Mohon tunggu...
Elya Dz Azizah
Elya Dz Azizah Mohon Tunggu... Guru - Elya Dzurrotul Azizah

nama saya Elya Dzurrotul Azizah, biasa dipanggil Lia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebiasaan Anak Berpengaruh hingga Dewasa, Benarkah Begitu?

9 April 2020   23:09 Diperbarui: 9 April 2020   23:23 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk artikel kali ini, mungkin sedikit berbeda dengan artikel sebelumnya. Karena saya akan bercerita tentang pengalaman seorang anak. Pada masa kecilnya dia merupakan anak periang, akan tetapi hanya memiliki satu teman saja, karena di sekitar rumahnya hanya sedikit anak yang sebaya dengan dia, dan dia tidak mau bermain dengan anak yang usianya lebih tua dari dia. 

Anakya lumayan tertutup. Dia tinggal bersama orang tuanya, hanya saja dia menghabiskan waktunya bersama kakek dan neneknya. Dia lumayan dimanja, akan tetapi ketika dia ingin mencoba sesuatu yang menurut orang tua tidak mungkin dilakukan anak-anak, dia selalu dilarang (seperti ikut turun ke ladang dan ikut menanam padi), dan juga ketika dia banyak bertanya, tidak semua pertanyaan dijawab, terkadang juga disuruh diam.

Saat dia masih duduk di bangku TK, dia selalu dimarahi guru dan juga sering mendapat hukuman dari guru (kejadian di tahun 90-an, mungkin dikarenakan efek orang zaman dahulu yang memiliki sifat tegas dan disiplin, mungkin di zaman sekarang jarang ditemui guru-guru TK yang memarahi muridnya, terutama hukuman berdiri sampai memukul rotan). 

Tidak hanya itu, di sekolah dia tidak memiliki teman, karena dirasa teman mendekatinya ketika membutuhkan saja, memang kenyataannya seperti itu, ketika temannya merasa sendiri, teman tersebut mendekatinya, juga ketika bermain kejar-kejaran dia selalu menjadi orang yang mengejar, meskipun dia berhasil menangkap temannya, tapi dia tetap menjadi orang yang mengejar. Akan tetapi ketika temannya dirasa tidak membutuhkannya, dia dijauhi. Hari-hari di sekolah tanpa keceriaan.

Ketika dia duduk di bangku SD kelas 3, orang tua jarang mendampinginya belajar, karena semakin sibuk dengan karirnya. Ketika dia merasa kesulitan dengan pelajarannya, dia malu untuk bertanya soalnya ke guru maupun ke temannya, dia hanya bisa diam dan menyimak saja. Ketika dia merasa kesulitan dengan tugas yang diberikan guru, dia bertanya kepada orang tuanya, langsung saja orang tuanya memberikan kunci jawaban LKS, karena orang tuanya memiliki kunci jawabannya entah dari siapa. 

Senanglah hati anak tersebut, serasa PR nya sudah terselesaikan. Akan tetapi ketika ujian tiba, dia merasa kesulitan, dan akhirnya dia tidak pernah mendapatkan rangking. Berbeda hal dengan ketika dia masih kelas 1 dan 2 yang masih mendapatkan rangking, karena dia merasa belajarnya masih dibimbing.

Ketika dia menginjak usia dewasa, dia tumbuh menjadi seorang yang pemalu, memiliki sedikit teman, jarang bergaul, penakut, ceroboh, terlalu tergesa-gesa, kurang teliti, dan kurang berfikir kreatif. Akan tetapi ada sifat positif dari anak tersebut, yakni memiliki sifat empati yang sangat. Terutama ada yang menyakiti baik orang maupun hewan, mungkin dikarenakan masa kecilnya dia sering kena pukul dan sering kena marah, jadi dia merasa tidak tega melihat sesuatu yang disakiti. 

Juga dia memiliki teman sedikit sekali, baginya teman sedikit sangat bermakna, meskipun temannya menganggap dia biasa saja atau bisa saja temannya mendekatinya ketika butuh saja, yang terpenting baginya memiliki teman sudah bersyukur, tak jarang jika dia sering disuruh-suruh temannya.

Lalu pelajaran apa yang bisa diambil dari cerita tersebut?

Dari sisi kognitif, memang sangat berpengaruh sampai dewasa. Lihat saja dari cerita tersebut, anak menjadi ceroboh, terlalu tergesa-gesa, kurang teliti, dan kurang berfikir kreatif. Akan tetapi dia berusaha menghilangkan sifat tersebut, meskipun dia lumayan kesulitan. Karena dia merasa sifat tersebut sudah melekat dari dulu.

Saya pernah mendengar pernyataan teman saya, rata-rata sifat orang berpengaruh sampai dewasa bukan dari masa anak-anaknya, akan tetapi ketika dia mulai menginjak umur sekitar 12 an. Ya jujur saja, saya kurang setuju dengan pernyataan tersebut, karena tidak semua orang seperti itu. Bisa saja dari pengalaman traumatis atau pengalaman menyenangkan sejak kecil bisa terbawa hingga dewasa. Tapi mau bagaimana lagi, setiap orang juga berbeda-beda. Dan juga ketika ingin merubah sifat maupun kebiasaan bisa dimulai dari diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun