Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mulai Sekarang, Hentikan Penggunaan Kata "Oknum"

24 Juli 2022   22:34 Diperbarui: 24 Juli 2022   22:34 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini, jika ada orang yang melakukan kesalahan besar, kata yang otomatis tersemat adalah 'oknum'. Sebagai contoh, ketika ada sosok guru yang kemudian melakukan tindakan kriminal, maka pelakunya disebut oknum guru. Begitu juga ketika ada polisi yang melakukan kesalahan, otomatis disebut oknum polisi. Pun ketika ada aparatur sipil negara melakukan kesalahan, juga dikasih embel-embel oknum. Pokoknya, siapa pun yang salah, itu pasti oknum.

Karena adanya kata oknum inilah, masing-masing profesi atau pekerjaan, tidak ada upaya serta tidak memiliki kesadaran menjaga muruah pekerjaan dan profesinya masing-masing. 

Misalnya, seseorang sebagai wartawan, akan melakukan pekerjaan suka-suka. Tidak ada jiwa korsa atau semangat kebersamaan dalam sama-sama menjaga profesi ini. Sehingga wartawan bisa saja melakukan tindakan kurang terpuji, seperti melakukan pemerasan, atau bahkan melindungi aktivitas yang melanggar ketentuan. 

Toh jika nantinya tertangkap, wartawan lain, termasuk saya, akan dengan cepat mengatakan, itu hanya oknum. Tidak semua wartawan melakukan seperti itu.

Mari kita belajar ke negara yang pernah menjadi korban bom di Perang Dunia II yakni Jepang. Di negeri Sakura ini, para polisinya tidak mengenal kata oknum. 

Bagi mereka, jika ada polisi yang bersalah, maka yang lain ikut malu dan ikut meminta maaf. Karena itu, masing-masing polisi akan berusaha menjalankan tugasnya dengan baik. Mereka secara otomatis ada perasaan tidak ingin membuat malu korps sesama polisi di negaranya.

Hal ini dibenarkan Direktur Binmas Polda Kaltim Kombes Pol Anggie Yulianto Putro. Saat berbincang santai di salah satu cafe di Balikpapan, Anggie mengaku pernah mendapat tugas berkunjung ke Jepang dan bertemu jajaran kepolisian di negeri Matahari Terbit itu.

"Di sana memang begitu. Para polisi Jepang tidak mengenal kata oknum. Kalau mereka melakukan kesalahan, ya mereka akan merasa malu karena mencederai kawan mereka yang sama-sama satu profesi," sebutnya. Karena itu, mereka sangat menjaga profesi itu dengan tidak melakukan kesalahan.

"Kalau kemudian ada polisi yang melakukan kesalahan, polisi lain akan ikut meminta maaf pada masyarakat. Karena menyadari mereka satu profesi, dan harus ikut bertanggung jawab secara moral," urainya.

Bisa dibayangkan, jika setiap polisi di Indonesia memiliki jiwa dan semangat seperti itu, akan seperti apa majunya negara ini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun