Folklore merupakan warisan budaya yang bersumber dari tradisi lisan masyarakat dan diwariskan secara turun temurun. Menurut Danandjaja (2007), folklore meliputi segala bentuk cerita, kepercayaan, adat istiadat, lagu, dan bentuk ekspresi budaya lainnya yang hidup dan berkembang dalam suatu komunitas. Salah satu bentuk utama dari folklore adalah legenda, yakni cerita rakyat yang dipercaya benar-benar terjadi pada masa lampau, meskipun belum terbukti secara historis. Legenda biasanya berkaitan dengan asal usul tempat, tokoh-tokoh keramat, atau peristiwa luar biasa yang berakar pada kepercayaan masyarakat. Di Kalimantan Barat, terdapat sejumlah legenda yang berkembang dan menjadi bagian penting dalam identitas budaya lokal. Legenda-legenda ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan nilai-nilai moral dan menjadi sarana pendidikan karakter secara tidak langsung.Â
Di kalimantan Barat, tepatnya di daerah pedalaman Kecamatan Ella Hilir, Kabupaten Melawi, terdapat sebuah batu yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Batu Menangis. Batu ini bukanlah batu biasa, melainkan menyimpan kisah legendaris yang diwariskan secara turun temurun oleh penduduk Dayak di wilayah tersebut. Konon, batu tersebut dulunya adalah seorang gadis bernama Darmi yang dikutuk menjadi batu karena kedurhakaannya kepada sang ibu. Alkisah, Darmi tinggal bersama ibunya yang sudah tua di sebuah bukit terpencil. Sang ibu, meski hidup miskin, tak pernah lelah bekerja untuk membesarkan anak semata wayangnya. Akan tetapi, Darmi tumbuh menjadi anak yang pemalas, manja, dan sombong. Ia bahkan merasa malu terhadap kondisi ibunya yang sederhana. Suatu hari, mereka pergi ke pasar bersama, dengan Darmi yang berjalan di depan dengan balutan pakaian yang bagus, sedangkan ibunya tertinggal di belakang sambil memikul beban. Ketika orang-orang bertanya siapa perempuan tua itu, Darmi dengan tega mengatakan bahwa wanita itu hanyalah pembantunya. Sang ibu yang patah hati memanjatkan doa kepada Tuhan agar anaknya diberi pelajaran. Tiba-tiba langit gelap, petir menyambar, dan hujan turun deras. Tubuh Darmi perlahan mengeras menjadi batu meskipun ia menangis dan memohon ampun kepada ibunya. Sayangnya, penyesalan itu datang terlambat. Tubuhnya membatu sepenuhnya, dan dari matanya yang keras terus meneteskan air, seakan-akan masih menangisi dosa masa lalunya. Batu inilah yang kini disebut dengan Batu Menangis, menjadi simbol peringatan tentang pentingnya menghormati dan menyayangi orang tua.
Danandjaja, James. Folklor Indonesia: ilmu gosip, dongeng, dan lain lain. Grafitipers, 1986.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI