Mohon tunggu...
Ending Nurdea Saputri
Ending Nurdea Saputri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi / 20107030022

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dari Coba-coba Kerajinan Tangan Eceng Gondok Tanam Rezeki

29 Juni 2021   10:03 Diperbarui: 29 Juni 2021   11:11 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri ( tumbuhan eceng gondok kering)

Sudah satu tahun lebih pandemic covid-19 memasuki penjuru dunia, salah satunya ialah Indonesia. Hal ini pun berdampak besar pada sector perekonomian yang sedikit demi sedikit menurun. Banyak karyawan yang harus kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan memilih bertahan hidup dengan melakukan bisnis-bisnis kecil rumahan.

UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) menjadi jembatan yang banyak ditekuni oleh para orang rumahan. Sebagai salah satu pendongkrak perekonomian di Indonesia, UMKM mulai banyak digeluti di Indonesia. Dari sekian banyak orang yang harus kehilangan pekerjaan, tak sedikit dari mereka berusaha bangkit dan bertekad dengan bakat serta modal yang ada untuk memulai bisnis kecil-kecilan.

Salah satunya ialah keluarga Bapak Diyono (54) dan Ibu Maryatin (54) yang bertempat tinggal di dusun Banggan desa Sukoreno kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo, DIYogyakarta yang memiliki bisnis rumahan berupa 'Kerajinan Tangan Eceng Gondok'.

Berawal dari coba-coba dengan melihat kerajinan eceng gondok di tempat lain, membuat mereka berinisiatif untuk berlatih dan membuat kerajinan eceng gondok tersebut. Hitung-hitung jika usahanya berhasil bisa menambah kebutuhan keluarga mereka.

Eceng gondok sendiri adalah tumbuhan air mengapung. Sebagai tumbuhan yang dapat merusak ekosistem lingkungan, akhirnya ditemukan cara untuk mengurangi polusi dari tumbuhan eceng gondok. Dimana ia mampu menyerap oksigen yang ada didalam air. Eceng gondok juga memiliki banyak serat yang bagus sehingga bisa digunakan sebagai handcraft atau kerajinan tangan yang unik.

Dengan begitu, eceng gondok bisa menjadi pendongkrak dalam perekonomian usaha keluarga rumahan, seperti keluarga Bapak Diyono dan Ibu Maryatin.

Keluarga Bapak Diyono dan Ibu Maryatin mengawali bisnis rumahan ini sejak tahun 2004 hingga saat ini. Dengan bantuan dari anak-anaknya dan teman dari sang bapak, mereka mampu menghasilkan beberapa macam kerajinan tangan eceng gondok. Terutama oleh anak no 3 dari 7 bersaudara yang bernama Roni Mahendra (26) dan kerap disapa Roni. Disini aku memanggilnya Mas Roni, ia memiliki tangan yang cekatan sehingga terampil dalam menganyam kerajinan tangan eceng gondok.

Pertama kali mencoba membuat kerajinan tangan eceng gondok ini, mereka membeli sebanyak 2 kg eceng gondok untuk percobaan awal. Sempat mengalami kegagalan secara terus menerus.

Tetapi, mereka tidak putus asa untuk terus mencoba membuatnya. Karena namanya baru coba-coba, pasti tidak akan mudah begitu saja, pasti akan ada kegagalan yang meliputinya. Hingga akhirnya mereka berhasil membuat kerajinan tangan tersebut dengan baik dan lebih rapi dari sebelumnya.

"Awal pertama coba gagal, terus buat lagi dan masih gagal, terus coba lagi sampai akhirnya bisa. Ternyata alasan mengapa anyaman dari eceng gondok tidak rata karena nggak dipotong bagian batangnya yang besar-besar itu. Setelah dipotong hasilnya pun jadi bagus, rapi, dan lebih baik. Sehingga hasil akhirnya bisa seperti kerajinan tangan di tempat lain." Ungkap Ibu Maryatin.

Untuk mendapatkan hasil yang baik baru diketahui bahwa sumber masalahnya ada di bagian batangnya. Dengan menghilangkan bagian batangnya memudahkan mereka dalam menganyam eceng gondok untuk dijadikan kerajinan tangan.

Keluarga Bapak Diyono dan Ibu Maryatin dalam menekuni kerajinan tangan eceng gondok ini belajar secara otodidak atau belajar dengan mandiri tanpa dibantu orang lain.

Mereka termotivasi untuk bergerak maju lewat usaha yang dirintis di daerah Panjatan soal melestarikan dan mengolah tumbuhan eceng gondok sebagai sebuah kerajinan tangan.

Dari motivasi tersebut membuat mereka lebih mengembangkan beragam macam bentuk kerajinan tangan eceng gondok.

Eceng gondok yang sudah siap dibuat kerajinan tangan selanjutnya dipanen dan dibersihkan. Kemudian dijemur sekitar seminggu  hingga dua minggu sampai kering.

Apabila sudah kering tumbuhan eceng gondok pun bisa langsung digunakan atau dianyam menjadi kerajinan tangan siap pakai.

Terkadang ada juga eceng gondok yang lembab hingga berjamur dan untuk menutupinya mereka menge-lem eceng gondok tersebut sehingga hasilnya lebih baik.

Dengan bantuan kerangka untuk membentuk wadah yang akan dianyam, seperti kap lampu, plismet, tempat sampah dan tas menjadi alat tambahan untuk memudahkan mereka dalam menganyam. Serta adanya gunting dan jarum khusus anyam untuk mempermudah menarik anyaman ke dalam atau ke luar.

dokpri (produk kerajinan eceng gondok)
dokpri (produk kerajinan eceng gondok)
"Kami pertama kali membuat kerajinan eceng gondok ini dengan bentuk oval dan bulat. Kami disini membuat berbagai bentuk kerajinan, seperti karpet, kap lampu, tempat sampah, plismet dengan ukuran dari kecil sampai besar. Untuk ukuran plismet besar sekitar 40 cm dan ukuran kecil sekitar 10-12 cm." ungkap Ibu Maryatin.

"Kami menggunakan dua model anyaman, yaitu anyaman palit kacang dan anyaman palit kipas." Tambah Ibu Maryatin.

Dari kerajinan yang dibuat oleh mereka, banyak sekali ragam bentuknya. Seperti karpet dengan bentuk bulat dan oval, semua itu tergantung juga dari pemesanan oleh konsumen.

Selanjutnya ada kap lampu layaknya seperti lampion yang dianyam dengan rapi menggunakan eceng gondok.

Ada juga tempat sampah yang bentuknya hampir mirip dengan tempat sayur atau buah. Serta plismet yang dibuat dengan berbagai ukuran, ada yang bisa digunakan sebagai tempat pensil, barang-barang, tisu, dan masih banyak lagi.

"Karena kami cuma usaha rumahan atau kecil-kecilan, istilahnya person begitu. Tidak seperti di tempat lain yang menerima banyak order kan sudah besar. Kalau sini, maklumlah cuma usaha person. Jadi buatnya seadanya sesuai pesanan." Tambah Ibu Maryatin.

Ketika tahun 2020 pandemi covid-19 mengguyur dunia, terutama Indonesia. Sempat tutup total dalam mengelola kerajinan tangan eceng gondok. Keluarga Bapak Diyono dan Ibu Maryatin mencari sambilan lain. Karena tutup total dan tidak ada pesanan saat itu.

Setelah lewat selama 1 tahun, alhamdulillah mereka kembali membuka kerajinan eceng gondok kembali. Dengan pesanan yang sedikit demi sedikit tidak meruntuhkan tekad mereka. Ditambah biaya hidup juga semakin merajalela. Mereka melanjutkan kembali usaha kerajinan tangan eceng gondok untuk mengembalikan perekonomian mereka.

Mereka melakukan pembuatan kerajinan eceng gondok sesuai pesanan yang ada. Pesanan yang kerap kali terpanggil saat ini ialah karpet dan tas. Ibu Maryatin bilang bahwa mereka baru saja menyetorkan beberapa tas eceng gondok kepada konsumen, sehingga saat ini tidak memiliki stok di rumah.

Adapun stok dirumah ada beberapa tempat sampah, plismet, tas oval, tempat pensil, karpet dengan ukuran 1 meter berbentuk bulat, dan sekarang masih mengerjakan karpet dengan ukuran Panjang 2 meter dan lebar 120 cm serta kap lampu.

dokpri (karpet oval oleh Mas Roni)
dokpri (karpet oval oleh Mas Roni)
"Alhamdulillah saat ini sudah menerima pesanan sedikit-sedikit, sekitar 20-50 picis kerajinan tangan. Untuk karpet ada sekitar 2-5 lembar pesanan. Untuk belinya eceng gondok sesuai pesanan. Modal juga tergantung uang sakunya, kadang beli eceng gondok 20 kg dan kadang juga 1 kuintal." Tambah Ibu Maryatin.

Dalam pemasaran mereka juga menggunakan media social dalam menawarkan produknya. Untuk pemesanan secara online, harga dari kerajinan tangan eceng gondok ini lebih mahal dari yang bukan online. Mereka membandrol harga mulai dari 20-250 ribu sesuai dengan produknya.

Mereka pernah mengirim pesanan online di Bantul, Yogyakarta dengan jumlah sedikit. Pernah juga mengirim ke Kota Bangka Belitung dan Makassar (sebelum pandemic).

Belum lama ini juga Bapak Diyono juga pernah ke Bangka Belitung sebagai pengepul atau pelatih kerajinan tangan eceng gondok. Selama 2 kali pelatihan, Bapak Diyono mampu memberikan ilmu baru disana.

Dengan mengikuti program APIKRI (Asosiasi Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesia) yang merupakan kombinasi antara pengembangan masyarakat dan pengembangan pasar bagi usaha mikro kecil.

Dari situ beliau sudah bisa pergi ke luar kota untuk menjadi seorang pelatih dengan mengajarkan lewat sampel yang sudah dibuat.

Pernah juga ke Kota Trenggalek dalam kurun waktu 3 hari ikut pengepul sebagai seorang pelatih. Selama pandemic beliau menjalankan latihan ini di luar kota (Bangka Belitung dan Trenggalek) untuk mengajarkan dan memberikan ilmu kepada perintis usaha yang baru.

Tidak disangka dari coba-coba dan termotivasi dengan orang lain untuk ikut mengembangkan kerajinan tangan eceng gondok, keluarga Bapak Diyono dan Ibu Maryatin bisa menanamkan uang atau menghasilkan uang dari usaha rumahannya.

Berbekal tekad dan modal seadanya serta usaha yang terus menerus untuk mencoba hingga akhirnya bisa mampu menambah uang saku keluarga.

dokpri (foto dengan Ibu Maryati)
dokpri (foto dengan Ibu Maryati)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun