Mempunyai program yang muluk-muluk boleh saja, asal tahu realita yang bakal dihadapi. Lalu menghitung berbagai kemungkinan yang menyertainya, serta berapa tingkat kesulitan untuk mewujudkannya. Kalau memang terlalu sulit, jangan dipaksakan hanya karena untuk memenuhi ambisi yang berlebihan. Apalagi jika itu hanya dilakukan untuk pencitraan.
Begitu pula dengan keinginan Sandiaga Uno yang ingin mengubah pasar Tanah Abang menjadi sekelas Grand Bazaar yang berada di Istanbul, Turki. Ide itu cukup bagus, mengingat bahwa para jumlah pengunjung pasar Tanah Abang tidak jauh beda dengan Grand Bazaar. Pasar Tanah Abang juga memiliki konsumen yang datang dari luar negeri, termasuk para saudagar dari Turki.
Namun untuk menyulap pasar Tanah Abang seperti Grand Bazaar agak mustahil. Mengapa? Pertama, Grand Bazaar adalah pasar kuno, dengan bentuk bangunan antik yang telah berdiri sejak tahun 1461. Dengan keantikan gedungnya saja, merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Grand Bazaar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai tempat wisata dan pusat perbelanjaan. Â Pada tahun 2014, Grand Bazaar menjadi salah satu destinasi wisata terbaik dunia.
Kedua, Grand Bazaar merupakan satu kesatuan pasar yang luas, dengan 60 lorong antik dan menampung lebih dari 5000 pedagang. Lorong-lorong ini masing-masing menjual komoditas yang berbeda, tetapi saling bertemu di tengah atau ujungnya. Jangan berharap bisa menghafal lorong-lorong ini, karena sebagian besar wisatawan pasti tersesat. Tetapi mereka menikmati keunikan yang terdapat di setiap lorong. Pasar Tanah Abang, walau mempunyai banyak lajur kios, Â masih lebih mudah dipahami. Â Kios-kios di Tanah Abang terlalu rapat dan kecil.
Ketiga, kondisi Grand Bazaar apik dan terawat. Para pedagang menata barang-barang yang dijual dengan susunan yang menarik. Mereka juga sangat menjaga kebersihan. Jadi kalau kita menyusuri lorong-lorong di Grand Bazaar, kita tidak mudah bosan, betah untuk melihat-lihat dengan seksama. Sementara Pasar tanah Abang kondisinya semrawut, penataan asal-asalan tanpa estetika, kebersihan juga tidak terjaga. Kalau menyusuri pasar Tanah Abang, terasa sumpek dan ribet.
Kelima, Grand Bazaar bebas dari kesemrawutan lalu lintas. Biasanya para wisatawan berjalan kaki, setelah mengunjungi obyek wisata lain yang berdekatan. Kendaraan yang paling banyak digunakan untuk mencapai tempat itu adalah tram yang nyaman. Berbeda dengan pasar Tanah Abang yang dikelilingi jalan raya yang semrawut dan macet sepanjang hari.
Keenam, di sekitar kawasan wisata menuju Grand Bazaar, tidak ada pedagang kaki lima yang seenaknya berjualan. Para pedagang di sini rata-rata tertib dan tahu aturan. Mereka lebih berdisiplin ketimbang pedagang kecil yang berada di area pasar Tanah Abang. Mungkin ini menyangkut tingkat pendidikan mereka.
Ketujuh, Grand Bazaar tidak dikuasai oleh mafia. Pasar antik ini boleh dibilang bebas dari pungutan liar terhadap pedagang. Tidak  ada preman berkeliaran yang membuat pedagang dan pembeli merasa takut. Pemerintah menjaga keamanan Grand Bazaar melalui pihak-pihak yang berwenang. Coba bandingkan dengan pasar Tanah Abang yang menjadi salah satu kekuasaan preman tertentu. Pungutan liar dilakukan oknum-oknum preman dan petugas setiap hari.