Mohon tunggu...
Elesia
Elesia Mohon Tunggu... Administrasi - I'm a writer

Penulis CERPEN ANAK Penulis PUISI

Selanjutnya

Tutup

Drama

Andai Kita Disatukan, Tidak Diduakan (End)

5 Mei 2018   11:21 Diperbarui: 5 Mei 2018   11:49 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.slideshare.net/


Mia          : Kupikir masalah disini bukan karena Sindi menyukaimu, tapi karena kau tidak mempercayaiku!
William : Kenapa kau jadi berpikir seperti itu?
Mia          : Terus aku harus bagaimana? apa aku harus menyalahkan semua oranglain yang menyukaimu? atau kau menyalahkan semua orang yang menyukaiku?
William : Bukan begitu, Mia!
Mia          : Ya, jadi bagaimana? Kupikir kau yang tidak bisa mengendalikan pikiranmu.
William : (Mengusap wajahnya dengan jemari tangan kiri)
Mia         : Sampai kapan kita harus mengendalikan pikiran orang lain? sampai kapan kita menutup telinga dan hati? Di sini (menunjuk kepala) dan disini (menunjuk dada) semuanya kita sendiri yang  mengaturnya dan mengendalikannya. Kita tidak bisa mengendalikan (menunjuk dada dan kepala) milik orang lain. Jadi jangan gunakan cara bicara seperti itu hanya untuk mengendalikan pikiranku bahwa Sindi sedang berusa mendekatkanku dengan Ryan. Aku menghargaimu dan kau sangat tahu itu. Aku sangat menghormatimu karena itu aku selalu bertanya untuk semua yang akan ku lakukan. Aku tidak pernah menyembunyikan apapun darimu! (Menatap Sindi) Kamu juga adik ipar, paham akan situasi ini. Cepat memutuskan menikahi William bukan berarti aku wanita gampangan.
Sindi       : Maafkan aku kakak ipar, aku yang salah!
Mia          : (Menatap Sindi) Kau tidak salah disini - jika hanya menyukai William. Tapi untuk hal lain yang kau perbuat, itu bukan hak ku menyalahkanmu kecuali kau melukai ku secara fisik dan perasaan. Sayangnya, aku tidak terluka. (Kembali menatap William) Ini adalah jalan kalian berdua untuk menyikapi perasaan masing-masing. Kita tidak bisa menyalahkan siapapun disini. (Memandang William) Sayang, kau tidak harus melukai perasaan siapapun perkara wanita lain yang menyukai dirimu atau berusaha berebut perhatianmu dengan cara murahan. Bagiku yang utama disini adalah caramu mengatasi itu semua - dan cara  seorang William mengutamakan yang utama.
Sindi        : Aku yang salah disini (menundukkan kepala) Maafkan aku.
William  : Kau sudah memanfaatkan perasaan kami bertiga, Sindi! (nada suara belum turun)
Sindi        : (Menunduk sambil memainkan kuku jemari)
Mia           : (Kening berkerut-memandang Sindi) Kau juga memanfaatkan Ryan? Sejauh apa? Apa karena itu, dia seperti ini?
Sindi        : (Diam)
Mia           : (Menggeleng-gelengkan kepala) Kau tahu Ryan seharusnya tidak kau kaitkan dalam hal perasaan sepihak mu ini. (Menggambil tas) Seharusnya kalian selesaikan dulu sisanya semua disini. Aku mau pulang!

Sindi dan William tinggal berdua di dalam ruangan kerja Sindi. Mereka diam untuk beberapa saat hingga akhirnya Sindi memulai pembicaraan mereka dengan mengungkap maaf.

William  : (Menggeleng kepala) seharusnya aku yang meminta maaf. Aku juga salah disini karena tidak terlalu peka dengan perasaanmu dan tidak bisa membantumu untuk mengatasi semuanya. Aku juga telah berkata kasar padamu. Aku sungguh minta maaf - sungguh.
Sindi        : Tidak. Aku yang salah disini. Benar kata Ryan, seharusnya aku bisa membedakan perasanmu untukku dan untuk Mia. (Air mata jatuh) Aku sungguh tidak tahu diri. Aku tidak bisa.. (terisak) Aku tidak sanggup...
William  : (Bangkit mendekati Sindi)
Sindi        : Aku tidak sanggup menatapmu, mama dan papa.
Sindi        : (Menangis kencang)
William  : Tidak apa-apa (mengelus rambut Sindi) kau tetap adikku (memeluk Sindi) Kau tetap keluargaku.
Sindi        : Terima.. (menarik nafas - menahan tangis) terima kasih

Masing-masing Sindi dan William saling meraih pelukan hangat, menerima sesama mereka sebagai saudara.

William  : Aku menyayangimu layaknya seorang adik, tidak lebih. Bagiku kau adalah adikku selamanya, tidak akan pernah terganti.
Sindi        : Bagaimana caranya aku menebus kesalahan ini?
William  : Ini bukan kesalahan Sindi, ini hanya kesalahpahaman.
Sindi        : Terimakasih, sudah memaafkanku.
William  : (Mengangguk) Maafkan aku yang juga yang sedikit kasar padamu.
Sindi        : (Menggeleng) banyak, tidak sedikit
William  : (Tertawa) 

Belum beberapa saat mereka tertawa bersama-sama, perawat masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu - dengan nafas terengah-engah.

Perawat  : Dokter, pasien 106 tidak stabil!
Sindi        : 106? Ryan?
Perawat  : (Mengatur nafas sambil mengangguk)
Sindi        : (Bergegas berlari meninggalkan William)
William  : (Spontan mengambil ponsel dan menelepon Mia) 

Sindi berada di ruangan Ryan cukup lama. Ia melakukan banyak tindakan agar Ryan bisa selamat dari masa kritisnya. Mia sangat terguncang, ia yang baru saja kembai ke rumah sakit langsung jatuh di pelukan William ketikan mengetahui keadaan Ryan tidaklah semakin membaik.

Sindi        : Aku tidak tahu mengapa seperti ini. Aku membutuh kan Mia yang terdaftar sebagai wali Ryan, agar memutuskan general check up ulang
Mia           : (Mengangguk) Tapi, dengan kondisinya yang seperti itu apakah tidak berbahaya?
Sindi        : Berbahaya memang, kakak ipar tandatangani saja dulu surat persetujuan kemudian kita intip waktu yang tepat untuk melakukan general check up nya.
Mia           : Baiklah. Lakukan yang terbaik.

William menyadari betapa Ryan dan Mia sangat dewasa dalam hal cinta dan pengorbanan. Mia yang sangat percaya pada dirinya dan Ryan yang yang sangat percaya pada Mia. Bukan semata berdasarkan 'rasa' untuk waktu 8 tahun  yang dimiliki Ryan, tetapi tentang kenyataan akan masa depan yang berbeda yang dimiliki mereka berdua.

Ryan akhirnya membuka matanya setelah dua hari tak sadarkan diri.
Ryan       : Mia?
Mia          : (Senyum - memaksa) Kau akhirnya bangun.
Ryan       : Akh.. (merasa silau dengan sinar matahari yang menembus kaca ruangan)
Mia          : Ku tutup saja ya (menarik tirai putih)
Ryan       : Kenapa disini?
Mia          : Ya harus disini donk. Aku kan walimu (bercanda)
Ryan       : Kenapa kau waliku, lebih bagus William kan? (membalas lagi dengan candaaan)
Mia          : Das..sar. William itu Waliku
Ryan       : (Tertawa)
Mia          : kau sudah merasa baikan?
Ryan       : (Menggeleng) Aku merasa kurus-an.
Mia          : Akh biasa saja tuh. Sama kok dengan dua minggu yang lalu.
Ryan       : Aku merasa lelah. Mia.
Mia          : (Diam - Ia baru kali ini mendengar nada putus asa itu dari Ryan) Kau ingin istirahat lagi? (Pura-pura tidak mengerti)
Ryan       : Istirahat disini tidak enak.
Mia          : (Tidak bisa berkata-kata lagi)
Ryan       :  Aku tidur ya (menutup mata - tidur lagi)

Belum beberapa jam berlalu, Mia dan William terkejut melihat Sindi dan beberapa perawat berlari memasuki ruangan Ryan
Sindi       : Ryan, buka matamu! (Sambil berusaha melakukan apapun untuk mengembalikan detak jantung Ryan)
Mia          : Ryan, jangan menyerah! (Suara lirih di sudut ruangan)
Sindi       : (Masih berusaha menekan-nekan dada Ryan)
Ryan       : (Membuka mata - memegang tangan Sindi - tersenyum - menutup mata lagi - ia pergi untuk selama-lamanya)
Sindi       : (Tangan bergetar) Apa kau menyuruhku berhenti? (Suara bergetar dan monitor ICU berbunyi nyaring)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun