Mohon tunggu...
Endang Moerdopo
Endang Moerdopo Mohon Tunggu... Penggiat Literasi

Membaca, layaknya kita membuka jendela dunia, menulis layaknya kita mengungkapkan gelegak jiwa. Keduanya adalah langkah awal menuju kebijaksanaan dengan penuh kesadaran (EM 2024)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membaca dan Menulis itu keren : Strategi Jitu Membumikan Literasi di Era Digital

9 Juli 2025   09:23 Diperbarui: 9 Juli 2025   09:23 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca dan Menulis itu keren. (Creator : AI, Design : EM)

Dari Scroll ke Skill: Cara Generasi Z Menemukan Dirinya Lewat Huruf dan Kata.

Pendahuluan: Dua Sayap yang Rapuh di Era Digital

Di sebuah ruang kelas, seorang dosen bertanya pada mahasiswanya: "Siapa di antara kalian yang membaca buku lebih dari satu bulan ini?" Dari puluhan mahasiswa, hanya tiga tangan yang terangkat ragu. Kemudian ia bertanya lagi: "Siapa yang menulis sesuatu selain chat dan caption minggu ini?" Jawabannya sunyi.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di satu kampus. Data UNESCO (2012) menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001, artinya hanya satu dari seribu orang yang memiliki kebiasaan membaca serius. Kemampuan menulis kritis pun tak kalah memprihatinkan, mencerminkan budaya literasi yang masih lemah di tengah masyarakat. Generasi Z yang dikenal cepat beradaptasi dengan perubahan (adaptif) dan mahir menggunakan teknologi digital (tech-savvy), justru banyak yang kehilangan dua kemampuan paling mendasar untuk bertumbuh: membaca dan menulis.

Padahal, justru di era digital yang serba cepat dan penuh informasi ini, literasi menjadi senjata utama untuk memilah mana yang benar, mana yang bias, mana yang patut diperjuangkan. Membaca dan menulis bukan hanya keterampilan akademik; ia adalah kemampuan hidup. Lebih dari itu--- memiliki kemampuan membaca dan menulis itu keren.

Mengapa Membaca dan Menulis Itu Keren?

Bayangkan seseorang yang berbicara dengan lugas, penuh percaya diri, karena ia terbiasa membaca dan menyerap banyak wawasan. Bayangkan juga seseorang yang menulis thread inspiratif di Twitter/X (rangkaian cuitan pendek yang membentuk satu cerita utuh, sarat makna, dan mudah dipahami) lalu viral karena berhasil menyentuh hati dan pikiran ribuan orang dalam hitungan jam. Inilah kekuatan literasi: membaca memberimu lensa baru untuk melihat dunia, menajamkan empati, dan memupuk kemampuan berpikir kritis. Sementara menulis melatihmu menyusun gagasan secara logis, merapikan benang pikiran yang kusut, dan mengekspresikan diri dengan berani tanpa takut dinilai. Dua kemampuan sederhana yang memberi dampak besar: bukan hanya bagi dirimu, tapi juga bagi banyak orang yang membaca kata-katamu.

Di era digital, membaca tidak lagi identik dengan buku tebal dan membosankan. Kamu bisa membaca e-book, artikel daring, thread edukatif, atau bahkan podcast transkrip yang membuka wawasan baru. Menulis pun tidak lagi hanya untuk jurnal ilmiah atau esai kampus; kamu bisa menulis opini di Kompasiana, membuat skenario video, hingga postingan yang menyentuh di Instagram.

Pernahkah kamu bertanya, siapa dirimu sebenarnya di tengah riuh dunia yang terus berbicara? Di antara derasnya konten cepat saji yang lewat tanpa jejak, hanya ada satu hal yang diam-diam menegaskan keberadaanmu: kemampuanmu memilih kata dan merangkai gagasan. Perlahan tapi pasti, membaca dan menulis membentukmu jadi pribadi yang berbeda---bukan sekadar penonton yang pasif, tapi seseorang dengan suara, pandangan, dan cerita yang layak didengar. Mungkin selama ini kamu tak sadar, tapi setiap halaman yang kamu baca, setiap kalimat yang kamu tulis, adalah jalan pulang menuju dirimu sendiri.

Strategi Jitu Membumikan Literasi di Era Digital

Kabar baiknya, membangun budaya membaca dan menulis tidak sesulit yang dibayangkan. Dengan sedikit kesadaran dan komitmen, siapa pun bisa memulainya hari ini. Berikut strategi yang bisa kamu terapkan:

1 Kurasi Konten yang Bergizi

Ponselmu bukan sekadar alat hiburan, ia adalah perpustakaan berjalan yang bisa membentuk cara berpikirmu setiap hari. Apa yang kamu konsumsi dari layar kecil itu pelan-pelan akan mempengaruhi cara pandang, pilihan kata, bahkan impianmu. Isilah dengan akun-akun yang memberi nutrisi pikiran: kanal berita terpercaya untuk membuka wawasan, penulis favorit yang merangsang imajinasi, hingga komunitas edukatif yang memantik diskusi sehat. Jangan biarkan hoaks, gosip, dan konten kosong meracuni waktu dan pikiranmu---karena apa yang kamu lihat setiap hari, itulah yang membentuk siapa dirimu esok hari.

2 Tetapkan Target Bacaan Ringan

Membaca bukan perlombaan, tapi kebiasaan yang dibangun pelan-pelan. Tak perlu memaksa diri menamatkan novel 500 halaman dalam semalam hanya demi merasa "hebat". Justru kekuatan membaca ada pada ritme kecil yang konsisten: 5--10 menit di pagi hari untuk menyegarkan pikiran, satu artikel sebelum tidur untuk menutup hari dengan wawasan baru, atau satu buku per bulan sebagai pencapaian diri. Jangan remehkan langkah kecilmu---karena yang terpenting bukan banyaknya halaman, melainkan keberanian untuk selalu membuka halaman berikutnya.

3 Tulis Apa Saja, di Mana Saja

Menulis bukan soal siapa yang paling pintar, melainkan siapa yang berani menuangkan pikirannya. Tak perlu menunggu momen sempurna atau ide besar. Mulailah dengan hal sederhana: opini ringan di media sosial untuk melatih keberanian, catatan refleksi di jurnal untuk mengenal diri, atau esai kecil yang kamu kirim ke komunitas untuk berbagi perspektif. Jangan takut salah---kesalahan justru guru terbaik yang mengajarkan cara merangkai kata lebih tepat, lebih jujur, dan lebih hidup. Setiap tulisanmu, sekecil apa pun, adalah jejakmu yang tak lekang oleh waktu.

4 Berlatih dengan Tantangan Literasi

Kadang, yang kita butuhkan hanyalah sedikit permainan untuk membangkitkan semangat. Cobalah buat tantangan pribadi: satu buku dalam sebulan untuk melatih fokus, satu artikel setiap minggu untuk melatih konsistensi, atau satu puisi sehari untuk melatih kepekaan rasa. Tantangan kecil ini bukan hanya melatih disiplin, tapi juga memberi rasa bangga saat berhasil menyelesaikannya---dan rasa bangga itu, tanpa sadar, akan membuatmu ketagihan membaca dan menulis lagi, lagi, dan lagi. Kalau ingin lebih seru, ikuti tantangan literasi yang diadakan komunitas online; kebersamaan membuat setiap halaman terasa lebih berarti.

5 Berkolaborasi di Komunitas Literasi

Membaca dan menulis bisa terasa berat jika dilakukan sendirian. Karena itu, carilah teman seperjalanan yang punya semangat serupa. Bergabung dengan komunitas literasi---baik membaca maupun menulis---bisa memompa motivasi saat rasa malas datang, memberi target yang sehat, bahkan membuka peluang belajar dari pengalaman orang lain. Diskusi ringan, apresiasi tulus, dan kebersamaan akan membuatmu merasa bahwa literasi bukan kewajiban, melainkan kebiasaan yang menyenangkan. Dalam komunitas, setiap halaman yang kau baca dan setiap kata yang kau tulis terasa lebih hidup karena dibagi bersama.

Penutup: Pilihan Ada di Tanganmu

Membaca dan menulis tidak akan pernah kehilangan relevansinya, bahkan ketika dunia berubah seribu kali lebih digital, lebih cepat, dan lebih bising. Justru di tengah arus informasi yang membanjiri kita setiap detik, keduanya menjadi jangkar yang membuatmu tetap berpijak. Membaca adalah cara menemukan jati dirimu sendiri---menemukan siapa dirimu di balik semua topeng digital yang kau kenakan. Menulis adalah cara menyuarakan dirimu kepada dunia---meninggalkan jejak kata yang mampu menggerakkan pikiran, menyentuh hati, dan bahkan mengubah hidup seseorang yang membacanya.

Karena pada akhirnya, dunia ini bukan hanya milik mereka yang berteriak paling keras, tetapi juga milik mereka yang berani berpikir dan menulis dengan makna.

Sekarang, pertanyaannya bukan lagi sekadar pilihan sederhana. Apakah kamu rela hanya menjadi penonton pasif, sekadar berselancar pada layar yang diam dalam riuh digital ini?
Atau kamu siap mengambil alih panggung---berdiri tegak dengan membaca yang tajam dan menulis sesuatu yang menyala?

Jawaban itu ada di tanganmu, dan diluar sana banyak orang yang selalu menunggumu untuk mulai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun