Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lima Jurus Pengubah Perilaku Anak

23 Januari 2016   21:26 Diperbarui: 23 Januari 2016   21:26 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah satu cara yang mudah untuk mengubah atau meningkatkan perilaku anak agar lebih baik adalah dengan menembus faktor kritis. Seperti sudah sering diulas di berbagai artikel, pikiran bawah sadar memegang peranan 95 sampai 99 persen dalam mengendalikan seseorang. Sementara pikiran sadar hanya berperan 1 sampai 5 persen. Itu sebabnya, perubahan akan sulit terjadi jika tidak dilakukan melalui pikiran bawah sadar.

Persoalannya, tidak mudah memasukkan data atau informasi baru ke pikiran bawah sadar, karena ada pagar pelindung yang disebut critical factor alias faktor kritis. Itu sebabnya, hal utama yang perlu dilakukan adalah bagaimana bisa menembus pagar pembatas tersebut.

Dalam pemahaman saya saat ini, sebagai trainer Hypnotherapy for Children alias hipnoterapi anak, ada lima cara untuk bisa menembus faktor kritis anak. Lima jurus itu diperlukan agar lebih mudah memasukkan sugesti atau pesan baru kepada pikiran bawah sadar anak. Kelima jurus itu masing-masing adalah: figur dengan otoritas tinggi, emosi dengan intensitas tinggi, repetisi ide, identifikasi, dan terakhir adalah relaksasi pikiran.

Baiklah, saya akan coba ulas satu demi satu. Pertama, figur dengan otoritas tinggi. Sahabat, figur dengan otoritas tinggi, sangat mudah memasukkan informasi ke pikiran bawah sadar. Dalam hal ini, seseorang yang sangat disegani, dikagumi, bahkan ditakuti oleh anak, akan memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang langsung diserap pikiran bawah sadar tanpa penolakan. Contoh figur otoritas tinggi ini adalah ayah, ibu, kakek, nenek, guru, pemuka agama, termasuk artis atau siapa pun yang menjadi idola sang anak.

Itu sebabnya, sebagai orang tua yang menjadi figur dengan otoritas tinggi, ada baiknya tidak mudah menyampaikan kata-kata atau kalimat yang berisi sumpah serapah, cacian atau makian kepada anak. Kenapa? Karena pikiran bawah sadar akan mengakses informasi itu dengan mudah dan akan dijadikan program baru dan segera dijalankan dengan baik tanpa penolakan.

Kedua, emosi dengan intensitas tinggi. Emosi yang dimaksud di sini adalah berbagai emosi, namun intensitasnya cukup tinggi. Misalnya kesedihan mendalam, kecewa, marah, bahkan gembira, tertawa, atau suasana hati yang sangat senang. Ketika anak dalam kondisi emosinya sedang memuncak, baik itu marah atau gembira, berikan input data yang baik demi kesuksesannya kelak.

Sebagai contoh, ketika anak melakukan kesalahan dan dia sangat sedih karena kena marah, maka ada baiknya tidak ditambah dengan memasukkan sugesti yang tidak tepat. Saat anak sedang sedih, sementara orang tua atau guru justru memasukkan kata-kata seperti nakal, bodoh, kurang ajar, dan berbagai kata negatif lainnya, maka dengan cepat akan diterima oleh pikiran bawah sadar. Kenapa? Saat anak sedih atau gembira, maka pikiran bawah sadar sedang terbuka lebar tanpa pagar pembatas sama sekali. Sehingga informasi ini akan menjadi program baru dan diterima dengan baik.

Begitu pula ketika anak terlihat senang, bahkan berteriak kegirangan setelah berhasil menyelesaikan sebuah permainan, ada baiknya jadikan kesempatan itu untuk memasukkan sugesti yang tepat.

“Wah kamu menang ya, Nak? Hebat! Kamu memang anak yang selalu berusaha melakukan terbaik. Terbukti kamu bisa menyelesaikan permainan itu dengan baik. Mudah-mudahan, di sekolah kamu juga bisa seperti itu.” Demikian kalimat yang bisa disampaikan saat anak berhasil menuntaskan permainannya.

Umumnya, orang tua menyampaikan yang sebaliknya. “Kalau sudah main game lupa waktu. Giliran sekolah malasnya minta ampun, disuruh belajar susah,” gerutu orang tua pada umumnya. Akibatnya, informasi itulah yang justru masuk ke pikiran bawah sadar. Celakanya, informasi itu disampaikan saat anak sedang girang.

Selanjutnya adalah repetisi ide, alias ide yang disampaikan berulang-ulang. Silakan dicek, anak yang sering kena marah dan dikatakan nakal, bodoh, kurang ajar, pemalas, dan berbagai sumpah serapah lainnya, akan tumbuh menjadi anak yang memang nakal, bodoh, pemalas dan sikap negatif lainnya. Semakin sering disampaikan, maka pikiran bawah sadar melakukan konfirmasi dengan tegas dan jelas bahwa semua kata-kata itu harus dijalankan dengan baik. Bahkan, ketika tiba-tiba ada orang yang berkata bahwa dia pandai dan cerdas, malah ditolak dengan mentah-mentah. Kenapa? Sebab pikiran bawah sadar memang tidak pernah mendapat kata-kata pandai dan cerdas. Sehingga, kedua kata itu justru dianggap aneh dan tidak diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun