas bersajak.

Dan jika sepi memeluk.
Aku tak pernah terpuruk.
Bahkan ketika senyap seolah membusuk.
Aku tak pernah terdiam dalam tetes berpungguk.

Fajar hingga senjaku bertajuk.
Semua di antara tak terlihat hingga berujud bentuk.
Dan gelap hingga terangku puisi merayu lubuk.
Menarik goretan tanpa lelah seperti kekasih memeluk.
Mereka pena dan kertasku.

setiap ledek dan hinaan, bagiku hanya seperti mengubur puing-puing tak terpakai.
"aku terbangun dengan raga lelah, membayangkan terkulai menjadi bangkai dan itu, aku sudah terbiasa", ujar putri pada tandus ilalang bertangkai.
Gelap kemudian menawarkan kulit, ketika beku nafas mulai mencubit. Dihadapanku hanya sebentuk cahaya berkedip dalam burit, laksana mutiara dalam terang terhimpit. Kau indah kunang-kunang meski terbang diantara parit, selalu indah meski hanya redup di antara gelap mengapit.
"cukup kutangkap dengan hati dan kusimpan untuk siang nanti", ucap dalam hati putri sambil beranjak menghampiri zain yang sedang menarikan ranting dihampar pasir berumput.
Tak lama kemudian,
"zain, tolong bacakan untukku", suruh putri sambil menyodorkan selembar kertas kepada zain.
...
Redup itu sungguh indah.
Seperti hamparan bintang di antah berantah.
Senyum pelepas lelah.
Dan kedip pengoyak resah.

Bak mutiara diantara ilalang.
Pengusap sayup tatap berlinang.
Seperti mutiara menyala terbang.
Penghias gelap bintik-bintik redup tenang.

Aku pikir kaulah sang indah.
Meski hanya hembus redup terbelah.
Tetaplah jadi mutiara dalam kunang.
Selepas senja penuh bintang.

Karena di antara hamparan kaulah kedip penuh indah.

zain kemudian melepas tatap kepada putri sambil bertanya , " apakah aku mutiara dalam kunang itu put ?"

" ea zain, selama ini kamulah mutiara itu. Tanpa pernah melihat kurangku, kau tetap menjadikan aku sahabat. dan bukan sebagai sang miskin yang menjijikan seperti mereka teman-temanmu", terang putri kepada zain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun