Mohon tunggu...
SURAT TERBUKA
SURAT TERBUKA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pingin Masuk Syurga Bi Ghoiri Hisab

Mencari Doa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasian Anak & Guru PAUD Lombok Timur, Perang “30%”?

17 Mei 2016   21:59 Diperbarui: 19 Mei 2016   02:18 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mohon maaf kepada para oknum yang terhalang mendapat tetesan entahlah lebih dari 500 juta. Walau ceritanya dibagi-bagi memang. Karena cerita dari tahun ke tahun, semua yang berperan infonya dapat jatah. Mungkin juga yang berkuasa. Sangat rapi memang, sehingga diperkirakan oknum manusia mulia pemilik NIP tunduk dengan rupiah. Bak tersiram bangkai lembaran biru dan merah, mungkin saja dari arahan halus 30 %. Mereka berontak namun sayang hanya turun menjadi 20 %, 15 % dan ada yang pasrah.Miris melihat sebuah belangko pesanan buku berisi kolom nama buku dan harganya dari salah satu perusahaan yang cukup indah namanya. Dan tentu sangat indah pula apabila kita mencoba untuk berfikir, dalam sujud, pun asal makanan dan rumah mewah yang ditempati anak isteri. Mencoba menelusuri, dimana hati kita ketika menyaksikan karpet lusuh tempat mereka belajar. Dimana hati kita ketika melihat ayunan mereka yang sekali sebulan disambung tali.

Dimana hati kita ketika melihat anak-anak bertengkar, menangis karena merebut perosotan yang semakin usang. Guru-gurunya yang juga membagi waktu untuk anak kandung mereka,-pun sampai terbatuk-batuk melerai pertengkaran anak-anak yang memperebutkan Alat Permainan Edukatif (APE). Siapa lagi yang sanggup demikian, jika bukan guru dan pengelola PAUD.

Ayunan itu?
Ayunan itu?
  

Dimana hati kita ketika para pengelola itu membagi rumah kumuh mereka demi anak-anak usia dini belajar. Dimana hati kita melihat para guru yang tahunan lebih mengabdi dengan ikhlas, bernyanyi dan mengasuh, bersabung birokrasi “Jika bisa diperlambat, mengapa harus dipercepat”.

Dimana hati kita ketika mereka dengan semangat, rapuh, tunduk, lesu dengan ancaman, jika tidak mengikuti, maka tahun depan tidak dapat atau urusan akan dipersulit. Untuk mempercepat dan mempermulus birokrasi, maka tak sedikit diantara mereka yang bersabung hutang. Catatan ini berharap menjadi asbab hidayah untuk kita membuka hati, pula semoga mampu mengurangi teror nan ancaman, “Perang bhatin dengan penguasa, pengusaha dan orang kaya”.

Adicita Bupati dan Kabid PLS ; Kisah Sakit Bertekad Baik. 

           Adicita bupati tidak kami bahas. Karena terlalu jauh. Cukuplah suara tegas Kepala Bidang PLS Lombok Timur, HLM. Nursalim yang berteriak lantang, “Tidak ada 30 %, BOP PAUD 2016 disalurkan melalui pipa dan tidak boleh bocor”. Sebuah Kalimat yang dilontarkan di setiap acara yang disambut tepuk tangan syukur guru PAUD, (Gedung Wanita Lombok Timur, April 2016).

            Ya. Hanya beliau dalam tupoksinya yang tegas menolak 30 % untuk pembelian buku dari BOP PAUD 2016. Walau dalam sebuah rapat terbatas antar pejabat terkait, pihaknya di “sempatak-ulak” secara halus tapi panas. Mungkin saja karena tekad baiknya yang bercita-cita menutup keran budaya tetesan air hina untuk anak dan isteri oknum-oknum itu. Tak urung, beliau (Mamiq Nursalim) pun menjadi korban, difitnah hanya beliau yang dapat jatah.

(Kan ne ngene doang batur Lombok Timur nde??, saling kaken doang, sak kenaq tepesalaq, sak salaq te alurang, saq susah jari abu).

Melihat niat baik yang menyengsarakan itu, beberapa guru dan pengelola PAUD pun kasian terhadap kisah sakit bertekad baik itu. Hingga pada suatu hari sepakat menyusun pernyataan konsep dan aspirasi kepada Bupati Lombok Timur, yang semoga bisa tembus sampai Nasional guna khusus untuk PAUD & LPM, pliss…, kasian mereka. Tak cukupkah ladang lain untuk “…….”. Mohon kasihani mereka.  

Karpet Lusuh itu?
Karpet Lusuh itu?
Mereka khawatir niat baik HLM. Nursalim, hanya berlaku di zamannya. Benar saja, ternyata apa yang disampaikan dan ditegaskan Kabid PLS ini, tidak diindahkan secara merata di 20 Kecamatan. Buktinya Laporan dari sahabat – sahabat senasib, contohnya di Kecamatan Suralaga, Alhamdulillah sudah tidak ada lagi arahan 30 %. Demikian juga di kecamatan Sakra dan Selong, Namun info terakhir untuk Sakra Barat, masih berlaku persenan-persenan, tapi 20 %. Laporan itu, tentu tak membuat puas. Karena ternyata, ada lagi laporan yang mengatakan keberhasilan menolak 30 itu ternyata tidak merata.

Tanpa anggaran ; demi mereka dan belajar memacu transpransi, maka Kamis, 12 Mei 2016 adalah hari tangis bagi rombongan kawan-kawan.  Bersabung keterbatasan, kami mengembara melakukan advokasi bahwa kita harus kompak, bersatu dan harus cerdas. Jangan membiarkan intervensi sehalus sutera merugikan kepentingan pokok pendidikan. Karena kepentingan pokok pendidikan hanya guru-guru yang tak omdo yang tau dan tentu memiliki hak menjalankan MBS.

Meluncur sehari ke beberapa kecamatan dengan jarak jangkau lebih dari 50 Km. Berangkat Pagi, dari Selong, Aikmel, Wanasaba, Pringgabaya, Sambelia, Mutar ke Sembalun sampai Isya.  Diperjalanan teror SMS dan Telpon datang kembali, tidak diketahui oleh rombongan lain. Cukuplah hanya yang maha menolong yang tahu. Teror itu tentu lebih ringan dan tak membuat tangis.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Yang lebih berat adalah melihat keadaan dan mendengar cerita guru-guru dan pengelola PAUD. Cerita-cerita itu adalah sebagai berikut ;
  • Fasilitas di PAUD mereka, steplesnya dicari sampai 10 menit. Stempel ada yang tidak punya bak. Bak stempel, ada yang tidak punya tinta, pelang runtuh tak ada biaya, tempat anak belajar dimakan rayap, pusing setiap saat memikirkan gaji guru.  
  • Dalam proposal BOP PAUD 2016, oknum di kecamatan mengarahkan agar pengelola mengosongkan jumlah anggaran khusus terkait pembelian buku
  • Saat mengantar proposal, mereka, oleh Oknum ber-NIP Indonesia, mereka dimintai uang jalan.
  • Mereka takut tidak menjalankan arahan 30 %, akhirnya ada yang turun menjadi 20 %, 15 %  dengan catatan sekian persen dari 30 % tersebut ada persen lagi dan ada juga tetap 30 %.
  • Jika tidak menjalankan arahan tersebut, mereka takut dipersulit dari tanda tangan sampai informasi lainnya, dan bahasa itu katanya keluar dari oknum-oknum berperan terkait usulan guru-guru bangsa tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun