Mohon tunggu...
Ephen M
Ephen M Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

berbagi dari kekurangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sumpah Pemuda: Menjunjung Bahasa Indonesia

28 Oktober 2015   00:04 Diperbarui: 4 April 2017   16:53 4800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bahasa Indonesia, bagi sebagian besar masyarakat kita, merupakan bahasa kedua setelah bahasa ibu. Itu berarti pemerolehannya tidak sealamiah bahasa ibu atau bahasa daerah, tetapi lewat pendidikan formal di sekolah. Kendatipun sebagai bahasa kedua, bahasa Indonesia sangat penting untuk dipelajari dan digunakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Tidak heran, mulai dari tingkat SD hingga PT, bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran dan/atau mata kuliah wajib.

Terdapat sekurang-kurangnya dua alasan mengapa bahasa Indonesia sangat penting bagi kita.

Pertama, bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pemersatu yang menjembatani keanekaan suku, ras, bahasa, dan agama yang ada di negeri ini. Kesadaran akan fungsinya sebagai pemersatu inilah yang mendorong para pendahulu kita untuk bersumpah : Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sumpah ketiga dalam Sumpah Pemuda ini jika dibandingkan dengan dua sumpah lainnya berbeda secara signifikan terkait dengan verba (kata kerja) yang digunakan dalam rumusan tersebut. Sumpah pertama berbunyi, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.

Sumpah kedua berbunyi, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Verba pada rumusan sumpah pertama dan kedua sama, yakni mengaku, sedangkan verba pada rumusan sumpah ketiga adalah menjunjung. Mengingat yang merumuskan ketiga sumpah tersebut adalah seorang sekaliber Muhammad Yamin, maka penggunaan kata menjunjung pada sumpah ketiga tersebut tentu bukanlah sebuah kebetulan. Demi penyeragaman verba yang digunakan, Muhammad Yamin bisa saja menggunakan kata mengaku juga untuk bahasa Indonesia. Akan tetapi, dibandingkan dengan konsep tanah tumpah darah dan bangsa Indonesia, Muhammad Yamin sepertinya sudah membaca jauh ke depan bahwa sesuatu yang lebih konkrit sekaligus dinamis bagi terus terwujudnya persatuan di negeri ini adalah bahasa Indonesia.

Kata menjunjung bernuansa makna menghormati sekaligus mengaku. Tetapi kata mengaku tidak serta merta bernuansa makna menjunjung dan/atau menghormati. Kata mengaku itu menyentuh aspek batin; apa yang dibatini, diyakini. Sebaliknya, kata menjunjung itu mengacu kepada suatu keharusan sikap yang konkrit. Demikianpun dengan diksi menjunjung dalam rumusan sumpah ketiga Sumpah Pemuda mengacu kepada suatu keharusan sikap yang nyata. Bahasa Indonesia tidak cukup hanya diakui, tetapi harus lebih dari itu yakni dijunjung, malah perlu selalu dijunjung tinggi.

Kedua, dari perspektif bahasa sebagai unsur budaya, bahasa Indonesia merupakan salah satu unsur kebudayaan nasional. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa unsur kebudayaan nasional yang secara signifikan menyatukan keanekaan budaya di negeri ini adalah bahasa Indonesia. Ketika orang asing misalnya bertanya/meminta kepada kita: tolong sebutkan satu kebudayaan nasional Indonesia yang mewakili keberagaman budaya di negeri ini, maka jawaban apa yang dapat kita berikan? Salah satu jawabannya (dan mungkin satu-satunya yang mudah dijawab dan mewakili kebhinekaan kita) adalah bahasa Indonesia. Jadi, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa menjunjung bahasa Indonesia bernuansa makna juga menjunjung kebudayaan nasional.

Semoga dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, kita pun kembali bertekad dan bersumpah seperti para pendahulu kita: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.Salam Sumpah Pemuda.  (EM).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun