Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gojek dan Peningkatan Nasionalisme, Bisakah?

30 April 2018   08:04 Diperbarui: 30 April 2018   20:40 3350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia telah berubah. Perkembangan informasi dan teknologi yang begitu cepat, memaksa siapa saja untuk bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Era disruption menjadikan mereka yang tidak peka terhadap perubahan, bisa tertinggal atau bahkan tergilas oleh perubahan yang terjadi. Modernisasi, homogenisasi, uniformitas budaya dan mengedepankan internasionalisme adalah beberapa hal yang tak bisa dibendung.

Apalagi perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, bak gelombang tsunami yang tak mampu dikendalikan. Gaya hidup yang serba mudah mendorong berbagai aplikasi muncul untuk membantu memudahkan siapa saja dalam memenuhi kebutuhannya.

Di era tanpa batas ini, aplikasi dari belahan bumi mana pun, bisa diakses di telepon pintar. Para pengguna telepon pintar ini pun seolah tak peduli, aplikasi tersebut itu buatan siapa dan dari negara mana.

Jika kondisi tersebut dibiarkan, tentu sangat mengkhawatirkan. Apalagi jika di dalam aplikasi yang dibuat dari negara lain, sengaja diselipkan ideologi lain, atau nilai-nilai yang tujuannya merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

Selain itu ikatan bangsa juga bisa semakin luntur karena dorongan masyarakat yang lebih mengedepankan individualisme ketimbang semangat kebersamaan dan keberagaman.

Di antara banyaknya aplikasi yang bertebaran di belantara maya, sektor transportasi termasuk yang paling dibutuhkan masyarakat, terutama yang hidup di kota-kota besar di Indonesia.

Keberadaan aplikasi transportasi dalam jaringan (daring) alias online pun menjadi kebutuhan mendesak dan dipastikan tersemat di hampir seluruh pengguna telepon seluler di Tanah Air.

Aplikasi transportasi daring ini ternyata juga lebih banyak milik orang luar. Tengok saja Grab yang dibuat pengusaha Malaysia, Anthony Tan. Sementara Uber merupakan aplikasi milik perusahaan asal San Francisco, Amerika Serikat.

Lalu tidak adakah aplikasi milik anak bangsa?

Gojek, inilah aplikasi milik PT Aplikasi Karya Anak Bangsa yang didirikan Nadiem Makarim, putra Indonesia yang sebelumnya menamatkan pendidikannya di negeri Paman Sam.

Kehadiran Gojek jelas memberikan kebanggaan tersendiri bagi bangsa ini, bahwa aplikasi transportasi daring ini bisa menjadi tuan di negerinya sendiri, terlepas dari banyaknya isu miring menerpa aplikasi ini.

Misalnya, disebutkan bahwa aplikasi ini awalnya buatan India, juga informasi bahwa Gojek mendapat dana permodalan dari pihak asing.  Namun paling tidak, Gojek sudah menunjukkan semangat nasionalismenya di negerinya sendiri.

beritagar.id
beritagar.id
Atas inovasinya, berbagai penghargaan telah mengapresiasi karyanya. Sebut saja penghargaan dari Global Entrepreneurship Program Indonesia (GEPI), Wirausaha Kreatif di acara Anugerah Seputar Indonesia 2015, ICS Award 2015 sebagai Best Mobile Apps, hingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri. Berbagai prestasi itu harapannya tentu bisa semakin meningkatkan daya saing bangsa melalui aplikas-aplikasi yang beredar di dunia maya.

Dari laman Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI pada 19 Februari 2018 disebutkan, jumlah pengguna internet 2017 telah mencapai 143,26 juta jiwa atau setara dengan 54,68 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut menunjukkan kenaikan 10,56 juta jiwa dari hasil survei pada 2016. Data itu merujuk dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) setelah melakukan survei penetrasi dan perilaku pengguna internet di Indonesia.

Adapun komposisi pengguna internet berdasarkan jenis kelamin, terdiri dari perempuan sebanyak 48,57 persen, dan lelaki sebanyak 51,43 persen. Untuk komposisi berdasarkan usia, angka terbesar ditunjukan oleh masyarakat berumur 19 - 34, yakni sebesar 49,52 persen. Namun untuk penetrasi terbesar berada pada umur 13-18, yakni sebesar 75,50 persen.

Di antara para pengguna internet tersebut, mereka adalah pengguna layanan transportasi daring ini. Khusus layanan Gojek dipakai secara aktif oleh 15 juta orang setiap minggunya. Setiap bulannya, lebih dari 100 juta transaksi terjadi di platform Gojek. Aneka data ini dibeberkan Gojek sebagaimana dihimpun KompasTekno, Senin (18/12/2017), dari Kompas.id.

Ratusan juta transaksi tersebut tidak hanya dari transportasi daring, namun juga layanan lain yang sudah tersemat di aplikasi ini. Lebih dari 125 ribu rekanan bekerja sama dengan Gojek untuk mempermudah kehidupan masyarakat modern. Selain itu, sudah 250 ribu pengemudi gojek di jalanan Indonesia.

Padahal targetnya cuma 20 sampai 30 ribu saja. Gojek mampu menaikkan para tukang ojek konvensional ke kelompok kelas menengah berpendapatan 4 sampai 6 juta rupiah sebulan. Ini betul-betul pertama di dunia dan membantu sektor ekonomi secara signifikan. Gojek juga melahirkan banyak produk turunan yakni Go Glam, Go Food, Go Massage, Go Clean dan Go Mart.

Kebanyakan bagian dari women empowerment. Selama ini perempuan yang bekerja hanya mendapat 20 persen dari harga yang dibayar pemakai jasa, 80 persen lari ke perantara.

Dengan berbagai Go di atas, mereka tersambung langsung ke customer. Dari data tersebut di atas, Gojek membuktikan kebolehannya sebagai layanan lokal yang bersaing dengan asing.

Dengan banyaknya pengguna aplikasi Gojek ini, tentu sangat potensial jika dimanfaatkan untuk peningkatan nasionalisme warga negara Indonesia. Apalagi semangat nasionalisme memang menjadi poin utama bagi pendiri Gojek dalam menjalankan bisnisnya. Dari wawancara Majalah Tempo edisi 2-8 November 2015 dengan pendiri Gojek, Nadiem Makarim, ada beberapa poin menggambarkan sebuah idealisme tinggi dari pemilik Gojek. Idealisme ini berbuah prestasi yang bahkan melebihi apa yang pernah terpikirkan sebelumnya.

Rasa nasionalisme jugalah yang mengusik Nadiem sehingga tarif promo Gojek masih belum jelas kapan akan berakhir, karena pesaingnya GrabBike asal Malaysia yang memulai perang harga.

"Saya tidak terima kalau perusahaan Malaysia yang akan menguasai pasar ojek kita. Saya mending berdarah-darah lebih lama lagi," kata Nadiem.

Masih menyangkut nasionalisme, yang paling menyedot perhatian adalah adanya video yang diunggah Nadiem. "Jika Anda punya keinginan membela negara, jika anda punya semangat 45 yang ingin berkobar, gabunglah dengan karya anak bangsa," demikian tutur Nadiem dalam video berdurasi 1 menit 37 detik tersebut.

Hal itu ia ungkapkan ketika aplikasi Uber menyatakan dirinya tutup 8 April 2018 lalu dan tidak lagi beroperasi di Indonesia. Tentu hal tersebut sangat mengejutkan, aplikasi Uber asal Amerika Serikat itu harus melempar handuk di Indonesia. Nadiem pun memanfaatkan momen itu dengan mengajak pengemudi Uber bergabung ke Gojek sebagai salah satu bentuk nasionalisme.

Sebelumnya, Gojek juga menunjukkan kecintaannya terhadap Tanah Air dengan menjadi sponsor utama Liga 1 2017 sepak bola di Indonesia. "Kami bangga dapat menjadi bagian dari penyelengaraan Liga 1. Sepakbola telah menjadi olahraga yang dicintai dan dapat menyatukan seluruh lapisan masyarakat di Indonesia," kata Nadimmengutip detikSport, Selasa (21/3/2017).

Sepak bola adalah simbol persatuan dan kesatuan, juga merupakan olahraga paling digemari. Maka kehadiran Gojek dalam dunia sepak bola juga patut diacungi jempol. Faktanya banyak perusahaan lain yang sudah ada sebelumnya, belum pernah menjadi sponsor liga ini.

Pekan lalu, Gojek juga menjadi sponsor dalam liga bola basket utama Indonesia di GOR Sumantri di kawasan Kuningan, Jakarta. Semangat nasionalisme inilah yang harus ditingkatkan oleh Gojek.

Guna meningkatkan rasa nasionalisme, semestinya Gojek bisa menambahkan simbol-simbol kebangsaan di dalam aplikasinya. Adanya warna merah putih misalnya, sebagai bendera Indonesia, bisa ditanamkan dalam aplikasinya. Dengan cara ini, tentu pengguna aplikasi akan semakin merasakan bahwa mereka sedang menggunakan alikasi milik anak bangsa yang mampu bersaing secara global. Penambahan warna merah putih ini pernah dilakukan pada momen HUT Proklamasi Kemerdekaan RI.

Yang diharapkan tentu tidak hanya pada momen ini saja, namun bisa tetap dimasukkan secara kreatif. Jaket yang digunakan pengemudi Gojek misalnya, bisa diberikan sentuhan tambahan merah putih, entah di bagian lengan atau dada, yang menunjukkan identitas bangsa Indonesia, atau rasa nasionalisme.

Tengok saja cara Amerika Serikat menanamkan nasionalismenya melalui film-film produksi Hollywood. Di dalam filmnya kerap ada sosok presiden, lambang negara maupun bendera yang diwakili warna merah, putih, dan biru. Baik secara nyata atau melalui simbol warnanya saja. Hal tersebut bukan tidak mungkin diaplikasikan dalam aplikasi Gojek.

Dilihat dari sisi kewaspadaan nasional, pemerintah harus melakukan campur tangan agar penggunaan aplikasi daring ini tetap menjaga kerahasiaan data pelanggan. Sebab sesekali ada saja pelanggaran privasi pelanggan yang dilakukan sejumlah oknum ojek daring. Sejumlah pengguna layanan ojek privasinya terganggu karena ulah segelintir pengendara ojek daring yang nakal.

Misalnya, ditelepon atau dikirimi pesan pendek tak pantas. Dalam sebuah berita di laman resmi Kominfo RI disebutkan, pendiri Gojek Nadiem Makarim juga mengakui adanya keluhan tersebut. Karena itu pihaknya mengerjakan mekanisme untuk menyamarkan nomor konsumen. Nanti pengemudi bisa menelepon dari aplikasi.

Begitu pula pengguna, mereka dapat menelepon pengemudi lewat aplikasi. Pada layar hanya akan ditampilkan nama pengguna ataupun pengemudi, tanpa disertakan nomor ponsel masing-masing.

Seperti dilansir Detik.com, Menkominfo Rudiantara pun mengakui, nomor telepon rawan penyalahgunaan. Untuk mencegah hal itu, Rudiantara memastikan  mengatur perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik untuk memberikan perlindungan bagi data pribadi milik pengguna layanan telekomunikasi.

Lebih dari itu, pemerintah juga harus terus mendampingi aplikasi ini agar tidak sampai jatuh ke tangan investor asing, yang berpotensi menurunkan daya saing bagi bangsa ini.

Pemerintah juga diharapkan mendorong Gojek sebagai aplikasi milik bangsa sendiri, meningkatkan nasionalisme dengan memasang simbol-simbol kenegaraan. Kementerian Kominfo bisa meminta petinggi Gojek untuk merumuskan cara yang tepat untuk menanamkan semangat nasionalisme melalui aplikasi.

Misalnya melalui suara lagu Garuda Pancasila saat aplikasi dibuka misalnya, meski secara sayup-sayup, tentu bisa menanamkan nilai-nilai patrotisme. Harapannya, tentu semua aplikasi bisa disasar oleh pemerintah, sehingga anak-anak zaman now yang tidak banyak memahami Pancasila, setidaknya secara masih bisa terpapar upaya peningkatan nilai-nilai nasionalisme ini melalui aplikasi yang ada.

Pemerintah harus mendorong para pembuat aplikasi di Indonesia, juga ikut menanamkan nilai-nilai nasionalisme secara masif. Sebab, jika bukan anak bangsa sendiri yang mencintainya, lantas siapa lagi?

Kelompok C, PPRA 57 Lemhannas RI usai diskusi Kewaspadaan Nasional. dok pribadi.
Kelompok C, PPRA 57 Lemhannas RI usai diskusi Kewaspadaan Nasional. dok pribadi.
Jadi, serbuan aplikasi daring di setiap pengguna telepon pintar, tetap harus diimbangi dengan semangat nasionalisme agar rakyat Indonesia lebih memilih menggunakan aplikasi milik putra bangsa. Imbauan agar pemilik aplikasi daring ikut menanamkan nilai nasionalisme tentu tidak hanya akan memperkuat persatuan dan kesatuan, tapi juga daya saing Indonesia akan semakin meningkat.

Pihak-pihak terkait yang mengatur keberadaan aplikasi daring ini bisa mendorong pembuat aplikasi menanamkan nilai-nilai nasionalisme di dalam aplikasinya. Selain bisa menjadi salah satu upaya mendongkrak daya saing bangsa, juga akan semakin meningkatkan rasa cinta warga terhadap produk anak bangsa sendiri.

Di samping itu, agar aplikasi daring milik karya anak bangsa ini menjadi tuan di negerinya sendiri, masyarakat didorong lebih memilih menggunakan layanan daring Gojek ketimbang Grab yang berasal dari Malaysia. Sebab sudah terbukti, keuntungan menggunakan layanan Gojek, hasil usahanya juga akan berputar di negeri sendiri dalam berbagai bentuk, dan akan memberikan efek domino yang lebih luas. Semoga. (*)

*) Diambil dari Esai Bidang Studi Kewaspadaan Nasional, Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 57, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun