Mohon tunggu...
Enma Shafiana
Enma Shafiana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Tapi Beda #1

25 Mei 2015   16:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:37 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kala itu, senja mulai menampakkan diri diujung barat, sementara angin seakan tak mau menyembunyikan diri, terus berhembus seakan ingin membawa pergi seluruh duka yang sedang melanda diriku. Tak ada yang lebih meresahkan kecuali bagaimana melanjutkan hidupku dan memulai segalanya dengan sempurna meskipun sekarang segalanya bagaikan kain perca.

Empat tahun yang lalu adalah suatu masa yang memperkenalkanku pada seseorang. Aku masih sangat muda dengan berbekal kemampuan dan pengetahuanku yang sangat pas pasan aku mulai meniti karir dengan bekerja disebuah perusahaan swasta di Jakarta. Aku berkenalan dengan seseorang yang sangat jenius. Kecerdasannya sangat luar biasa, begitupun perilakunya lemah lembut & sangat santun. Aku sempat mengaguminya, dalam hati aku bermimpi memiliki kekasih yang seperti dia. Sosoknya yang tinggi dengan kulit sawo matang khas kulit asia, dipadukan dengan matanya yang bulat bersinar , garis wajahnya yang tegas mencerminkan pemiliknya adalah seorang yang tegas ketika menjadi pemimpin. Namun begitu lelaki itu sangat ramah, menyapa dengan lembut setiap orang yang bertemu dengannya. Tak ada kesombongan maupun keangkuhan yang tampak dari perilakunya.

Ketika itu aku mulai berkenalan dengannya dan sejak itu kami menjadi semakin akrab. Darinya aku belajar berbagai hal tentang pekerjaan, dia memperkenalkanku pada SOP perusahaan dan mengajariku banyak hal mulai dari menggunakan excel dengan baik, sampai pada bagian analisis data, skill yang menjadi keahliannya saat itu. Dia sangat terampil menyiapkan data, menganalisis dan menyajikannya dalam bentuk tabel yang saat itu aku belum mengerti bagaimana membacanya. Bahkan tabel yang digunakan sebagai bahan meeting direktur ditingkat nasional pun dia yang membuat. Aku berdecak kagum saat mendengar cerita dari salah seorang temanku yang juga staff dikantor kami. Belum lagi prestasinya disekolah dan dikampus yang selalu gemilang dan selalu menjadi peringkat pertama.

Saat itu aku begitu kagum dengan kecerdasan sekaligus segala yang ada pada dirinya. Aku sendiri bukanlah seorang yg ahli dalam bidang tertentu, keterampilan dan kecerdasanku hanya ada pada tingkat rata – rata, sehingga bertemu dengan seorang sepertinya aku sudah sangat terkagum – kagum. Aku menjadi bersemangat untuk belajar apapun yang aku bisa pelajari, dan itu aku belajar darinya karena saat itu kebetulan kami bekerja pada departemen yang sama. Semakin lama aku mengenalnya, aku menjadi sulit untuk membedakan apakah aku sekedar kagum atau ada perasaan lebih dari itu yang sesungguhnya ingin aku tunjukkan. Namun, apalah, aku sebaiknya tau diri karena yang diimpikannya pastilah seorang wanita yang lebih dari aku. Aku terus berusaha mengubur perasaanku sedalam – dalamnya, tapi dilain sisi aku masih berusaha untuk menjadi lebih baik, dan berharap suatu saat dia dengan sendirinya melihat bahwa aku adalah wanita yang cukup pantas untuk bersanding dengannya. Mungkin ini yang sering dikatakan orang sebagai cinta pertama, saat seseorang mengalaminya selalu merasa hari – hari yang dilaluinya terasa indah, waktu berputar sangat cepat, dan tak ada satupun beban yang kita rasakan. Yang ada hanyalah rasa bahagia, meskipun hanya dengan berjumpa, berbagi cerita dan tertawa bersama. Mendengarkan tawa dan melihat senyum itu, oh Tuhan hati ini terus berdegup kencang. Seberapa jauhkah aku mengenalnya sampai irama langkah kakinya saja aku sudah sangat hafal. Namun, biarlah aku sangat menikmati indahnya walau yang ku cinta tak pernah mengetahuinya. Aku akan bahagia, ya meskipun harapan itu hanya sekedar harapan.Biarkan ia menjadi mimpi apabila tak ada keberanian untuk membuatnya menjadi nyata. Hatiku hanya bisa sekedar bermimpi dan berharap berada disisinya, memeluknya ketika ia sedang berduka dan bersandar dibahunya ketika aku sedang merasa lelah.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun