Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Agar Anak Siap Ikuti Ujian? Lakukan Ini

4 Mei 2017   16:00 Diperbarui: 4 Mei 2017   18:27 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antusiasme siswa saat melepas balon impian. Foto: Dokumen Pribadi

Ujian nasional, apa pun namanya, baik pakai kertas pensil maupun berbasis komputer, menjadi momok tersendiri bagi para pelajar. Berbagai cara pun dilakukan oleh pihak sekolah, untuk membantu siswa agar bisa lulus di ujian nasional. Dari mulai melalukan uji coba, les, jam belajar tambahan, hingga doa bersama. Pendek kata, semua dilakukan agar hasilnya tidak mengecewakan.

“Kami sudah memberikan motivasi, juga semangat kepada para siswa. Tapi, masih ada saja yang kurang maksimal,” sebut Novia Setyawati, kepala SMP Yasporbi II Jakarta, saat berdiskusi dengan saya melalui media sosial.

Memberikan semangat dan motivasi kepada para siswa, jelas tidak ada yang salah. Ibarat mobil, motivasi itu adalah pedal gasnya. Semakin kuat motivasi diberikan, kian dalam pula pedal gas ditekan, harapannya mobil bisa melaju semakin kencang. Namun, ada yang dilupakan, saat pedal gas ditekan, rem tangan ternyata belum dilepas. Jadi, meski pedal gas ditekan dalam-dalam, mobil tidak juga bisa berjalan dengan kencang. Kenapa? Karena rem tangan yang belum dilepas tadi. Rem tangan ini ibarat perasaan tidak nyaman, takut, gugup, kurang percaya diri, dan berbagai emosi negatif lain.

Karena itu, yang sebagian besar dialami siswa menjelang ujian nasional adalah perasaan stress atau tidak nyaman. Akibatnya, upaya apa pun yang sudah dilakukan, terkadang hasilnya tetap kurang nendang. Inilah yang dinamakan mental block alias hambatan dari dalam diri yang sudah terlanjur terbentuk. Jika ini tidak diatasi terlebih dahulu, maka tetap saja siswa merasa kurang nyaman. Baik itu takut, deg-degan, cemas, berdebar, dan berbagai perasaan negatif lainnya.

Bagi yang tidak paham mengenai hal ini, jangan heran jika kemudian melakukan hal-hal di luar nalar. Dari mulai membeli kunci jawaban, hingga pergi ke dukun. Bahkan yang terbaru, seorang kepala sekolah di Malang, Jawa Timur, melakukan terapi setrum pada muridnya. Muridnya jelas bukan semakin pintar, tapi malah mengalami pusing dan mual.

Lalu bagaimana cara membantu siswa agar menjalani ujian nasional dengan mudah? Caranya adalah dengan membereskan mental block dari dalam diri setiap siswa.

Setiap tahun misalnya, saya rutin membantu siswa SD Islam Al Hikmah Samarinda Seberang, Samarinda-Kalimantan Timur, agar lepas dari berbagai mental block tersebut. Di antaranya siswa diajarkan teknik Advanced-Emotional Freedom Technique(EFT) agar bisa melepas semua perasaan tidak nyamannya.

Secara bersama-sama, siswa juga dibimbing untuk masuk ke kondisi relaksasi pikiran yang dalam dan menyenangkan, kemudian masing-masing diarahkan untuk membentuk konsep dirinya. Setelah semua nyaman, maka siswa tentu tidak lagi merasa takut, gugup, cemas, khawatir, hingga semua perasan yang mengganggu.

Setelah semua perasaan tidak nyaman lenyap, para siswa pun dibimbing untuk menuliskan impiannya masing-masing. Ini adalah cara agar pikiran bawah sadar menerima, mengerti, memahami, dan menjalankan program impian baru yang akan ditanamkan.

Para siswa seperti biasa sangat antusias menuliskan semua impiannya. Usai menuliskan impian ini, masing-masing siswa juga dibimbing untuk memperkuat vibrasi impian ini, agar lebih mudah terwujud.

Di akhir sesi, impian ini digantungkan di sebuah balon, dan diterbangkan bersama-sama. Para siswa sangat antusias, bahkan sebagian besar matanya sampai berkaca-kaca, dengan keyakinan penuh, kelak semua impiannya bisa terwujud. Tak hanya siswa, para guru, termasuk saya sendiri, tak mau ketinggalan mengikuti prosesi ini.

Teknik yang sama juga pernah diajarkan di SMP Yasporbi II Jakarta serta di Ehipassiko School, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan. Hanya, tidak diakhiri dengan menulis impian dan pelepasan balon. Namun yang paling utama adalah, siswa sudah bisa melepas semua mental block yang menjadi penghambat menghadapi ujian nasional.  

Meski begitu, orang tua juga harus mendapat pemahaman lain, bahwa kecerdasan seseorang tidak hanya diukur dari nilai ujian saja. Tak sedikit orang tua mengukur standar anaknya melalui nilai-nilai akademik. Tak heran jika anak diharuskan mengikuti les ini dan itu.

Bukankah sukses tidaknya seseorang, tidak ditentukan angka-angka atau nilai ujian. Coba cek kembali teman sekolah Anda masing-masing. Bagaimana hidupnya saat ini. Apakah yang dulu selalu menduduki ranking, sekarang sudah sukses? Sebaliknya, mereka yang dulu biasa-biasa saja, bahkan dianggap pembuat onar, ada yang hidupnya jauh lebih baik.

Ingat, dunia ini tidak hanya memerlukan dokter atau insinyur. Ada begitu banyak profesi yang menjanjikan dan memiliki masa depan yang juga sangat cerah. Apa jadinya jika dunia ini hanya diisi pegawai negeri, dokter, insinyur, pilot, polisi, atau tentara dan guru. Kita tentu tidak akan bisa tertawa lepas dan bahagia karena ternyata tidak ada yang berprofesi sebagai pelawak atau penghibur. Betapa dunia akan sangat sunyi sepi, karena tidak ada yang bersedia menjadi musisi atau penyanyi.

Akan banyak yang menganggur karena tidak ada yang bercita-cita menjadi pengusaha. Anda pun akan sulit mencari makanan yang enak, karena tidak ada yang mau bercita-cita menjadi koki. Busana pun tidak ada yang bagus, karena tidak ada yang mau menjadi perancang busana. Termasuk, warga bumi ini tidak akan tahu kejadian apa pun karena tidak ada yang mau bercita-cita jadi wartawan. Pun tidak akan pernah ada namanya olimpiade, karena tidak ada yang mau menjadi atlet.

Pendek kata, begitu banyak profesi yang juga sangat menjanjikan. Anda boleh bangga punya anak dengan prestasi yang juara dan nilai terbaik. Tapi rasa percaya diri yang ia miliki jauh lebih penting untuk masa depannya. Jangan cintai anak dengan syarat nilai bagus. Karena cinta dan sayang tidak memerlukan syarat itu. Bukankah rasa bahagia tidak hanya milik seseorang yang pandai matematika?

Kadar kebahagiaan tidak bisa dihitung jumlahnya, bahkan dengan rumus apa pun. Yakinlah bahwa anak dengan nilai ujian yang tidak maksimal, tidak akan membuat dunia ini kiamat! Bagaimana menurut Anda? (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun