Mohon tunggu...
Denny Boos
Denny Boos Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Perempuan asal Tobasa. Menyukai hal-hal sederhana. Senang jalan-jalan, photography, sepedaan, trekking, koleksi kartu pos UNESCO. Yoga Iyengar. Teknik Sipil dan Arsitektur. Senang berdiskusi tentang bangunan tahan gempa. Sekarang ini sedang ikut proyek Terowongan. Tinggal di Berlin.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Perihal Pacaran dengan Bule, Kumpul Kebo dan Repotnya Para Penasihat

10 Agustus 2016   00:03 Diperbarui: 10 Agustus 2016   16:21 2564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang memang beda-beda menyikapi urusan berpacaran dan ikatan sebuah hubungan. Saya hanya sekadar ingin berbagi pengalaman yang pernah saya lewati ketika bertemu dengan orang-orang yang menurut saya berbeda pemikiran mengenai hal tersebut. Sebelum melabuhkan hati, co cweet banget dah...saya beberapa kali pacaran. Sekali dengan orang Indonesia dan selebihnya dengan orang Jerman. Berhubung pacaran juga telat, sudah saat akhir kuliah master 10 tahun lalu di Jerman. Ya. Gitu... pengalamannya juga sedikit.

Entah kenapa seolah menjadi hal biasa ketika melihat pasangan dengan bule dan belum nikah, lalu disangkut pautkan dengan kumpul kebo. Entah kenapa, lagi, kebo jadi biang keladinya. Padahal tau tempat tinggal pasangan ini saja enggak, udah ngebo, eh, kumpul kebo saja tuduhannya. Gimana kalau mereka punya tempat tinggal masing-masing? Masih ngebo-kah hitungannya? Dibahas. Haha.

Nasihat Jangan Terlalu Memilih
Kalau nggak punya pacar, banyak yang sibuk menasihati supaya jangan terlalu pilih-pilih. Padahal beli tomat saja milih, apalagi pasangan, Bro? Yakin, (kamu) dulu tidak milih? Masalah rejeki, jodoh dan mati adalah urusan Tuhan, bersyukurlah kalau proses perjodohanmu dimudahkan-Nya. Jangan lupa, itu adalah sebentuk anugerah. Dengan anugerah, kita cukup bersyukur dan mendoakan yang lain, Bro. Jadi, jangan membuat dirimu seolah jadi acuan (hidup bahagia) buat orang lain, utamanya yang mencari pasangan. Itu menyesatkan yang masih single. Bukankah setiap orang punya jalannya sendiri-sendiri? Jadi, biarkan setiap orang melewati proses yang sudah ditentukan oleh Dia yang Maha Agung. 

Ketika si jomblo naik level punya punya pacar, entah kenapa, level orang semacam ini juga naik. Mereka sibuk menjadi pengawas seolah paling peduli kebahagiaan orang yang diawasi. Seolah paling khawatir terjadi kenapa-kenapa. Lucunya, yang diawasin juga bukan anak SD atau SMP atau bahkan bukan anak kuliahan lagi. Mereka orang dewasa yang sudah diberikan kebebasan menentukan hidup, bahkan HAM sendiri menjaminnya. 

Image Negatif Pacaran dengan Bule
Melihat sering bersama-sama dengan pasangan bule, siap-siaplah digonjang-ganjing omongan di belakang. Entah kenapa dipikir bahwa pacaran dengan orang Indonesia akan lebih sehat dan selamat. Dan nggak lucunya lagi, pacaran dengan bule bahkan tak jarang digampangkan dengan urusan sudah tidur bersama. Jadi teringat saya saat dibilang test drive yang membingungkan saya dulu. Iya, karena menurut sebagian orang seperti ini, pacaran dengan bule identik dengan tidur bersama. Memang kalau pasangannya sama orang Indonesia, bisa sehat dan selamat? 

Memang sangat disayangkan orang-orang yang melempar pemikiran negatif seperti ini. Dan kalau saya justru menilai kalian yang membuat pemikiran inilah yang orientasi pemikiran penjajakan pacarannya seputar tempat tidur. Kalau enggak, bagaimana bisa terpikir ke sana? Apakah urusan penjajakan kharakter itu lebih berharga dari sekedar urusan tempat tidur? Atau, lagi, apakah tujuan penjajakan kecocokan kharakter itu adalah urusan tempat tidur? Duh, kasihan...

Apakah Pacaran dengan Bule Bisa Aman?
Tentu saja bisa! Dari pengalaman panjang penjajakan karakter mencari pasangan, saya melihat mereka (bule), yang saya kenal, cukup sportif. Jadi, pemikiran ini tolak ukurnya pengalaman saya ya... 

Saya tidak pernah merasa melebihkan RAS apapun, termasuk memasukkan list untuk punya pasangan bule. Enggak! Karena kalau boleh jujur, saya tidak kurang bahagia juga dengan mantan saya yang Indonesia dulu walau kami sama-sama berjuang di negara ini... haha... (lah, ngomongin mantan). Iya, perjalanan waktu mengantarkan kami pada kondisi tidak bisa bersama, tidak lantas saya lupa telah banyak belajar kebaikan dan cara berpikir yang bagus dari dia. Karena pada intinya, hubungan itu masalah kenyamanan tidak penting dia orang apa. Kalaupun jodohnya memang di sini, itu semua karena Tuhan yang atur. 

Jadi, adalah salah besar kalau bilang saya menargetkan pasangan bule, walau ada beberapa poin yang saya senang dari orang Jerman. Termasuk keseriusan mereka, berhubung saya sedikit agak serius jadi cocok dan saya juga senang dengan keterbukaan mereka. 

Contohnya sebelum memulai hubungan: ketika orang bule tersebut mempertimbangkan perihal urusan tempat tidur, dia akan mengatakan dengan terbuka di awal perkenalan. Seperti halnya dengan punya anak, mereka akan memberi tahu. Jadi, tidak perlu khawatir, yang penting dibicarakan dengan terbuka di awal. Dan saya pikir, keterbukaan adalah bentuk hubungan orang dewasa. Karena pada akhirnya, keterbukaan semacam ini juga akan memberi ruang berpikir bagi orang yang sedang menjajaki sebuah hubungan, apakah mundur atau lanjut. 

Betul? Iya, sudah sama-sama dewasa, keterbukaan adalah kunci melangkah, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun