Mohon tunggu...
Eni Rahmawati
Eni Rahmawati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menemunkan Kembali Kebahagiaan Sejati

2 November 2016   09:27 Diperbarui: 2 November 2016   09:47 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia merupakan makhluk yang kompleks. Beragam kebutuhan dan keinginan membuatnya ingin terus bergerak. Namun, kemanakah sejatinya tujuan dari gerakan yang dilakukannya? Apakah gerakan itu membawa ke tempat yang membuatnya tentram dan bahagia?

Di zaman modern ini manusia mendefinisikan kebahagiaan dengan terpenuhinya fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk hidup dan tercapainya  keinginan-keinginan yang telah ia susun. Sementara, manusia tidak hanya tersusun oleh materi tetapi juga non materi. Ia mempunyai unsur jasad dan rohani atau jiwa. Lalu, bagaimana jika kebutuhan jasad terpenuhi tetapi kebutuhan rohani tidak terpenuhi? Keseimbangan pun tidak tercapai sehingga manusia seakan berjalan hanya dengan satu kaki.

Manusia diciptakan oleh Sang Maha Sempurna. Maka tidak mungkin jika ciptaannya tidak sempurna, karena ketidaksempurnaan ciptaan menggugurkan pengertian bahwa pencipta itu sempurna. Manusia sesungguhnya selalu bergerak untuk mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, ia tidak akan tentram jika melanggar aturan-aturan yang menghambatnya untuk mengaktualisasi diri menjadi sempurna.

Cinta muncul dari terlihat kesempurnaan-kesempurnaan pada akal.  Mata pecinta tak dapat melihat apa pun kecuali kesempurnaan. Mata pecinta pun tak pernah gagal melihat kesempurnaan itu meskipun di mata orang lain masih terdapat kekurangan. Manusia pun diuji, bagaimana ia akan melihat sebuah keburukan. Apakah melihat dengan cinta atau melihat dengan amarah. Dengan saling mengerti, memahami, dan memenuhi kekurangannya, cinta menjadi indah dan sejuk.

Sebenarnya, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dicapai karena kabahagiaan sudah ada dalam diri kita. Ia hanya perlu dicari dan digali untuk ditemukan. Apabila kebahagiaan itu harus dicapai, maka manusia akan berlomba-lomba untuk berlari dan saling menjatuhkan satu sama lain. Mencari kebahagiaan dalam diri sendiri, maka manusia hanya perlu bersyukur dan introspeksi diri.

Sahabat, keluarga, alam merupakan ladang kebahagiaan, oleh karena itu manusia selalu merindukan mereka. Namun sejatinya, kerinduan-kerinduan itu adalah kerinduan terhadap Tuhan. Karena segala sesuatu di alam semesta ini merupakan manifestasi dari wujud Tuhan. Kerinduan yang muncul dapat tersalurkan dengan bercakap-cakap dengan Tuhan. Entah dengan melihat alam semesta, atau dengan merenungkan apa saja yang telah kita lakukan untuk berkomunikasi dengan Tuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun