Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Masa Single, menjadi Dewasa Secara Finansial dengan Mengemaskan Sebagian Tabungan di Pegadaian

26 Juni 2025   16:30 Diperbarui: 26 Juni 2025   16:30 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasa tenang terukir pada senyuman melihat saldo rekening bertambah. Waktu itu emas yang selama ini saya tabung di aplikasi Pegadaian saya jual untuk kebutuhan persiapan pernikahan. Jika dulu saya tidak sisihkan sebagian gaji saya untuk membeli emas, tidak mungkin saya setenang hari itu. Ternyata kebiasaan menabung dan berinvestasi sangatlah BERMANFAAT di masa depan!

Kemampuan seseorang mengelola keuangan bisa menjadi gambaran kualitas masa depannya. Jika tidak mampu mengelola keuangan, seringkali seseorang bisa terjebak pada pengambilan keputusan yang salah terkait dengan keuangan. Seseorang misalnya bisa terjerat utang kartu kredit, pinjaman online hingga tergiur dan tertipu investasi bodong.

Kondisi ini bisa berakibat fatal pada kehidupan di masa depan bahkan dapat membentuk lingkaran setan kemiskinan hingga membuat hidup dalam kemiskinan hingga generasi berikutnya. Terdengar menakutkan, tetapi itulah kenyataannya.

Pegadaian melalui program TJSL Pegadaian (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan)  aktif melakukan peningkatan literasi keuangan di masyarakat. Progam ini dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti "Ngobrol di Kampus" dan investasi kepada 100 calon Pekerja Migran Indonesia di Medan. Tujuannya agar setiap kelompok masyarakat mendapat literasi keuangan sejak dini dan bijak dalam mengambil keputusan terkait keuangan.   

Belajar dewasa secara finansial

Saya merasa sangat beruntung memiliki kakak senior yang memberi pengaruh positif pada kehidupan saya, termasuk soal menjadi dewasa secara finansial. Padahal ini adalah pembicaraan yang bisa dibilang tidak serius-serius amat pada waktu itu.

Mengapa tidak, saat itu saya masih di bangku kuliah yang sedang fokus mempersiapkan penelitian. Belum lagi saat itu selalu dapat kiriman uang bulanan rutin dan cukup dari orangtua. Jadi memang belum kepikiran sejauh itu.

Tetapi pada waktu itu saya ambil dan menjadikan "dewasa secara finansial" menjadi hal serius karena saya pun sadar, pada akhirnya setelah bekerja kelak, saya tidak seharusnya bergantung pada orangtua. Saya bertekad ketika lulus wisuda nanti, tidak akan meminta uang lagi pada orangtua.

Tiga bulan setelah wisuda, saya mendapat pekerjaan sebagai volunteer. Saya pun mendapatkan gaji pertama sebagai volunteer. Gaji itu saya pakai untuk menopang hidup saya ditambah dengan tabungan yang saya miliki sebelumnya. Saya sudah mempersiapkan diri sebelumnya dengan menyisihkan sedikit demi sedikit uang bulanan dari orangtua.

Dengan tekad itu, saya pun tidak meminta uang lagi kepada orang tua secara langsung. Ya, walaupun "bantuan finansial" selalu ditawarkan ketika saya masih single. Saya tetap menolak dengan halus dan mengatakan saya punya uang. Lambat laun mereka tidak bertanya-tanya lagi tentang apakah saya cukup uang atau tidak.

Sejujurnya, keinginan untuk meminta uang pada orangtua itu tetap ada. Menerima uang dari orangtua lebih enak dan mudah. Mendapatkan uang dari bekerja keras ternyata tidak semudah mendapatkan uang dari orangtua. Namun, memegang prinsip tadi, saya berusaha menggunakan uang yang ada agar cukup sampai gajian berikutnya.

Lalu ketika saya pindah ke Jakarta, saya merasakan adanya perbedaan terkait kebutuhan hidup yang begitu signifikan bila dibandingkan ketika bekerja di daerah. Bekerja di daerah, bisa dibilang lebih hemat secara pengeluaran. Gaji yang didapatkan hanya untuk tabungan dan kebutuhan makan sehari-hari. Saya bisa menabung gaji saya lebih dari 50%.

Sementara bekerja dan tinggal di Jakarta kebutuhan lebih banyak. Banyak godaan-godaan selalu tampil di depan mata secara langsung maupun melalui media sosial dimana semua hal dijangkau dengan sangat mudah.  Jika tidak bisa mengendalikan diri, bisa-bisa terbawa arus dan hidup dalam kondisi keuangan mengenaskan.

Saya pun lebih serius menanyakan pada diri, "bagaimana sih mengelola keuangan dengan baik?"

Tujuannya supaya tidak bergantung pada gaji bulanan. Setidaknya, masih ada sisa gaji tiap bulan sehingga jika ada keperluan mendadak, masih ada dana yang bisa dipakai.

Ternyata langkah awal pengelolaan uang sudah dipelajari sejak Sekolah Dasar

Lalu, saya mencari berbagai sumber tentang pengelolaan uang dari berbagai media sosial dan perpustakaan online tentang literasi keuangan. Salah satu tujuan meminjam buku di perpustakaan online yaitu agar bisa meminimalkan biaya, hehe.

Dari sekian banyak informasi yang saya peroleh tentang pengelolaan uang, ujungnya-ujungnya saya kembali pada pelajaran sekolah dasar. Resep mengelola uang ialah "Jangan hidup lebih besar pasak dari tiang". Menarik, pepatah kuno ini ternyata masih berlaku hingga saya dewasa.

Lalu, saya pun membagi pos-pos keuangan menjadi lima kategori besar yaitu tabungan dan investasi, dana darurat, dana sosial, kebutuhan sehari-hari dan hobbi.

Tabungan dan investasi itu saya rencanakan untuk biaya pernikahan (jika diperlukan), pulang kampung, dan untuk kebutuhan jangka panjang lainnya.

Setelah saya membagi alokasi pos-pos keuangan, saya rutin membagi-bagi uang saya pada pos-pos tersebut jika sudah gajian. Beberapa hari setelah gajian saya langsung menempatkan gaji saya pada pos-pos tersebut.

Sebagian tabungan dan investasi jangka pendek saya tempatkan di Pegadaian. Bersama dengan teman-teman kantor, kami mendatangi langsung kantor Pegadaian cabang Pondok Pinang untuk mendaftarkan keanggotaan. 

Disana kami dijelaskan oleh pegawai Pegadaian bahwa bisa membeli emas secara rutin melalui aplikasi tanpa harus ke kantor Pegadaian. Sejak saat itu saya rutin membeli emas melalui aplikasi.

Sumber: Antawanews.com
Sumber: Antawanews.com

Cara-cara mengelola keuangan yang saya terapkan sampai saat ini

Pengelolaan yang saya tetap lakukan ialah:

1. Sisihkan terlebih dahulu baru konsumsi kemudian

Setelah mendapat gaji, uang tersebut langsung saya masukkan pada pos-pos keuangan. Menyisihkan di awal gajian akan lebih baik dibandingkan akhir gajian.

2. Sadari bahwa memang manusia selalu memiliki keinginan-keinginan

Memiliki keinginan adalah hal yang sangat wajar. Sadari bahwa keinginan itu selalu ada dalam diri. Oleh karena itu, selalu bedakan antara keinginan dan kebutuhan. Sehingga ketika merasa masih ingin ini itu, kita sadar bahwa itu hanya perasaan dan pikiran kita.

Gunakan strategi saat belanja, misalnya belanja dengan kondisi perut kenyang agar tidak impulsif atau letakkan barang belanjaan pada keranjang e-commerce terlebih dahulu dan tunggu minimal hingga 24 jam. Tujuannya untuk memeriksa serta mengingatkan kita kembali apakah barang yang kita rencanakan akan beli itu hanya karena keinginan atau kebutuhan.

3. Utamakan kualitas daripada kuantitas

Jika mengutamakan kualitas, uang tidak habis membeli barang yang sama hingga berkali-kali. Pada saat membeli tas atau pakaian, saya lebih memilih pakaian dengan warna dan model yang bisa dipakai hingga bertahun-tahun.

Saya akan lebih mengutamakan mengonsumsi whole food daripada ultraprocessed food. Makan whole food kelihatan lebih mahal tetapi kandungannya lebih sehat. Makan makanan jenis ultra processed food terus-menerus memang lebih murah secara harga tetapi sayangnya kurang baik pada tubuh.

Jika tubuh terlanjur sakit, justru akan menurunkan produktivitas saya. Bahkan bisa membuat saya harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk biaya rumah sakit dan beli obat. Jika mengutamakan kualitas, saya merasa tidak terlalu tergoda dengan barang-barang diskon yang tidak saya butuhkan.

4. Kalau bisa murah, kenapa harus mahal?

Carilah alternatif yang murah jika sesuatu bisa didapatkan dengan harga lebih murah dan mudah. Saya suka membaca dan membeli buku. Tetapi saat saya dalam mode berhemat, saya lebih memilih membeli buku bekas di pasar loak atau lebih memilih meminjam buku di perpustakaan online. 

Saya biasanya pinjam buku di aplikasi ipusnas. Hanya bermodalkan biaya paket data saja dan ponsel yang sudah ada, saya bisa mendapatkan ilmu BERKUALITAS dari sana.

Ada banyak alternatif pilihan yang murah di luar sana tanpa harus mengorbankan uang yang banyak, misalnya mencari informasi melalui media online atau menggunakan alternatif transportasi umum bila ada dan memungkinkan.

5. Do Your Own Research sambil upgrade ilmu!

Membiasakan melakukan riset sendiri karena dengan sendirinya kita sedang meningkatkan pengetahuan. Memperbanyak literasi keuangan dan mencoba menggunakan fasilitas keuangan yang tersedia. Mengulik lagi tentang Pegadaian, ternyata ada banyak produk yang dijual disana. 

Suatu saat saya ikut menemani teman membeli emas batangan di kantor Pegadaian di Poin Square, saya jadi tahu ternyata bisa cicil emas batangan dengan 0,5 gram. Saya jadi tahu ternyata untuk tujuan menabung atau berinvestasi, lebih baik membeli emas batangan dibandingkan dengan emas perhiasan. 

Sejak itu saya jadi tertarik ingin menabung emas di Pegadaian. Berhubung saya kos, saya lebih merasa aman membeli emas melalui aplikasi Pegadaian.

6. Jangan coba-coba berutang konsumtif

Terbiasa berhutang konsumtif merupakan kebiasaan buruk. Agar tidak memiliki hutang konsumtif maka sebaiknya membiasakan hidup sesuai pendapatan. Jika terlanjur punya utang, segera bayar atau cicil hutang-hutang. 

Mengelola keuangan itu memang tidak mudah tetapi menjadi habit jika sudah terbiasa

Sampai saat ini saya belum menemukan orang yang mengatakan bahwa mengelola keuangan itu mudah. Saat mengelola keuangan, saya yakin banyak yang berhadapan dengan berbagai godaan, seperti merek terbaru, diskon besar-besaran, kuliner viral dan tempat-tempat baru viral.

Menghadapi itu semua, perlu kesadaran penuh. Saya selalu mengingat kalau hidup bukan untuk hari ini saja tetapi ada besok hari yang harus dipersiapkan secara matang.

Saat saya telah menikah, saya merasakan manfaat kebiasaan mengelola keuangan ketika masih single. Setelah menikah, kebutuhan meningkat dan mimpi pun bertambah. 

Terbiasa mengelola keuangan ketika masih sendiri, membuat saya lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan pernikahan. Suami menjadi teman berbagi informasi serta bersama-sama mengelola keuangan.

Keputusan itu menjadi hal yang baik bagi diri saya sendiri. Komitmen "kecil" yang jika saya tidak ambil pada saat itu, mungkin saya belum bisa mengelola keuangan saya sampai sekarang. Apalagi mengerti tentang literasi keuangan. Saya mungkin juga tidak setertarik itu atau menganggap literasi keuangan bukanlah hal yang mesti dipelajari.

Menurut saya, tidak harus menjadi dewasa secara usia baru mengelola uang. Setiap orang harus belajar menjadi dewasa secara finansial sejak dini. Mengelola keuangan adalah hal mendasar yang harus mampu dilakukan setiap orang. Karena kondisi finansial akan mempengaruhi banyak lini kehidupan kita, terutama kualitas hidup di kemudian hari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun