Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Maraknya Populisme Islam

6 Desember 2020   10:01 Diperbarui: 6 Desember 2020   10:04 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kadrun.id/2020/12/04/maraknya-populisme-islam/

Berdasar pada rilisnya lembaga survei-survei yang kredibel, tingkat kepuasaan warga Jakarta terhadap kinerja Ahok sebagai petahana terbilang cukup tinggi, yakni kisaran 70% sampai 75%. Banyak warga Jakarta yang mengapresiasi kinerja petahana dalam mengatasi banjir, dibidang pendidikan, kesehatan, reformasi birokrasi, dan sarana prasarana infrastruktur dan lainnya. Meski belum puas dalam menanggulangi kemacetan.

Dengan menggunakan perhitungan logika rasionalitas, peta politik, dan strategi politik praktis, hampir mustahil Ahok dapat ditumbangkan. Hal itu menunjukkan bahwa ada pergeseran yang berarti pada fenomena populisme politik. Selain itu, demokrasi telah mengalami kekalahan dan kemunduran dengan maraknya populisme Islam politik identitas. Keberhasilan kelompok fundamentalis Islam dalam meramu wacana SARA terus menemukan momentumnya. Fragmentasi populisme Islam pun bergeser di tahun 2019 saat Pemilu. Sebagian mendukung pasangan calon 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, dan sebagian besar lainnya mendukung 02 pasangan calon Prabowo-Sandiaga.

Tentu saja politisasi agama terus menggema sebagai ekspresi oposisi secara terus menerus terhadap pemerintahan yang sah. Sayap kanan terus memainkan perannya untuk menggembosi siapapun yang tidak sehaluan dengannya, terutama sasaran tembaknya adalah yang sedang duduk di pemerintahan. Mereka masih terus memanfaatkan populisme Islam yang berideologi ekstrem sekalipun; yang masih berangan-angan utopis membangun pemerintahan Tuhan.

Kedatangan Rizieq Shihab ke Indonesia dari Arab Saudi, berkumpulnya massa saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. dan pernikahan putrinya, aksi terorisme di Sigi Sulawesi Tengah, azan yang diplesetkan yang tersebar di media sosial dan menjadi pemberitaan yang menghebohkan, pengepungan massa di rumah ibunda Menkopolhukam, Prof. Mahfud MD, dan wacana separatisme Papua, tidak begitu saja terjadi secara alamiah. Semua sudah dimainkan, semua ada yang mengendalikan atas maraknya populisme Islam politik identitas.

Intervensi asing dengan apa yang disebut konspirasi, menjadi wacana yang tak ada habisnya. Tetapi benang merahnya, secara kasat mata dan dapat kita saksikan adalah banyak pengkhotbah agama yang mengklaim berbicara atas nama agama, dan rakyat bawah. Mereka menjadi alternatif bagi kegelisahan yang terjadi untuk menarik perhatian elite-elite yang berkepentingan dalam suhu politik yang terjadi.

Menguatnya intoleransi oleh maraknya populisme Islam, dibarengi dengan meningkatnya dosis politik identitas, mengakibatkan merosotnya rating demokrasi kita. Lebih disenangi narasi yang mengaduk-aduk emosional dibumbui identitas primordial keagamaan ketimbang narasi rasionalitas.

Semua itu semakin menunjukkan bahwa moderasi Muslim Indonesia sedang dalam kondisi kritis atas maraknya populisme Islam yang juga terjadi secara global terkait bangkitnya sayap kanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun