Disisi lain saya melihat, perayaan di tanah air yang cenderung dengan jumlah undangan banyak termasuk karena nggak enak nyakitin hati, pada akhirnya justru sasaran untuk berbagi kebahagiaan agak sulit dicapai. Bagaimana coba pengantin punya waktu ramah tamah dengan tamu 500 orang?
Saya kemudian hanya terpikir, semoga ke depan sebuah pernikahan dan resepsi, pun jika hanya mengukuhkan sebuah ikatan tidak perlu terjebak oleh pemikiran umum tentang npernikahan dan perayaannya. Bukankah yang penting adalah meminta doa dan restu agar dikuatkan untuk menjaga komitmen cinta itu sampai maut memisahkan? Mungkin tidak ada yang salah memangkas sedikit biaya pesta pernikahan kekinian ala Jakarta, mari sebut saja demikian.
[caption caption="(suasana malam itu)"]

***
Terimakasih untuk teman-teman Kampret yang sudah banyak membantu saran ketika nanya-nanya kemarin di grup. Juga buat mas Adjie, mas Bowo dan mas Arif yang sudah membantu editing sebagian foto. Si Prof sangat berterimakasih, maaf saya yang mewakili undangan makan nya seminggu sehabis resepsi ya :)
Note: semua foto-foto di atas adalah milik pribadi, dan saya tidak posting foto acara dan orang karena merasa itu sangat pribadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI