Orang tua di seluruh Indonesia menghadapi tugas berat setiap tahun ajaran baru yaitu menemukan sekolah terbaik untuk putra putri mereka. Sekarang, dinamika dan tantangan dalam proses ini telah berubah dengan diberlakukannya SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru) untuk menggantikan PPDB mulai tahun 2025, tetapi banyak orang tua yang masih belum paham.
Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang tersedia di berbagai wilayah seringkali menimbulkan kebingungan dan harapan bagi orang tua. Stres tambahan muncul selama proses ini, mulai dari mempersiapkan dokumen, memilih sekolah favorit, hingga menghadapi persaingan ketat.
Apa itu SPMB ?
Sistem penerimaan murid baru (SPMB) berlaku untuk jenjang SD hingga SMA. Berbeda dari PPDB, SPMB memiliki banyak perubahan kebijakan yang dianggap lebih transparan, adil, dan berkualitas. Salah satu tujuan utama SPMB adalah untuk mencapai akses pendidikan yang lebih adil tanpa menghalangi zonasi atau domisili, yang selama ini menjadi kontroversi. Diharapkan sistem baru ini akan memberi semua anak kesempatan pendidikan yang baik, bukannya tergantung pada lokasi tempat tinggal.
Sistem seleksi yang digunakan oleh sekolah, terutama di jenjang SMP dan SMA, dapat didasarkan pada zonasi atau domisili, prestasi, atau kombinasi keduanya. Beberapa sekolah terkenal menggunakan sistem seleksi yang ketat, seperti tes akademik, tes bakat, atau melihat nilai rapor sebelumnya.
Orang tua melihat SPMB sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar administrasi, ini adalah penentu masa depan anak mereka. Mereka ingin memastikan anak mereka masuk ke sekolah yang baik, dengan lingkungan yang baik, dan yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan potensi akademik dan non-akademik mereka.
Bagi banyak orang tua, mencari sekolah untuk anaknya ini bukan hanya menyangkut persoalan emosional dan administrasi. Banyak hal yang dipertimbangkan, dan kadang-kadang menimbulkan kebingungan dan stress seperti :
1. Ketatnya Persaingan di Sekolah Favorit
Orang tua biasanya memprioritaskan sekolah unggulan. Sementara banyak peminat, kuota terbatas. Ini membuat banyak orang tua khawatir apakah anak mereka akan lolos seleksi atau harus mencari opsi lain.
2. Kebijakan Zonasi