Dari hasil kerja kerasnya, saat ini pondok memiliki belasan hektar dengan bangunan yang cukup megah dan ribuan santri yang tersebar di empat kampus. Tentu, sebagai alumni, saya merasa bangga, dan berharap jika Buya telah tiada keluarga BJI dan seluruh alumni bisa melanjutkan perjuangan Buya, sesuai amanatnya.
(Jajang Rohman, alumni Ma'hadiyah periode 1979 - 1988)
Tatang Sam'un Al-Ghazy:
Pada tahun 1979 saya masuk pengajian muda-mudi dengan status "santri kalong". Saat itu orang memanggil saya Tatang Cely "preman pasar" karena siangnya saya bekerja di Pasar Leuwipanjang ditambah "sangadulang kumis baplang" dan rambut "jabrig", serta jika berangkat ke pondok biasa naik motor trail.
Pada tahun 1982 saya berhijrah masuk kobong, pekerjaan di pasar saya tinggalkan, lalu saya bergabung ke pengajian Ma'hadiyah yang mengkaji kitab kuning dan Bahasa Arab dengan didikan dan disiplin Buya yang keras.Â
Di luar jadwal ngaji, saya ditugaskan Buya menjaga kebersihan WC dan kamar mandi santri. Ketika Buya membedah Malam Lailatul Qodr yang menceritakan umat Nabi Musa, bernama Sam'un Al-Ghazy yang berjuang selama 83 tahun, maka saat itu juga secara resmi Buya mengganti nama saya menjadi "Tatang Sam'un Al-Ghazy".
Saat Buya membuka lahan LPK, beliau mendirikan "Saung Palalangon", lalu saya bertiga (Mukarom dan Muslih) ditempatkan di tempat ini. Dan selama 40 malam Buya bersama para santri tidur lalu di sepertiga malamnya shalat tahajud dan wirid di lapangan terbuka.
Mungkin karena perkembangan pondok yang cukup pesat, pada tengah malam Buya didatangi sekitar 12 orang tak dikenal, Buya bercerita, bahwa dirinya dituduh kerjasama dan didanai oleh Uni Sovyet (Rusia). Tapi Buya tegar, segala fitnah dan rintangan beliau kesampingkan demi membangun pondok.
Dari hasil do'a yang dipanjatkan, ada beberapa kejadian aneh bin ajaib kala itu, diantaranya Buya dikirimi wesel sebesar Rp. 75.000,- dari orang yang tidak dikenalnya di Sulawesi. Pada kesempatan lain tiba-tiba ada yang mengirimi 60 zak semen.
Sebelum sabda dan irsyadat Buya, dulu dikenal dengan sebutan "Guiden Buya", yang diantaranya Buya berkata:
- "Hidup bukan mencari uang, tapi uang akan mencari kita"
- "Jadilah engkau seorang manusia yang kakinya tetap di bumi, Â tapi cita-citanya digantungkan ke Bintang Surya".
Pada tahun 1986 - 1991 dengan surat pengantar dari Buya, saya memperdalam kitab kuning kepada KH. Ii Iskandar di Soreang, lalu tahun 1991 saya kembali ke Al-Basyariyah untuk berbakti dan mengajar, sebelum akhirnya terjun ke tengah-tengah masyarakat.