Mohon tunggu...
Handoko AN
Handoko AN Mohon Tunggu... -

mantan wartawan yang kini memutuskan diri untuk menjadi penulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Keluarga Somat", Film Animasi Keluarga Masa Kini

21 September 2014   02:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:05 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

FILM animasi produksi dalam negeri, Dreamtoon, kini telah memasuki lebih dari 100 episode. Tentu ini sebuah prestasi yang sangat patut dibanggakan. Bagaimana tidak, di tengah gempuran animasi produk-produk negara tetangga seperti Upin, Ipin maupun animasi-animasi produksi Jepang yang menjarah jam tayang pagi hari di banyak stasiun televisi, Keluarga Somat yang tayang setiap pagi di Indosiar hadir dan mampu menjadi salah satu magnet yang menyedot perhatian pemirsa. Ini terbukti dari rating dan share yang terus meningkat (saat ini share di atas 13).

Keluarga Somat tidak bicara tentang mimpi. Keluarga Somat bicara tentang keseharian. Realitas yang terjadi di masyarakat urban, itulah yang coba ditampilkan dalam serial yang menghadirkan tokoh utama, Somat, Inah, Dudung dan Ninung ini. Sejak awal saya konsep bersama tim dari Dreamtoon, animasi ini memang disiapkan sebagai sebuah film keluarga. Banyak tema yang diangkat merupakan tema keluarga. Persoalan maupun konflik yang dihadirkan tidak hanya ditimbulkan atau hanya melibatkan anak-anak, melainkan juga melibatkan para orangtua.

Bhinneka Tunggal Ika juga menjadi bagian tak terpisahkan dari gagasan awal serial ini. Meskipun Keluarga Somat berdarah Jawa, namun tokoh-tokoh lain berasal dari kultur yang berbeda. Ada tokoh dengan kultur Tionghoa (Koh Kwat dan Aling), maupun tokoh dengan kultur Sunda (Pak RT). Ke depan bukan tidak mungkin dimunculkan tokoh-tokoh dengan kultur yang lain yang akan menunjukkan semangat itu.

Keluarga Somat juga dihadirkan sebagai sebuah keluarga yang mengedepankan sikap demokratis. Kritik bisa diterima oleh semua kalangan. Orangtua boleh mengritik anak dan anak juga boleh mengritik orangtua. Batasan tata krama adalah hujatan yang berlebihan. Anak tidak boleh menghujat orangtua dan orangtua juga tidak boleh memaksakan kehendak terhadap anak. Seorang anak boleh mengungkapkan penilaian mereka terhadap orangtua dan orangtua pun demikian halnya.  Yang sangat diharapkan adalah membentak orangtua atau menghujat dalam artian mencemooh (bukan dalam konteks mengritik). Oleh karenanya, dalam setiap episode, tidak ada satu pun adegan Dudung maupun Ninung yang mencemooh orangtua. Tokoh Yu Darmi yang dihadirkan dengan tingkat kecerdasan di bawah rata-rata pun tidak pernah dicemooh. Ia tetap dihargai sebagai orang tua oleh para karakter anak. Bahkan karakter Nipon – anak Yu Darmi – yang juga memiliki tingkat kecerdasan di bawah anak-anak yang lain pun tidak pernah dihujat dan dicemooh dengan ungkapan, “bodoh”, “tolol” atau yang lain. Bahkan kata “setan” pun tak pernah terlontar dari mulut para karakternya.

Bandingkan dengan anime produk Negeri Timur Jauh yang sudah bertahun-tahun tayang di sebuah stasiun televisi. Anime yang di negeri asalnya bahkan tidak masuk dalam tontonan kategori anak-anak itu di sini justru dijadikan tontonan untuk anak-anak. Ada kultur yang sangat jauh berbeda dengan Keluarga Somat. Betapa banyak sikap karakter anak yang dalam kacamata kultur di sini sangat kurang ajar. Serial Keluarga Somat tidak pernah menampilkan hal semacam itu. Selaku penulis naskah dan konseptor awal, saya selalu menitikberatkan pada point ini. Tidak boleh ada sikap kurang ajar anak terhadap orangtua. Ada batasan yang menjadi main rule untuk setiap karakter dan setiap episode. Dan kritik, sepanjang disampaikan dalam batas kewajaran, masih bisa diterima.

Kultur selalu berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Orangtua zaman ini jauh lebih terbuka terhadap kritik yang disampaikan oleh anak-anaknya. Inilah yang hendak disuguhkan oleh Keluarga Somat. Idealisasi sebuah keluarga yang demokratis yang menjadi harapan semua anak-anak Indonesia. Mereka tak mau lagi dipaksa untuk menjadi dokter, insinyur – yang di zaman lampau sempat menjadi ikon keberhasilan – dan tak mau pula dibatasi. Tugas orangtua kini adalah mengawasi dan mengarahkan serta memberi masukan.

Hal ini tentu sangat berbeda dengan 30 atau 40 tahun lalu ketika saya masih kanak-kanak. Ada aturan tegas yang tak boleh dilanggar, yang bahkan meniadakan ruang bagi anak untuk mengekspresikan diri. Nilai-nilai yang dianut orangtua selalu benar, sedangkan anak selalu di posisi yang belum tahu apa-apa. Saya tidak menyalahkan orangtua pada zaman itu, karena memang kultur itulah yang berlaku saat itu. Dan kini, anak-anak yang pada zaman itu merasa terkekang, merasa terbatasi, telah menjadi orangtua. Mereka pun lebih banyak membuka diri. Menyilakan anak-anak untuk memilih dunia mereka sendiri, sembari terus mengawasi. Anak boleh mengungkapkan ketidaksukaan mereka terhadap pendirian orangtua, sepanjang – sekali lagi – tidak kurang ajar.

Perubahan zaman, perubahan kultur inilah yang menjadi latar belakang Keluarga Somat. Meski hidup di daerah urban, dengan kepala keluarga yang bekerja di sebuah pabrik, Somat bersikap open mind. Ia membuka diri terhadap masukan, termasuk dari anak-anaknya. Sebab orangtua tidak selalu di posisi yang benar dan mutlak. Orangtua juga bisa salah. Dan faktanya, Dudung dan Ninung maupun anak-anak yang lain seperti Aldo, Aling dan Nipon tak pernah bersikap kurang ajar. Mereka tetap anak-anak yang manis dan sopan. Kenakalan mereka masih pada tataran kenakalan anak-anak.

Keluarga Somat adalah animasi keluarga. Sebuah film keluarga yang juga menghadirkan keluarga dengan nilai-nilai yang dianut zaman ini. Nilai-nilai yang lebih mengedepankan keterbukaan dan demokrasi.***


Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun