Azan Maghrib terdengar, mereka belum tiba juga di masjid Istiqlal. Mereka berhenti di depan sebuah gereja di area Menteng. Kebetulan ada sekelompok anak muda yang membagikan takjil, mereka memperoleh dua bungkus. Ayah dan anak itu berbuka puasa dengan takjil dan minum air putih yang dibawa ayah dari rumah.Â
Setelah berbuka puasa, Sobari kembali semangat. Ia mengajak ayahnya untuk segera melanjutkan perjalanan ke Masjid Istiqlal.Â
Film ini menggambarkan kehangatan hubungan ayah dan anak laki-lakinya. Babe yang menyayangi Sobari, berusaha mengajak anaknya itu ke masjid terbesar di Asia Tenggara. Masjid yang dahulu semasa muda sering dikunjungi oleh dia.Â
Perubahan zaman seiring dengan kemajuan pembangunan. Banyak hal yang berubah, kota Jakarta tidak lagi seperti yang dikenal Babe, tetapi tak mengurangi kebanggaan Babe pada kota besar ini.Â
Sedangkan kemajuan teknologi menjadi gap atau kesenjangan antara dua generasi. Namun pada akhirnya sang ayah bisa menerima kenyataan tersebut. Ia mulai beradaptasi dengan teknologi informasi.Â
Penampakan gereja menjadi simbol akan toleransi dan keberagaman di Indonesia. Semua penduduk bisa hidup berdampingan walaupun berbeda agama.Â
Diskusi dengan sutradara
Usai pemutaran film, acara dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu Dewi Puspa. Bincang-bincang seputar pembuatan film yang disutradarai Razny Mahardika tersebut.
Menurut Razny, proses pengambilan gambar/film berlangsung selama tiga hari. Hal ini disebabkan oleh tempat yang berbeda-beda. Misalnya di kawasan Ciputat, di Tanah Kusir, Kebayoran, hingga Menteng.Â
Ada yang diambil dari dalam mobil, dan ada yang langsung di tempat. Memang lebih sulit jika dalam keadaan bergerak. Beberapa adegan justru diambil secara spontan, terutama yang menampakkan figuran orang lain yang kebetulan ditemui di perjalanan.Â