Penyakit lepra, atau kusta, adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui manusia. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa lepra sudah ada sejak lebih dari 4000 tahun yang lalu. Penyakit ini telah disebutkan dalam teks-teks kuno dari berbagai peradaban, termasuk India, Mesir, dan Tiongkok. Di masa lalu, lepra sering kali dianggap sebagai penyakit kutukan atau hukuman ilahi. Penderita lepra sering dikucilkan dari masyarakat dan ditempatkan di koloni khusus atau leprosarium.
Pada abad ke-19, ilmuwan Norwegia Gerhard Armauer Hansen berhasil mengidentifikasi bakteri Mycobacterium leprae sebagai penyebab lepra. Penemuan ini membuka jalan bagi pemahaman yang lebih baik tentang penyakit ini dan pengembangan pengobatan yang efektif.
Gejala Penyakit Lepra
Lepra mempengaruhi kulit, saraf tepi, saluran pernapasan atas, dan mata. Gejala penyakit lepra dapat bervariasi tergantung pada jenisnya, namun beberapa gejala umum meliputi:
- Lesi kulit: Bercak kulit yang berwarna lebih terang atau lebih gelap, tidak merasakan sakit, dan tidak sembuh-sembuh.
- Kerusakan saraf: Kehilangan sensasi di area kulit yang terkena, kelemahan otot, dan mati rasa pada tangan atau kaki.
- Luka kronis: Luka yang tidak sembuh-sembuh, terutama pada tangan dan kaki.
- Deformitas: Jika tidak diobati, lepra dapat menyebabkan deformitas atau kelainan bentuk pada anggota tubuh.
Pengobatan Lepra
Kabar baiknya, lepra dapat disembuhkan sepenuhnya dengan terapi multidrug (MDT), yang mencakup kombinasi antibiotik seperti rifampicin, dapsone, dan clofazimine. Pengobatan ini tersedia secara gratis di seluruh dunia melalui program WHO. Diagnosis dan pengobatan dini sangat penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan menghentikan penularan penyakit.
Stigma dan Diskriminasi
Meskipun telah ada kemajuan besar dalam diagnosis dan pengobatan lepra, stigma dan diskriminasi terhadap penderita lepra masih ada hingga hari ini. Di banyak budaya, lepra masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan dan menakutkan. Beberapa stigma yang terkait dengan lepra meliputi:
- Ketakutan terhadap penularan: Banyak orang masih percaya bahwa lepra sangat menular, padahal sebenarnya penularan memerlukan kontak dekat dan berkepanjangan dengan orang yang terinfeksi.
- Persepsi sebagai kutukan atau hukuman: Dalam beberapa budaya, lepra masih dianggap sebagai kutukan atau hukuman dari Tuhan.
- Pengucilan sosial: Penderita lepra sering kali dihindari oleh masyarakat, keluarga, dan teman-teman mereka karena ketakutan dan ketidakpahaman.
Kesimpulan