Mahasiswa sekarang memang banyak yang gagap menulis dan menuangkan pikirannya. Belum sempat hal ini  diperbaiki sudah muncul teknologi AI.
Tulisan Agustinus Gareda tentang "Ketika Mahasiswa Gagap Menulis, di Mana Akar Masalahnya?" memang merefleksikan dunia kemahasiswaan saat ini. Walau tidak semua mahasiswa kesulitan dalam menuliskan apa yang ada dipikirannya, namun fenomena ini sudah sangat umum. Kehadiran platform seperti chat GPT atau  Artificial Intelligence (AI/ kecerdasan buatan) yang lain ternyata memperparah kondisi ini.
Beberapa waktu dosen di kampus memberikan tugas take home untuk ujian tengah semester (UTS). Soalnya hanya tiga dengan petunjuk soal yang lengkap dari dosennya plus diberikan referensi yang cukup untuk setiap soalnya. Namun ada catatan di setiap soal, bahwa dalam pengerjaannya dilarang keras menggunakan AI. Artinya mahasiswa bisa menggunakan referensi sebaik mungkin kemudian menganalisa jawaban dari soal-soal tersebut.Dosen memberikan waktu satu minggu untuk mengerjakan soal ini.
Ternyata ada banyak cara yang dilakukan para mahasiswa dalam mengerjakan soal ini.
Walau sama-sama terlihat panik dan merasa soal ini terlalu " berat", Jenis mahasiswa pertama tetap mengerjakan dengan baik soalnya dan patuh mengerjakan tanpa bantuan  AI. Jenis mahasiswa kedua adalah mereka yang panik dan menyerah duluan. Jenis tipe kedua ini segera mencari bantuan alias mencari joki yang bisa mengerjakan tanpa AI, walaupun harus menyediakan sejumlah uang.
Jenis mahasiswa ketiga, ternyata adalah mayoritas. Mereka yang tidak mematuhi petunjuk dan tetap memakai AI dalam mengerjakan. Beberapa menggunakan tekhnik parafrase dengan harapan bisa mengelabui dosen. Beberapa lainnya pakai chat gpt yang katanya canggih.Misalnya dengan menuliskan soal dan sejumlah referensinya dan meminta AI untuk memberikan jawaban. Tipe lainnya, menggunakan AI untuk mengedit dan menambahkan pemikirannya sendiri.
Sebenarnya, hampir saja soal sulitnya menjawab soal-soal ini terlupakan sampai suatu hari dosen yang bersangkutan masuk kelas dan membahas perihal tugas ini. Dosen tersebut, entah pakai pendeteksi AI yang mana, mendeteksi ada 3 jenis mahasiswa di kelas. Yang pertama, menurutnya, yang murni tanpa menggunakan AI, hanya 25% dari seluruh anggota kelas di mata kuliah ini. Sisanya campuran AI dan 100 persen menggunakan AI.
Beberapa mahasiswa tentu saja mempertanyakan analisa dosen ini di kelas. Terutama yang merasa tidak memakai AI dalam mengerjakan soal tersebut. Namun yang menarik, beberapa mahasiswa lainnya terang-terangan mengaku menggunakan AI 100 persen dengan alasan tidak sempat buat mengerjakan sendiri, sibuk bekerja dan menganggap AI sudah hal lumrah buat digunakan saat ini.
Kesimpulannya hari itu, memang tak semua mahasiswa bisa melepaskan diri dari AI. Bahkan untuk 3 Â soal yang sebenarnya bisa dikatakan isu umum dan tak terlalu sulit saja , mereka sudah sangat kebingungan. Bahkan bisa jadi malas berpikir lagi dan menyerahkan jawaban bulat-buat buat dijawab AI saja.
**