Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setelah Aksi 411 dan 212, Lalu Apa (Agenda Selanjutnya)?

7 Desember 2016   12:41 Diperbarui: 7 Desember 2016   13:10 2727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sbr. : http://jayawijaya.ldii.or.id

Oleh : eN-Te

Umat Islam Indonesia patut berbangga hati dan sedikit sombong, mengingat telah dengan sangat monumental menorehkan sejarah dalam perjalanan bangsa ini. Bukan hanya fenomena dan dinamika sosial politik tanah air yang seperti kita saksikan hari-hari ini, tapi hal itu ditunjukkan sejak pada dekade-dekade awal perjuangan sampai pada peristiwa proklamasi kemerdekaan, hingga era sesudahnya.

Aksi 411 diikuti aksi damai 212 lalu, meski mengusung tema utama, ‘penjarakan Ahok’ yang dituduh telah melakukan penistaan agama, dapat menjadi parameter untuk mengukur ghirah umat Islam dalam membela ‘kebenaran dan keadilan’. Walau demikian, segera ditambahkan bahwa sikap membela ‘kebenaran dan keadilan’ harus dilakukan dengan cara-cara berkeadilan pula.

Apresiasi dari semua kalangan terhadap sikap umat Islam dalam menyampaikan aspirasi politiknya secara damai, tidak harus membuat umat Islam terlena. Karena hal itu dapat menimbulkan sikap ujub (riya) dan jumawa, sehingga lupa untuk segera melakukan inisiasi dan antisipasi agar tidak lagi ketinggalan kereta. Lupa menyusun agenda aksi (action plan), sehingga ketika ada elemen bangsa lain yang ‘menyalip’ dari tikuangan tidaklah harus membuat kita kaget, dan bersikap reaktif bak kebakaran jenggot sebagai bentuk resistensi semata.

Pengalaman dalam rentang sejarah bangsa ini harus memberi pelajaran yang sangat berharga, agar umat Islam dapat berperan aktif dan mengambil peran utama. Tidak terus menerus berada di posisi marginal, baik karena kondisi maupun alasan struktural. Tidak cuma sekedar hadir, tapi umat Islam harus membuktikan bahwa kehadirannya itu memberi makna. Harus menunjukkan eksistensinya secara faktual, bahwa umat Islam itu ‘ada’.

Dari sisi kondisi, secara faktual sampai hari ini, sebagai umat Islam, kita harus akui secara jujur bahwa kita hanya bangga karena menang jumlah (kuantitas). Kita bangga karena sebagai umat mayoritas dari penduduk negeri besar nan permai bernama Indonesia ini. Tapi bila ditilik dari sisi kualitas, harus jujur pula diakui bahwa kita masih saja berada di posisi periferal. Kita terlalu terninabobokkan oleh ‘kekuatan’ jumlah itu, sehingga lupa berusaha secara serius menyusun rencana aksi secara komprehensif dan berkesinambungan untuk menghadirkan panorama kualitas yang mumpuni.  


Jangan sampai pandangan sinisme terus menerus menghantui kita, sebagai umat mayoritas. Kita tidak dapat menghadirkan nilai-nilai agung nan luhur dari agama besar ini, sebagai rahmatan lilalamiin. Di mana dalam setiap dinamika sosial dan politik, serta dialektika kebangsaan, kita cenderung memperlihatkan sikap reaktif, show of power semata. Celakanya, kadang-kadang sikap reaktif itu cenderung mengabaikan nilai-nilai agung nan luhur itu sendiri.

Sedangkan posisi penonton yang selama ini dialami umat Islam, (yang  hanya dapat melihat dari luar lapangan), tidak bisa tidak juga berkaitan dengan alasan struktural. Di mana  sistem pemerintahan yang dijalankan sebuah rezim yang sedang berkuasa, seolah-olah didesain untuk tidak memberi ruang yang cukup bagi umat Islam ‘berkreasi’ sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini. Struktur kebijakan yang dihasilkan sebuah rezim seakan sengaja dibuat seolah-olah kurang dapat menempatkan umat Islam sebagai penduduk mayoritas untuk juga terlibat sebagai pemain (utama). Seakan tidak ada niat baik dari rezim yang sedang berkuasa untuk sedikit ‘mengakomodir’ aspirasi dan menggeser posisi politik umat Islam sebagai penduduk mayoritas, dari posisi periferal untuk mengambil peran pada posisi sentrifugal.

Supaya ke depan posisi periferal ini agak sedikit bergeser ke arah central, maka sudah saatnya umat Islam menyusun agenda aksi secara menyeluruh dan berkesinambungan. Khusus dalam hal kepemimpinan Nasional, harus segera dipetakan dan diidentifikasi dari sekarang, ‘profil’ seperti apa yang memenuhi kriteria Islam. Kader-kader terbaik yang berada pada semua level dan wadah harus segera ‘diproteksi’ dan diberi kesempatan untuk dapat mengaktualisasikan semua potensinya secara mandiri dan bertanggung jawab.

Untuk mencapai kondisi ‘ideal’ itu, maka semua komponen Islam harus bahu membahu bekerjasama membuka ruang agar dapat lahir figur potensial itu. Figur potensial itu harus ‘layak jual’. Tentu saja harus mengacu pada profil atau figur sesuai dengan kriteria Islam.

Sehingga kita tidak terjebak pada pertanyaan retoris, bahwa bagaimana mungkin kita menghendaki pada sebuah wilayah harus dipimpin oleh figur dari kelompok mayoritas, sementara kita gagap dan gagal mempersiapkan ‘stok’? Bagaimana mungkin kita mengharapkan mendapat pengakuan tanpa berusaha menunjukkan eksistensi kita, tidak hanya secara kuantitas, tapi juga harus mumpuni dalam hal kualitas?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun