Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meragukan Nadiem Meretas Pendidikan Menuju Indonesia Maju?

24 November 2019   08:32 Diperbarui: 24 November 2019   08:40 1658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merombak Tradisi

Tradisi kursi Menpora yang diisi oleh kalangan pemuda yang menapaki karier melalui organisasi pemuda plat merah, mengalami perubahan ketika Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) memenangkan pertarungan pada periode kedua, Pilpres 2009. Menpora yang biasanya diisi oleh kalangan yang berasal dari organisasi pemuda, terpaksa terhenti, karena SBY memberikannya kepada Andi Alfian Mallarangeng (AAM), salah satu kader Demokrat. Meski pada saat itu masih tergolong muda dan energik (baca: pintar?).

AAM malah kemudian tersandung kasus korupsi proyek "istana hantu", pusat olahraga Hambalang, sehingga membuatnya harus mendekam di penjara untuk beberapa lama.

Di periode pertama Pemerintahan Jokowi juga menempatkan salah seorang kader partai yang juga tergolong masih muda di kursi Menpora. Meski cukup memberi harapan, Imam Nahrawi, karena berhasil dan sukses memimpin orkestra penyelenggaraan even olahraga berskala dunia, tapi sayang karena "terjebak" dalam permainan yang tidak sepatutnya dilakukan, maka harus keluar dari gelanggang (anggota kabinet) sebelum waktu demisioner. 

Selain Imam Nahrawi, di periode pertama Jokowi juga ada menteri yang masih tergolong berusia muda, yaitu Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Hanif Dhakiri.

Akan tetapi, baik Imam Nahrawi maupun Hanif Dhakiri, ketika ditetapkan menjadi Menteri oleh Jokowi telah melebihi usia di atas kepala empat jika dilihat dari tahun kelahiran mereka. Sehinga ketika di periode kedua ini, Presiden menunjuk salah seorang menterinya yang masih berusia di bawah 40 tahun (tepatnya baru 35 tahun) untuk mengisi salah satu pos kabinet Indonesia Maju, publik seakan terperangah.

Apalagi pos itu bukan merupakan kementerian "ecek-ecek", melainkan bidang yang sangat berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Harus diakui bahwa penunjukkan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) oleh Presiden Jokowi merupakan sebuah pertaruhan yang sangat berani. Tidak hanya sekedar anti-mainstream dari sebuah kebiasaan yang nyaris "dikeramatkan", tapi sekaligus sebagai perwujudan untuk melihat lompatan jauh dari kondisi saat ini. Lompatan mana dimaksudkan untuk mewujudkan visi Indonesia Maju pada tahun 2045. 

Sekilas tentang Nadiem dan Periode "Magang"

Jujur, ketika saya menulis tentang Mendikbud milenial, Nadiem Anwar Makarim (lebih kesohor disebut Nadiem Makarim), saya sedikit gamang. Pengetahuan saya tentang pendiri (founder) dan bos Gojek ini sungguh sangat terbatas.

Karena itu, saya harus berusaha mencari dan membuka referensi terkait Mendikbud milenial ini dari berbagai sumber yang mungkin dapat memberikan informasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun