Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan saya kemarin berjudul Rahmat Effendi Membawa Kota Bekasi Melejit.Silakan mengikuti. Masih akan ada beberapa bagian yang menyusul.
Bagi Pepen, keberagaman adalah sebuah keniscayaan yang sama sekali tidak bisa dihindari di zaman yang seperti ini. Tidak ada pilihan lain selain menumbuhkan dan membiakkan kesediaan untuk saling menerima dan hidup bersama.
Menurut Pepen, selama dia menjabat sebagai Wali Kota, Kota Bekasi harus menjadi kota yang toleran dan damai. Dengan demikian, pemikiran masyarakat soal mayoritas dan minoritas harus dihilangkan.
Hal yang sama disampaikan oleh Rasnius Pasaribu, mantan sekretaris Dewan Paroki Harian Paroki Santa Clara yang dengan cermat mengikuti dan berperan dalam pengurusan IMB tersebut. "Semua persyaratan telah kami penuhi. Bahkan verifikasi atas dukungan masyarakat telah dilakukan secara berlapis-lapis mulai dari kelurahan, kecamatan, FKUB dan Kemenag. Tidak ada yang kami tutup-tutupi," jelas Rasnius.
Pepen tidak diragukan lagi sebagai pemimpin yang toleran dan mengayomi. Salah satu pendeta di Bekasi, Pdt. Dr. Ir. Pati Stefanus Ginting, M.Th., ketua Sinode GKII menyebutnya sebagai Wali Kota yang berjiwa melayani dan ingin membuat semua warganya sejahtera, tanpa memandang SARA.
Pati Ginting menilai Pepen  tahu persis apa yang sedang terjadi di tengah-tengah bangsa Indonesia saat ini. "Dan di tengah-tengah situasi yg demikian itu, dia telah dengan  berani mengambil risiko yang  tidak 'populer' di antara kebanyakan orang, yaitu menampilkan sikap yang 'super toleran'," ujar Pati.
Dengan semangat pria asal Sumatera Utara ini mengatakan bahwa di tangan Pepen, kota Bekasi yang tadinya sering di-bully sebagai kota kampungan, banjir dan juga sering disebut sebagai "sarang teroris", berubah menjadi kota yang modern.(Bersambung)