Mohon tunggu...
Endah Sulistyowati
Endah Sulistyowati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya guru \r\nSelalu beharap dapat mengamalkan ilmu sebagai amal jariah,diantaranya dengan cara menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Biarkan, Jika Suami Selingkuh!

25 Juni 2010   16:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:17 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ungkapan itu yang selalu aku ingat dari seorang ibu yang dulu pernah menjadi tetanggaku . Beliau istri dari seorang kepala BUMN , sangat cantik dan elegans . Pagi ini semua warga di komplek geger karena mendapat kabar si ibu tetanggaku itu meninggal karena bunuh diri .

Hampir saya tidak mempercayai berita ini, bagiku yang selalu ada di benakku beliau adalah kesempurnaan . Mengapa?dari sisi sorang ibu , beliau ini sangat sayang kepada anak anaknya, untuk semua urusan anak beliau handle sendiri , pembantu fungsinya hanya membantu, ungkap beliau . Dengan 4 orang anak saya pikir pasti ribet tapi sekali lagi dia menegaskan ke saya bahwa beliau mendidik dengan hati jadi tidak pernah merasaribet, dan jarang sekali saya memarahianak anak, papar beliau. Sampai di sini saya merasa malu, sebagai ibu , banyak tugas ibu yang akhirnya harus digantikan oleh pembantu , karena pekerjaanku mengharuskanku bekerja sampai sore . Jika harus keluar dari pekerjaan yang selama ini sudah banyak memberiku hidup rasanya eman ( dahulu beliau memilih keluar dari pekerjaannya sebagai manager bank setelah menikah ), Terus kenapa si ibu tetanggaku bisa melepas ego demi status ibu ? duh ini yang aku belum bisa lakukan

Sebagai seorang istri , bagiku beliau juga sangat sempurna , bayangkan jika kita melihat suami kita pindah kelain hati pastilah dunia ini bakal tidak berwarna, dan amarahlah .pelampiasan yang pas buat suami . Tetapitetap saja beliau dengan sabar menerima ini . “percayalah,seperti itu hanya sesaat, pada akhirnya nanti pasti akan kembali pada istri pertamanya yang syah dan dipilihnya pertama kali dengan hati“ . Pernah saya mencoba mengkomplain nya , “apakah itu berarti jika pindah ke lain hati hanya karena nafsu bukan dengan hati ? “ benar” , jawab beliau dengan yakin . Beliau melanjutkan “ tugas istri adalah melayani, istri adalah garwo ( sigare nyowo ) dari suami , jadi istri harus bisa merasakan dan tahu apa yang di rasa dan dimau oleh suami “. Seperti ini yang aku belum bisa sepaham.....Dengan pendidikan magister dan mantan manager suatu bank swasta terbesar di negri ini , mau maunya melakukan seperti itu … benar benar sempurna .

Terus kenapa harus bunuh diri ? apakah tidak terpikir dampaknya terhadap keluarga terutama anaknya yg saat ini berangkat dewasa ? apakah kesabaran dan keihlasan sebagai seorang istri dan ibu lama lama  luntur ? itu pertanyaan yang berkecamuk di pikiranku selama perjalanan takjiah . Akhirnya pertanyaanku terjawab juga , setelah sampai di rumah duka, kami diberi tahu, beliau bunuh diri dengan membakar diri setelah beberapa bulan menderita kanker cerviks stadium 4.Ada rasa penyesalan di hatiku mengapa harus jalan itu yang dipilih, rasanya label sempurna yang selalu melekat di image beliau menjadi pudar

Hingga akhirnya kami bisa bertemu langsung dengan suami dan anak anaknya , si suami bolak balik pingsan dan ke 4 anaknya yang selalu memberi semangat . Mereka memeluk ayahnyadan meminta si ayah untuk mengihlaskan kepergian ibunya . Benar- benar di luar dugaanku, mereka sama sekali tidak tertekan maupun malu menerima musibah ini ( tentunya sangat berbeda dengan yang aku bayangkan sebelumnya).Dari keluarga kami mendapat cerita bahwa si suamilah yang selama ini merawat istrinya (bahkan sudah 3 bulan ini si suami mengambil cuti demi merawat istrinya ) . Setelah operasi pengangkatan uteri dan di lanjutkan dengan chemo terapy memang kondisi beliau semakin menurun . Operasi yang dilakukan di singapura sebenarnya berjalan sukses , hanya saja beliau tidak tahan dengan efek chemoterapi

Sebulan terahkir ini beliau bersikeras tidak mau di chemo dengan alasan : “perlu biaya mahal dan beliau lebih rela uang chemo untuk biaya puteranya kelak “ . Air mataku tak terbendung , aku menangis , luar biasa beliau ini , tetap saja pengorbanan dan keihlasanya menjadi prioritas .

Selamat jalan ibu, pasti saat ini ibu bisa tersenyum melihat ketabahan putra yang ibu didik dengan hatikarena mereka tetap memaafkan dan mencitai ibu dengan jalan yang ibu pilih saat ini . Dan yang ke dua saya semakin yakin dengan apa yang ibu katakan benar bahwa akhirnya suami akan kembali pada istri pertama yang di pilihnya dengan hati .( meskipun saya tidak yakin apakah suami saya akan  merawat istrinya dalam keadaan sakitdengan hati atau malah berpaling ke lain hati …)Wallahu a’lam bish-shawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun